Si kakek tidak langsung menjawab pertanyaan Birawa, dia sebelumnya menarik napas panjang berapa kali.
"Zaman dahulu ada satu senjata yang di turunkan dari langit ke muka bumi, senjata itu awalnya di turunkan untuk memerangi kejahatan di muka bumi ketika kekuatan Iblis bangkit dan menguasai bumi, namun sebenarnya senjata tersebut mempunyai sisi yang berseberangan, senjata itu bisa di gunakan untuk apa saja tergantung siapa yang memegang senjata tersebut, kamu harus menemukan senjata itu sebelum senjata itu di temukan golongan hitam, senjata itu harus berada di tangan kamu untuk dipergunakan selayaknya yakni memerangi kejahatan," jelas Si Kakek dengan mata menerawang jauh.
"Senjata apa itu Kek, dan kemana aku dapat mencari senjata itu?" tanya Birawa kepada Si Kakek karena dari tadi tidak menyebutkan nama senjata yang dia maksud.
"Senjata itu berbentuk golok dengan nama Mandau yang kesemua bahannya berasal dari emas, namun Mandau itu seperti mempunyai nyawa dan jiwa, dia akan tahu apa yang diinginkan oleh si pemakainya, nama senjatanya adalah Mandau Bedong jika kamu menemukannya kamu harus meneteskan darahmu pada badannya sebagai segel penyatuan, di mana beradanya aku juga belum tahu sebab seumur hidupku belum berhasil melacak benda itu, namun aku yakin kamu akan berhasil menemukannya," jawab Si Kakek.
"Baik Kek, Aku akan berusaha keras untuk menemukan senjata yang Kakek maksud, bagaimanapun caranya," jawab Birawa sambil menunjukkan raut muka yang penuh keseriusan.
"Baiklah, sekarang kamu harus meninggalkan tempat ini," jawab Si Kakek kepada Birawa.
"Baik Kek," jawab Birawa yang langsung berdiri.
Mata Birawa berkaca-kaca menatap gurunya yang mendongak ke atas seperti menembus langit-lagit goa.
"Kek, apakah kita akan bertemu lagi?" tanya Birawa malu-malu.
"Birawa pertemuan merupakan takdir dari Sang Maha Agung, ketika terjadi perpisahan selalu ada harapan pertemuan, janganlah kamu merisaukan akan pertemuan, alam raya terkembang ini merupakan hamparan luas yang harus kamu terjemahkan dengan keadilan dan kedamaian, perpisahan bukan akhir dari setiap langkah namun merupakan awal dari setiap harapan, suatu saat jika Sang Maha Tunggal menuliskan kita bertemu maka tidak ada yang mampu menahannya kita pasti bertemu, sekarang kamu persiapkan dirimu dunia luar memerlukan Darma Baktimu," jawab Si Kakek dengan pandangan mata menerawang.
"Baik Kek, murid mohon undur diri," jawab Birawa sambil menunduk tiga kali di hadapan Si Kakek.
Birawa yang sudah berada di ujung jalan yang menuju Goa Srigala, setelah membungkuk berapa kali ke arah goa baru dia melesat pergi dari sana.
*****
Birawa yang sudah berjalan selama setengah hari dari Goa Srigala dengan santai memasuki sebuah perkampungan, matanya tiada henti memperhatikan sekitar jalan sebab sudah lebih dari setahun dia tidak menikmati suasana di luar seperti ini.
Birawa menggunakan pakaian hitam-hitam di kepalanya terdapat topi lebar yang menutupi wajahnya untuk menyembunyikan jati diri yang sebenarnya, dengan santai Birawa memasuki sebuah warung makan yang terletak di tengah dusun itu.
"Maaf pak tua, apakah nama desa ini merupakan Desa Rejosari?" tanya Birawa kepada pemilik warung.
"Benar Den, sepertinya Aden dari jauh makanya tidak mengenal desa ini, kalau boleh tahu kemana tujuan aden?" tanya pemilik tempat makan yang berumur kira-kira lima puluh tahun itu ramah.
"Aku hanya pengelana Pak, kebetulan lewat wilayah ini, aku berencana untuk mengunjungi saudaraku yang ada di daerah Kertajaya," jawab Birawa lagi dengan sopan.
"Ohhhh... kalau begitu masih sangat jauh perjalanan Aden sebab daerah itu ada di ujung kerajaan ini." Orang tua itu berkata ramah sambil menyusun makanan dagangannya.
"Iya Pak, makasih," jawab Birawa sopan.
Setelah memesan makanan sengaja Birawa memilih duduk di salah satu bangku yang kosong. Birawa mengedarkan pandangannya berkeliling tempat makan itu, di dalam warung itu tidak terlalu ramai ada sekitar lima orang pengunjung sehingga bangku masih banyak kosong.
Birawa memperhatikan diam-diam pengunjung di sana, dua orang nampaknya orang rimba persilatan mereka mengenakan pakaian berwarna merah dengan kain dililitkan di pinggang sementara itu golok besar tergantung di pinggang masing-masing.
Sementara itu ada satu orang wanita yang makan dengan lahap tanpa memperhatikan sekitarnya. Di bangku yang lain hanya diisi oleh dua orang anak muda, dilihat dari penampilannya nampaknya dua pemuda itu merupakan penduduk asli daerah ini.
Birawa dengan santai menyantap makanannya, tanpa memperdulikan lagi orang-orang yang ada di dalam warung itu. Dua orang yang membawa golok besar itu dari tadi memperhatikan Birawa, Birawa bukannya tidak tahu namun dia sengaja pura-pura tidak melihatnya dengan terus menyantap makanannya.
Sebelum Birawa keluar dari warung makan itu dua orang yang membekal golok setelah berbisik-bisik sebentar mendahului Birawa keluar dari tempat makan itu.
"Hati-hati Den, aku lihat dua orang yang sudah keluar tadi memperhatikan Aden terus, apa Aden mempunyai masalah dengan mereka, kalau punya masalah lebih baik menghindar sebab dua orang itu bukan orang baik-baik," ingat pemilik warung ketika Birawa membayar makananan.
"Rasanya tidak ada Pak, sebab melihat dan bertemu merekapun baru kali ini, memang mereka itu siapa sebenarnya Pak?" tanya Birawa penasaran mendengar pemilik warung sangat takut ketika membicarakan dua orang itu.
"Dua orang itu merupakan Rampok yang terkenal di daerah ini, mereka merupakan anak buah Warok Abang mereka biasa beroperasi di sekitar Lubuk Menggan, kalau tak salah dua orang itu merupakan anggota yang di kenal dengan nama Golok Kematian," jelas orang tua itu lagi.
"Iya pak aku akan berhati-hati, terima kasih atas peringatannya," jawab Birawa yang segera keluar dari warung itu.
Ketika Birawa keluar dari warung makan itu dari samping warung Birawa melihat ada beberapa pergerakan, namun dia cuek saja dan pura-pura tidak tahu sambil meningkatkan kewaspadaan.
Birawa terus saja berjalan menuju ujung Desa Rejosari untuk terus melangkah menunju Wilayah Kertajaya.
"Berhenti!" teriakan menggelegar ketika Birawa sampai di ujung Desa Rejosari.
Birawa menoleh ke sumber suara yang membentaknya, di sana Birawa melihat ternyata dua orang lelaki yang ada di warung makan tadi yang menghadangnya.
Dua orang itu yakni dua orang lelaki yang mengenakan pakaian serba merah dengan golok besar tergantung di pinggang masing-masing. Birawa melihat kedua orang itu melangkah mendekatinya dengan tatapan menyeringai untuk menakuti dirinya.
"Maaf tuan, ada apa menghentikan langkahku?" tanya Birawa sopan.
"Kamu akan menuju Wilayah Kertajaya bukan?" tanya salah satu orang dari Golok Kematian.
"Iya tuan, kira-kira ada apa Tuan?" tanya Birawa pura-pura ketakutan.
"Kamu tidak boleh menuju ke sana!" bentak orang itu dengan suara sengaja diseramkan untuk membuat Birawa takut.
"Kenapa aku tidak boleh menuju kesana tuan?" tanya Birawa dengan kepala sedikit menunduk.
"Karena kamu akan melewati kawasan yang kami miliki, kecuali...." Orang itu kembali berkata dengan tatapan tajam ke arah Birawa.
"Kecuali apa tuan?" tanya Birawa lagi.
"Kecuali kamu menyerahkan barang yang kamu bawa kepada kami, baru kamu bisa lewat dari wilayah kami!" hardik orang itu lagi.
"Jangan tuan..." jawab Birawa dengan suara sengaja di buat memelas.
"Kalu begitu kamu akan menyesal."
orang itu berkata sembari melangkah ke dekat Birawa, Birawa yang pura-pura takut sengaja melangkah mundur sampai badannya tertahan di sebatang pohon.
"Kamu tidak akan bisa pergi dari sini, jadi jangan membantah, lebih baik kamu serahkan barang yang kamu bawa!" hardik orang itu lagi.
Dengan kasar tangan salah satu dari Golok Kematian mencengkram ke arah Birawa.
Birawa yang terpojok ke dekat sebatang pohon dengan cepat menunduk menghindari cengkraman itu sehingga membuat tangan yang sedang mencengkramnya melewati atas badannya dan mengenai pohon di belakang Birawa.
"Kurang ajar, kamu akan menyesal karena berani membantah kemauan kami!" hardik orang itu dengan kesal.
Dengan cepat orang yang tadi akan mencengkram Birawa menggerakkan tangannya untuk memukul ke arah dada Birawa.
Birawa melihat pukulan itu pura-pura tersandung yang membuat pukulan tersebut lolos dari badannya dan mengenai pohon yang ada di belakang tubuhnya.
Brasss!
#######
Pohon yang ada di belakang Birawa terkelupas kulitnya karena terkena pukulan dari salah satu dari Golok Kematian. Merasakah kalau Birawa mempermainkannya membuat Golok Kematian mukanya menjadi merah padam menahan amarah.Dengan cepat kedua orang itu mencabut golok besar yang tergantung di pinggang mereka. tampaknya Golok Kematian tidak mau main-main lagi, kedua golok mereka menderu mengincar leher Birawa. Birawa yang tahu bahaya mengancam nyawanya dengan cepat menundukkan badannya, membuat dua golok yang mengincar lehernya lewat di atas kepalanya.Begitu terbebas dari serangan golok Birawa langsung berguling di tanah menjauh dari kedua lawan yang mengincar nyawanya. Begitu Birawa bangun golok dari sepasang Golok Kematian kembali menderu mengincar dada dan lehernya. Kali ini dengan cepat Birawa menundukkan badannya kemudian kedua tangannya dengan cepat dipukulkan pada pergelangan tangan kedua lawan.Krakkk!.... krakkkk!"Aaaaaa......""Aaaaaa......"
Rumah kedua orang bekas anak buah Birawa di Pasukan Khusus Kerajaan itu merupakan sebuah gubuk yang ada di pinggiran desa yang bernama Paldas. Mereka berdua tinggal di sana dan hidup sebagai petani sembari menyembunyikan identitas mereka yang pernah menjadi bagian Pasukan Khusus Kerajaan Bandar Agung."Minum dulu pangeran, beginilah keadaan kami sekarang," salah seorang yang bernama Yaksa menyuguhkan Birawa minuman."Terima kasih, namun aku sudah katakan jangan memanggilku pangeran karena akan bahaya kalau ada yang mendengarnya, sekarang aku memakai nama Tapak Malaikat," jawab Birawa sembari meraih gelas minuman."Tapi bagi kami, Raden tetap Pangeran," jawab yang bernama Arya sambil tersenyum."Tapak Malaikat, apakah tapak tangan Raden sekarang ada Malaikatnya?" Yaksa bertanya dengan lucu."Kita tak lebih dari pelarian dari penguasa sekarang jadi ada baiknya menyembunyikan siapa kita yang dahulu panggil saja Raden, oh ya bagaimana kalian bisa ada d
"Aku belum bisa memastikan ada apa di sana kalau kalian ingin bergabung denganku aku hanya bisa mengatakan kalau di sana ada sesuatu yang sangat penting, tapi ingat satu hal aku tidak bisa menjanjikan kesenangan buat kalian namun yang pasti kalau kalian bergabung kita akan mengalami perjuangan yang berdarah-darah," jawab Birawa dengan pandangan mata tajam ke arah dua orang yang ada di hadapannya.Arya dan Yaksa nampak diam mereka menatap Birawa dengan pandangan mata tajam sebelum kemudian mereka berpandangan satu sama lain."Sewaktu bergabung di Pasukan Khusus kita sudah di sumpah bahwa satu sama lain adalah saudara bagi kita, penderitaan satu orang adalah penderitaan yang lain, baiklah kami akan bergabung dengan tuan apapun yang akan kita dapatkan," jawab Arya dengan yakin."Baiklah sekarang apa rencana selanjutnya?" tanya Yaksa dengan pandangan mata berapi-api."Sebelumnya kita menuju ke Wilayah Kertajaya dahulu karena ada orang penting yang harus kita
Mendengar suitan itu membuat Birawa bersama Arya dan Yaksa menjadi siaga."Sepertinya tuan rumah menyambut kedatangan kita." Birawa berkata kepada Arya dan Yaksa.Dari sekeliling mereka kemudian melesat sekitar sepuluh orang yang berwajah sangar langsung mengepung mereka dengan senjata teracung."Siapa kalian yang berani memasuki Kawasan Warok Abang ini?!" bentak salah satu orang yang sepertinya pimpinan rombongan itu."Maaf tuan kami hanya pengembara yang tidak sengaja melewati kawasan ini," jawab Birawa santai menghadapi para pengepung."Apapun alasan kalian, sekali memasuki kawasan ini maka kalian harus menanggalkan nyawa masing-masing!" bentak orang itu lagi.Diawali satu teriakan kemudian berserabutanlah sepuluh orang yang mengepung mereka menyerang dengan senjata masing-masing setelah sebelumnya mendapat kode dari pimpinannya.Birawa bersama Arya dan Yaksa berjibaku melawan orang-orang yang mengepung mereka, ketiga orang itu buk
"Kenapa melakukan itu tuan?" tanya Yaksa tak percaya melihat kejadian itu. "Pimpinan mereka Warok Abang ini terkenal karena kejam, jadi kita harus memainkan pikirannya dan menunjukkan kalau kita bisa lebih kejam dari pada dirinya," jawab Birawa sambil menyeringai. "Namun mengapa orang itu dilepas, bukankah lebih baik kalau tadi langsung di bunuh," protes Arya juga tak terima apa yang dilakukan oleh Birawa. "Membunuhnya itu sangat mudah, namun Warok Abang masih akan mencari dan membunuh kita, jadi kita biarkan orang itu hidup namun kondisinya cacat supaya dia bisa menyampaikan pesan dan memberikan peringatan kepada warok pimpinannya, dan agar warok itu tahu siapa kita, hari sudah siang aku yakin markas mereka ada di tengah hutan ini jadi kita harus buru-buru supaya tidak kemalaman di hutan ini," jelas Birawa lagi. Tanpa bertanya lagi Arya dan Yaksa akhirnya berjalan mengikuti langkah Birawa yang terus memasuki hutan rimba yang lebat. Setelah berjalan s
Melihat semua anak buahnya tidak ada yang berdaya menahan serangan Birawa membuat Warok Abang mukanya merah padam dengan kumisnya bergerak-gerak menahan amarah. "Haram jadah, kamu harus mampus hari ini!" bentak Sang Warok dengan sorot mata tajam. Bersamaan dengan bentakannya, tubuhnya melesat ringan berdiri di hadapan Birawa. Melihat gerakan yang di lakukan oleh lawan membuat Birawa bisa mengukur seperti apa ketinggian ilmu yang di miliki lawan. "Kau tidak layak mendapat pengampunan!" hardik Warok Abang dengan muka merah padam. "Aku juga tidak meminta pengampunan kamu," jawab Birawa dengan senyum mengejek di bibirnya. Lawan yang sudah dilanda emosi langsung menerjang Birawa menggunakan golok besar yang ada di tangannya. Birawa menyambut serangan lawan dengan menggunakan pedang yang berlumuran darah bekas darah anak buah Warok Abang sendiri. Trangggg! Benturan kedua senjata menimbulkan suara berdentrang memercikkan kembang api.
Birawa dengan cepat berlutut sambil tangannya bertumpuh pada pedang besar yang ada di tangannya. "Aku harus berusaha mendekatinya, kalau memungkinkan aku harus kebelakang tubuhnya karena pada bagian itu aku melihat tidak dilindungi angin jurus ini," gumam Birawa. Birawa menancapkan golok di tangannya ke tanah sampai sebatas gagang golok supaya tidak terseret angin jurus Warok tersebut. Rahang Birawa mengembung menahan napas sekeras mungkin kemudian mulutnya berteriak lantang. "Langkah Malaikat....!" Birawa berteriak dengan lantang memenuhi tempat itu. Setelah berteriak lantang dengan kecepatan kilat tubuhnya bergerak zigzag menghindari angin dari jurus yang di lepaskan Warok Abang. Hanya sekitar berapa tarikan napas, Birawa sudah mengambang di belakang tubuh Warok Abang. "Kau akan mampus warok!" bentak Birawa dari belakang tubuh Warok Abang. Warok Abang yang kaget melihat lawan mampu menyusup ke belakangnya dengan cepat berusaha berbal
"Kurang tahu tuan," jawab Yaksa. "Tuan, biarkan aku melihat kesana dan mengetahu apa yang terjadi," Arya berkata kepada Birawa. Birawa tidak menjawab dia hanya menganggukkan kepalanya pertanda mengerti apa yang di katakan oleh Arya. Arya yang pergi dari sana tidak lama kemudian dia sudah kembali melaporkan apa yang di lihatnya kepada Birawa. "Tuan, di sana mereka melihat poster buronan, namun tuan pasti kaget melihat siapa buronan yang mereka cari, ini tuan aku tadi sempat merobek gambar yang di tempelkan di sana," jawab Arya sambil menyodorkan gambar yang dia ambil di tempat makan yang ada di depan penginapan. Begitu melihat gambar yang di sodorkan Arya terlihat Birawa tersentak karena rasa kagetnya. "Paman Jayanegara..." desis Birawa tidak percaya. Yaksa yang juga kaget mendengar desisan dari Birawa langsung merebut gambar buronan itu dan memperhatikan dengan seksama. Sejenak kemudian wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekage