Semua orang yang ada di atas kapal berseru ngeri mendengar suara leguhan seperti itu, hampir semua orang menyangka kalau Birawa sudah terkapar di geladak kapal dengan nyawa yang minggat dari badannya.
Namun perkiraan semua orang menjadi kecele, karena Birawa walau termundur berapa langkah nampaknya tidak mengalami luka sama sekali.
Sebalik Suryo Menggolo juga termudur berapa langkah, kening lelaki itu nampak mengernyit menahan ngilu pada tangannya.
Pada saat serangan dahsyat dilayangkan oleh Suryo Menggolo, Birawa yang menyadari kalau serangan lelaki itu tak main-main dengan cepat langsung memainkan Jurus Langkah Malaikat.
Dengan mengandalkan kecepatan jurus itu, Birawa memitingkan badannya sedikit kesamping, tangannya dengan cepat menyusup untuk memukul sambungan siku lawan.
Benturan dua kekuatan membuat keduanya sama-sama termundur ke belakang sejauh dua tindak.
"Haram Jadah!" umpat Suro Menggolo sambil menggerakkan tangannya yang te
Krakkk!ByurrrTerdengar bagian tubuh lawan patah ketika tendangan kaki Birawa mengenai bagian selangkangan leleki itu, suara tulang patah itu juga di ikuti dengan jatuhnya tubuh ke dalam laut.Tubuh lawan yang hilang keseimbangan begitu terkena tendangan keras dari Birawa langsung terbanting dan melayang ke arah laut, tubuh itu kemudian tenggelang di dalam air laut dan hilang begitu saja.Beberapa anak buah bajak laut yang tersisa ketika melihat pimpinan mereka dikalahkan dengan cepat membuang senjatanya masing-masing sebelum kemudian mereka berdua berlutut tanda menyerah.Birawa melihat apa yang dilakukan oleh sisa bajak laut itu dengan langkah tenang mendatangi mereka, sewaktu birawa mendatangi mereka, muka para bajak laut menjadi pucat."Tuan, ampuni nyawa kami, kami menyerah," ucap salah satu ornag dari mereka dengan suara memelas."Kali ini aku mengampuni kalian semua, sekarang juga kalian angkat kaki dari sini. Namun ingat sete
Birawa berlari kecil memasuki sebuah hutan yang terkenal angker yang bernama Hutan AdriKetika memasuki hutan ini dia sudah merasakan ada beberapa pasang mata yang mengikutinya.Berapa kali dia mencari orang yang mengintainya, tapi dia tidak dapat mengetahui keberadaan orang yang mengintainya.Kalau tadi Birawa berlari kecil, sekarang dia berjalan santai dengan sengaja untuk memancing orang yang mengintainya itu keluar."Berhenti!" bentakan menggelegar memenuhi Hutan Adri mengagetkan Birawa.Setelah mengatasi kekagetannya Birawa menatap ke depan yang mana terdapat bukit kecil di sana.Di hadapannya berdiri berkacak pinggang seorang lelaki tinggi besar dengan tangan dan leher di penuhi dengan akar bahar sebagai hiasan.Birawa menatap tajam orang di hadapannya, belum sempat dia memberikan pertanyaan sebut suitan keras keluar dari mulut orang itu.
"Birawa lebih baik kamu menyerah, karena kekuasaan Ayahmu sudah berakhir, sekarang akulah yang menjadi Raja di sini!" seruan keras mengagetkan Birawa yang sedang melawan penyerangnya.Kepala Birawa langsung berputar menuju sumber suara, Dia cukup kaget melihat orang yang berteriak kepada dirinya."Adipati Arya ternyata kamu yang melakukan pengkhianatan kepada Kerajaan!" Birawa berkata dengan gigi bergeletakan menahan amarah."Tidak ada kata pengkhianat aku hanya membersihkan apa yang harus di bersihkan, sebaiknya kamu segera letakkan pedangmu karena kekuasaan Ayahmu sudah habis, aku akan memberikan kematian terbaik kepadamu!" ejek Adipati Arya dengan bibir tersenyum mengejek.Badan Birawa bergetar mendengar tawaran dari pimpinan pengkhianat yang merupakan Adipati kerajaan itu sendiri."Kamu akan merasakan pembalasan atas apa yang kamu lakukan, aku akan pastikan sendiri kematianmu!" bentak Birawa sambil mengembungkan pipinya menahan amarah."
Birawa membuka matanya yang terpejam, dia merasakan seluruh badannya sakit dan ngilu. Matanya yang mengerjap kesilauan karena cahaya yang berasal dari batu tempatnya berada. Birawa yang memandang berkeliling menyadari dia berada di sebuah ruangan yang tertutup kabut aneh."Apa aku sudah mati," gumam Birawa bingung.Birawa memandang berkeliling ternyata badannya terbaring di atas batu putih bercahaya dan mengeluarkan aroma seperti bau stanggi.Birawa mencoba bangkit sambil memperhatikan sekeliling ruangan berkabut tempatnya berada.Ketika berhasil duduk Birawa merasakan pertengahan dadanya terasa sangat sakit menekan-nekan membuat keringat sebesar biji jagung keluar dari kening Birawa."Apa yang terjadi dengan diriku, di mana aku berada sekarang?" gumam Birawa bingung.Walaupun pertengahan dadanya terasa sakit berdenyut, namun Birawa tetap memaksakan dirinya untuk beranjak dari batu putih tempatnya terbaring.Baru saja kaki Birawa akan
Birawa yang kaget begitu lolos dari serangan angin deras segera melompat berdiri, dia melihat tak jauh darinya berdiri seorang memakai topeng berwarna hitam yang tadi menyerangnya."Siapa kamu?, kenapa menyerangku?" tanya Birawa bingung."Kau tak usah banyak tanya sebab, hari ini kamu layak mampus di sini!" bentak suara orang itu mengagetkan Birawa.Dia melihat di depannya orang yang menggunakan topeng hitam itu menyerangnya dengan menggunakan tongkat bambu. Serangan yang di lakukan penyerang sangat cepat sehingga membuat Birawa kelabakan meladeninya.Setelah meladeni serangan sebanyak dua puluh jurus Birawa mengernyitkan keningnya sebab dia merasa kalau penyerang sepertinya tidak berniat membunuhnya."Mungkinkah ini Kakek Tapak Malaikat?" gumam Birawa yang menjadi bengong.Bukkk.... Bukkk...."Aaaaaa...."Aksi bengong Birawa berapa saat membuat badannya menjadi makanan tongkat penyerang sehingga tubuhnya menggelundung membentu
Si kakek tidak langsung menjawab pertanyaan Birawa, dia sebelumnya menarik napas panjang berapa kali."Zaman dahulu ada satu senjata yang di turunkan dari langit ke muka bumi, senjata itu awalnya di turunkan untuk memerangi kejahatan di muka bumi ketika kekuatan Iblis bangkit dan menguasai bumi, namun sebenarnya senjata tersebut mempunyai sisi yang berseberangan, senjata itu bisa di gunakan untuk apa saja tergantung siapa yang memegang senjata tersebut, kamu harus menemukan senjata itu sebelum senjata itu di temukan golongan hitam, senjata itu harus berada di tangan kamu untuk dipergunakan selayaknya yakni memerangi kejahatan," jelas Si Kakek dengan mata menerawang jauh."Senjata apa itu Kek, dan kemana aku dapat mencari senjata itu?" tanya Birawa kepada Si Kakek karena dari tadi tidak menyebutkan nama senjata yang dia maksud."Senjata itu berbentuk golok dengan nama Mandau yang kesemua bahannya berasal dari emas, namun Mandau itu seperti mempunyai nyawa dan jiw
Pohon yang ada di belakang Birawa terkelupas kulitnya karena terkena pukulan dari salah satu dari Golok Kematian. Merasakah kalau Birawa mempermainkannya membuat Golok Kematian mukanya menjadi merah padam menahan amarah.Dengan cepat kedua orang itu mencabut golok besar yang tergantung di pinggang mereka. tampaknya Golok Kematian tidak mau main-main lagi, kedua golok mereka menderu mengincar leher Birawa. Birawa yang tahu bahaya mengancam nyawanya dengan cepat menundukkan badannya, membuat dua golok yang mengincar lehernya lewat di atas kepalanya.Begitu terbebas dari serangan golok Birawa langsung berguling di tanah menjauh dari kedua lawan yang mengincar nyawanya. Begitu Birawa bangun golok dari sepasang Golok Kematian kembali menderu mengincar dada dan lehernya. Kali ini dengan cepat Birawa menundukkan badannya kemudian kedua tangannya dengan cepat dipukulkan pada pergelangan tangan kedua lawan.Krakkk!.... krakkkk!"Aaaaaa......""Aaaaaa......"
Rumah kedua orang bekas anak buah Birawa di Pasukan Khusus Kerajaan itu merupakan sebuah gubuk yang ada di pinggiran desa yang bernama Paldas. Mereka berdua tinggal di sana dan hidup sebagai petani sembari menyembunyikan identitas mereka yang pernah menjadi bagian Pasukan Khusus Kerajaan Bandar Agung."Minum dulu pangeran, beginilah keadaan kami sekarang," salah seorang yang bernama Yaksa menyuguhkan Birawa minuman."Terima kasih, namun aku sudah katakan jangan memanggilku pangeran karena akan bahaya kalau ada yang mendengarnya, sekarang aku memakai nama Tapak Malaikat," jawab Birawa sembari meraih gelas minuman."Tapi bagi kami, Raden tetap Pangeran," jawab yang bernama Arya sambil tersenyum."Tapak Malaikat, apakah tapak tangan Raden sekarang ada Malaikatnya?" Yaksa bertanya dengan lucu."Kita tak lebih dari pelarian dari penguasa sekarang jadi ada baiknya menyembunyikan siapa kita yang dahulu panggil saja Raden, oh ya bagaimana kalian bisa ada d