Melihat semua anak buahnya tidak ada yang berdaya menahan serangan Birawa membuat Warok Abang mukanya merah padam dengan kumisnya bergerak-gerak menahan amarah.
"Haram jadah, kamu harus mampus hari ini!" bentak Sang Warok dengan sorot mata tajam.
Bersamaan dengan bentakannya, tubuhnya melesat ringan berdiri di hadapan Birawa. Melihat gerakan yang di lakukan oleh lawan membuat Birawa bisa mengukur seperti apa ketinggian ilmu yang di miliki lawan.
"Kau tidak layak mendapat pengampunan!" hardik Warok Abang dengan muka merah padam.
"Aku juga tidak meminta pengampunan kamu," jawab Birawa dengan senyum mengejek di bibirnya.
Lawan yang sudah dilanda emosi langsung menerjang Birawa menggunakan golok besar yang ada di tangannya. Birawa menyambut serangan lawan dengan menggunakan pedang yang berlumuran darah bekas darah anak buah Warok Abang sendiri.
Trangggg!
Benturan kedua senjata menimbulkan suara berdentrang memercikkan kembang api.
Birawa dengan cepat berlutut sambil tangannya bertumpuh pada pedang besar yang ada di tangannya. "Aku harus berusaha mendekatinya, kalau memungkinkan aku harus kebelakang tubuhnya karena pada bagian itu aku melihat tidak dilindungi angin jurus ini," gumam Birawa. Birawa menancapkan golok di tangannya ke tanah sampai sebatas gagang golok supaya tidak terseret angin jurus Warok tersebut. Rahang Birawa mengembung menahan napas sekeras mungkin kemudian mulutnya berteriak lantang. "Langkah Malaikat....!" Birawa berteriak dengan lantang memenuhi tempat itu. Setelah berteriak lantang dengan kecepatan kilat tubuhnya bergerak zigzag menghindari angin dari jurus yang di lepaskan Warok Abang. Hanya sekitar berapa tarikan napas, Birawa sudah mengambang di belakang tubuh Warok Abang. "Kau akan mampus warok!" bentak Birawa dari belakang tubuh Warok Abang. Warok Abang yang kaget melihat lawan mampu menyusup ke belakangnya dengan cepat berusaha berbal
"Kurang tahu tuan," jawab Yaksa. "Tuan, biarkan aku melihat kesana dan mengetahu apa yang terjadi," Arya berkata kepada Birawa. Birawa tidak menjawab dia hanya menganggukkan kepalanya pertanda mengerti apa yang di katakan oleh Arya. Arya yang pergi dari sana tidak lama kemudian dia sudah kembali melaporkan apa yang di lihatnya kepada Birawa. "Tuan, di sana mereka melihat poster buronan, namun tuan pasti kaget melihat siapa buronan yang mereka cari, ini tuan aku tadi sempat merobek gambar yang di tempelkan di sana," jawab Arya sambil menyodorkan gambar yang dia ambil di tempat makan yang ada di depan penginapan. Begitu melihat gambar yang di sodorkan Arya terlihat Birawa tersentak karena rasa kagetnya. "Paman Jayanegara..." desis Birawa tidak percaya. Yaksa yang juga kaget mendengar desisan dari Birawa langsung merebut gambar buronan itu dan memperhatikan dengan seksama. Sejenak kemudian wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekage
Dengan cepat dan gerakan ringan Birawa yang di ikuti oleh Yaksa dan Arya melesat cepat menuju sumber suara. Ketika sampai di tempat asal suara yang jaraknya hanya si pisahkan dengan tempat mereka berada tadi, mereka melihat dua orang sedang berkelahi satu lawan satu, sementara satu orang tersender lemah pada sebatang pohon, Birawa hanya sekali lihat segera mengenali orang yang tersender di batang pohon yang tak jauh dari mereka berada. Birawa yang memperhatikan dengan seksama perkelahian yang terjadi langsung menyadari jika anak buah Jayanegara akan mengalami kekalahan, namun baru saja Birawa menoleh ke samping untuk memberi tahu kedua sahabatnya, tapi kedua orang itu sudah lebih dahulu melesat dengan cepat ke kancah perkelahian guna membantu orang yang sudah mulai kewalahan. Melihat Arya dan Yaksa sudah lebih dahulu menerjang ke tengah pertarungan dengan gerakan yang ringan Birawa segera langsung mendekati Jayanegara yang sedang tersender lesu. "Birawa , kam
Mendengar bentakan keras dari arah depan pondok, Birawa langsung menoleh Arya dan Yaksa untuk memberi tanda. "Kalian cepat pergi dari sini lewat pintu belakang, aku akan meladeni orang-orang yang baru datang itu!" perintah Birawa kepada Yaksa dan Arya. Mendengar perintah Birawa tanpa menunggu Arya dan Yaksa dengan cepat langsung membawa Jayanegara keluar lewat belakang pondok tempat mereka berada, sementara Birawa keluar pondok dari pintu depan untuk mengalihkan perhatian. "Siapa kalian, main teriak-teriak saja mengganggu orang istirahat!" bentak Birawa kepada orang-orang yang berdiri di depan pondok itu. Birawa melihat di depan pondok ada tiga orang yang berdiri dengan cara berkacak pinggang. Birawa yang berdiri di dekat tangga pondok tahu kalau selain tiga orang itu, di tempat itu juga ada orang lain setidaknya dua orang yang lagi yang bersembunyi di dalam semak. "Kau jangan pura-pura lekas serahkan Jayanegara kepada kami!" bentak salah satu
Dua lawan yang terkena hantaman tongkat bambu pada kepalanya langsung berkelonjotan kemudian diam tak berkutik. Sementara satu orang yang tadi hanya terserempet tongkat bambu berdiri dengan muka pucat, matanya terbelalak tak menyangka dengan apa yang dialami kawannya. Birawa berdiri menatap satu orang yang tersisa, tongkat bambu yang menjadi senjatanya dia sandarkan di bahu seperti memikul sesuatu. "Aku tidak mau membunuh kalian, namun kalian membuatku jadi gatal tangan, sekarang lebih baik kamu pergi dari sini mumpung aku berbaik hati!" hardim Birawa berkata kepada satu lawan tersisa yang bersandar pada sebatang pohon dengan muka pucat. "Kau akan menyesal, aku pastikan masalah ini tidak selesai di sini, aku akan membuat perhitungan dengan kamu!" geram satu orang lawan tersisa dengan suara bergetar menahan dendam yang tumbuh di matanya. "Masalah menyesal biar aku pikirkan nanti, sekarang juga kamu pergi dari sini, dan kamu perlu ingat jika suatu saat mencarik
Gubuk di belakang Birawa yang tadi berdiri gagah hancur terkena angin serangan Datuk Kalimayat. Birawa yang tadi sempat menjatuhkan dirinya ketanah bangkit berdiri merasa tengkuknya dingin melihat pondok itu hancur berkeping-keping karena terkena pukulan Datuk Kalimayat. "Kau cukup beruntung bisa menghindari seranganku," ujar Datuk Kalimayat kepada Birawa dengan seringai menyeramkan dan sorot mata yang dingin. Setelah berkata seperti itu dengan cepat Datuk Kalimayat kembali menyerang Birawa, kali ini datuk yang bertubuh bongkok itu menyerang dengan cepat mengincar dada dan leher Birawa. Birawa yang tahu bagaimana dahsyatnya serangan dari orang tua itu langsung meladeni dengan jurus yang dia dapat dari Kakek Tapak Malaikat yakni sebuah jurus bernama Malaikat Menghancur Petaka. Gerakan cepat dari jurus yang dimainkan Birawa mampu meladeni serangan mematikan dari Datuk Kalimayat. Selanjutnya ketika si datuk kembali menyerang dada dan lehernya, dengan gerakan cep
Si Kakek menatap nenek di sampingnya seakan tak percaya pada apanyang ditanyakan wanita tua itu. "Apa kamu tidak memperhatikan jurus yang di mainkan pemuda tadi?" tanya Si Kakek lagi. "Apa maksudmu?" Tanya Si Nenek tidak paham. "Aku yakin jurus yang di mainkan pemuda tadi merupakan jurus dari Tapak Malaikat, anak itu pasti ada kaitannya dengan orang tua yang sudah menghilang puluhan tahun silam," jawab Si Kakek dengan yakin. "Kalau begitu kita harus memastikannya, kemana dia pergi, oh ya ke arah sana," tunjuk Si Nenek berkata sambil menunjuk ke arah Birawa pergi. Si kakek melihat nenek itu melesat meninggalkan tempat itu hanya geleng-geleng kepala saja. "Dasar nenek-nenek, masih seperti dulu tanpa perhitungan," rutuk Si Kakek. Kemudian dengan cepat Si Kakek melesat pergi meninggalkan tempat itu menyusul arah yang diambil lebih dahulu oleh si Nenek. ******* Birawa yang baru sampai di batas desa melihat Yaksa dan Arya men
Birawa bersama Arya dan Yaksa terkejut mendengar teguran yang dilayangkan pada mereka itu. Mereka melihat tidak jauh dari mereka di sisi jalan duduk seorang tua berbaju rombeng penuh tambalan dengan tangan tiada henti memainkan uang kepeng di tangannya. Sebentar uang kepeng itu dia lempar ke udara, kemudian uang yang di lempar ke udara itu dia tangkap dengan tangannya. Walaupun badannya menghadap ke arah Birawa dan kawan-kawan, namun ekor matanya menatap ke arah lain. Meskipun suasana remang-remang tapi Birawa bisa melihat jelas mata orang itu, melihat mata orang itu membuat Birawa tersentak. Dia tahu orang yang sekarang ada di hadapannya tak lain merupakan tokoh sakti berwatak aneh yang di kenal dengan julukan Pengemis Bukit Rarata. Birawa yang tahu siapa tokoh itu dengan cepat membungkukkan badannya di depan orang yang sedang duduk menjaplok di tanah itu. "Kakek Pengemis Bukit Rarata, maafkan kami yang tidak tahu tingginya gunung di depan mata