Rumah kedua orang bekas anak buah Birawa di Pasukan Khusus Kerajaan itu merupakan sebuah gubuk yang ada di pinggiran desa yang bernama Paldas. Mereka berdua tinggal di sana dan hidup sebagai petani sembari menyembunyikan identitas mereka yang pernah menjadi bagian Pasukan Khusus Kerajaan Bandar Agung.
"Minum dulu pangeran, beginilah keadaan kami sekarang," salah seorang yang bernama Yaksa menyuguhkan Birawa minuman.
"Terima kasih, namun aku sudah katakan jangan memanggilku pangeran karena akan bahaya kalau ada yang mendengarnya, sekarang aku memakai nama Tapak Malaikat," jawab Birawa sembari meraih gelas minuman.
"Tapi bagi kami, Raden tetap Pangeran," jawab yang bernama Arya sambil tersenyum.
"Tapak Malaikat, apakah tapak tangan Raden sekarang ada Malaikatnya?" Yaksa bertanya dengan lucu.
"Kita tak lebih dari pelarian dari penguasa sekarang jadi ada baiknya menyembunyikan siapa kita yang dahulu panggil saja Raden, oh ya bagaimana kalian bisa ada di desa ini?" tanya Birawa kepada kedua bekas prajurit khusus itu.
"Pada saat terjadinya kemelut kami berusaha mati-matian bertempur, namun ketika kami merangsek masuk saat itulah kami melihat Pangeran tumbang setelah terkena sebuah asap aneh, di samping itu kami melihat kawan-kawan yang lain juga sudah tumbang, merasa tidak ada peluang untuk menang kami berdua dengan membawa tubuh penuh luka melarikan diri dari sana, cukup lama kami bersembunyi di hutan sambil menyembuhkan luka kami begitu kami keluar dari hutan, kami mendapati keluarga kita sudah di hancurkan dan kita semua menjadi buronan, tak ada pilihan lain kami menjauh dari ibu kota dan menetap di sini menyamar sebagai petani, sambil mencari informasi mengenai teman-teman yang lain, sampai tadi ketika kami mencari kayu bakar kami melihat Pangeran berkelahi dengan dua orang itu, melihat muka tuan kami menjadi yakin kalau itu diri pangeran yang masih hidup," jelas Yaksa.
"Perjuangan yang kalian alami berat juga, tapi untuk sekarang jangan ulangi memanggilku dengan Pangeran, panggil saja aku dengan Raden atau Aden atau kalian bisa memanggilku Tuan," jawab Birawa dengan pandangan mata menerawang melihat penderitaan kedua orang di hadapannya.
"Sebaliknya Pangeran ehhh... Raden sendiri bagaimana bisa selamat sebab kami melihat di pertarungan kalau Raden tumbang di tangan musuh?" tanya Arya penasaran.
"Pada saat itu aku merasakan tubuhku lemas dengan pandangan hitam, yang ternyata aku terkena racun ketika aku tumbang tersebut aku di selamatkan satu orang yang mengobatiku, setelah sembuh aku baru keluar dan akhirnya bertemu dengan kalian," jawab Birawa yang merahasiakan kalau dia di selamatkan oleh Tapak Malaikat yang namanya kini dia pakai.
"Raja yang sekarang sangat lalim, sebenarnya rakyat sudah tidak tahan namun rakyat tidak punya kekuatan untuk melakukan perlawanan." Yaksa berkata sambil mengepalkan tangannya.
"Tahan dulu emosi kamu, ada tempatnya nanti buat menyalurkannya namun selama ini apakah kalian ada menyerap informasi masih adakah kawan-kawan yang hidup selain kita?" tanya Birawa.
"Kami belum mendapat informasi, sejauh ini baru Tuan yang bisa kami temui," jawab Arya.
"Sekarang apa yang tuan rencanakan kedepannya?" tanya Yaksa kepada Birawa.
"Aku akan menuju ke Kertajaya, jika kalian berkenan aku ingin mengajak kalian berdua bergabung denganku," jawab Birawa kepada bekas prajurit itu.
"Apa yang akan tuan lakukan di sana?" tanya Arya penasaran.
"Yang pasti ada tugas yang harus diselesaikan supaya rakyat tidak menderita lagi untuk itulah aku perlu tenaga kalian," jawab Birawa.
"Apakah di sana ada sisa kawan-kawan kita yang masih hidup?" tanya Yaksa.
Birawa terdiam dan menatap dua orang bekas prajurit yang dulu selalu berada di sampingnya itu.
######
"Aku belum bisa memastikan ada apa di sana kalau kalian ingin bergabung denganku aku hanya bisa mengatakan kalau di sana ada sesuatu yang sangat penting, tapi ingat satu hal aku tidak bisa menjanjikan kesenangan buat kalian namun yang pasti kalau kalian bergabung kita akan mengalami perjuangan yang berdarah-darah," jawab Birawa dengan pandangan mata tajam ke arah dua orang yang ada di hadapannya.Arya dan Yaksa nampak diam mereka menatap Birawa dengan pandangan mata tajam sebelum kemudian mereka berpandangan satu sama lain."Sewaktu bergabung di Pasukan Khusus kita sudah di sumpah bahwa satu sama lain adalah saudara bagi kita, penderitaan satu orang adalah penderitaan yang lain, baiklah kami akan bergabung dengan tuan apapun yang akan kita dapatkan," jawab Arya dengan yakin."Baiklah sekarang apa rencana selanjutnya?" tanya Yaksa dengan pandangan mata berapi-api."Sebelumnya kita menuju ke Wilayah Kertajaya dahulu karena ada orang penting yang harus kita
Mendengar suitan itu membuat Birawa bersama Arya dan Yaksa menjadi siaga."Sepertinya tuan rumah menyambut kedatangan kita." Birawa berkata kepada Arya dan Yaksa.Dari sekeliling mereka kemudian melesat sekitar sepuluh orang yang berwajah sangar langsung mengepung mereka dengan senjata teracung."Siapa kalian yang berani memasuki Kawasan Warok Abang ini?!" bentak salah satu orang yang sepertinya pimpinan rombongan itu."Maaf tuan kami hanya pengembara yang tidak sengaja melewati kawasan ini," jawab Birawa santai menghadapi para pengepung."Apapun alasan kalian, sekali memasuki kawasan ini maka kalian harus menanggalkan nyawa masing-masing!" bentak orang itu lagi.Diawali satu teriakan kemudian berserabutanlah sepuluh orang yang mengepung mereka menyerang dengan senjata masing-masing setelah sebelumnya mendapat kode dari pimpinannya.Birawa bersama Arya dan Yaksa berjibaku melawan orang-orang yang mengepung mereka, ketiga orang itu buk
"Kenapa melakukan itu tuan?" tanya Yaksa tak percaya melihat kejadian itu. "Pimpinan mereka Warok Abang ini terkenal karena kejam, jadi kita harus memainkan pikirannya dan menunjukkan kalau kita bisa lebih kejam dari pada dirinya," jawab Birawa sambil menyeringai. "Namun mengapa orang itu dilepas, bukankah lebih baik kalau tadi langsung di bunuh," protes Arya juga tak terima apa yang dilakukan oleh Birawa. "Membunuhnya itu sangat mudah, namun Warok Abang masih akan mencari dan membunuh kita, jadi kita biarkan orang itu hidup namun kondisinya cacat supaya dia bisa menyampaikan pesan dan memberikan peringatan kepada warok pimpinannya, dan agar warok itu tahu siapa kita, hari sudah siang aku yakin markas mereka ada di tengah hutan ini jadi kita harus buru-buru supaya tidak kemalaman di hutan ini," jelas Birawa lagi. Tanpa bertanya lagi Arya dan Yaksa akhirnya berjalan mengikuti langkah Birawa yang terus memasuki hutan rimba yang lebat. Setelah berjalan s
Melihat semua anak buahnya tidak ada yang berdaya menahan serangan Birawa membuat Warok Abang mukanya merah padam dengan kumisnya bergerak-gerak menahan amarah. "Haram jadah, kamu harus mampus hari ini!" bentak Sang Warok dengan sorot mata tajam. Bersamaan dengan bentakannya, tubuhnya melesat ringan berdiri di hadapan Birawa. Melihat gerakan yang di lakukan oleh lawan membuat Birawa bisa mengukur seperti apa ketinggian ilmu yang di miliki lawan. "Kau tidak layak mendapat pengampunan!" hardik Warok Abang dengan muka merah padam. "Aku juga tidak meminta pengampunan kamu," jawab Birawa dengan senyum mengejek di bibirnya. Lawan yang sudah dilanda emosi langsung menerjang Birawa menggunakan golok besar yang ada di tangannya. Birawa menyambut serangan lawan dengan menggunakan pedang yang berlumuran darah bekas darah anak buah Warok Abang sendiri. Trangggg! Benturan kedua senjata menimbulkan suara berdentrang memercikkan kembang api.
Birawa dengan cepat berlutut sambil tangannya bertumpuh pada pedang besar yang ada di tangannya. "Aku harus berusaha mendekatinya, kalau memungkinkan aku harus kebelakang tubuhnya karena pada bagian itu aku melihat tidak dilindungi angin jurus ini," gumam Birawa. Birawa menancapkan golok di tangannya ke tanah sampai sebatas gagang golok supaya tidak terseret angin jurus Warok tersebut. Rahang Birawa mengembung menahan napas sekeras mungkin kemudian mulutnya berteriak lantang. "Langkah Malaikat....!" Birawa berteriak dengan lantang memenuhi tempat itu. Setelah berteriak lantang dengan kecepatan kilat tubuhnya bergerak zigzag menghindari angin dari jurus yang di lepaskan Warok Abang. Hanya sekitar berapa tarikan napas, Birawa sudah mengambang di belakang tubuh Warok Abang. "Kau akan mampus warok!" bentak Birawa dari belakang tubuh Warok Abang. Warok Abang yang kaget melihat lawan mampu menyusup ke belakangnya dengan cepat berusaha berbal
"Kurang tahu tuan," jawab Yaksa. "Tuan, biarkan aku melihat kesana dan mengetahu apa yang terjadi," Arya berkata kepada Birawa. Birawa tidak menjawab dia hanya menganggukkan kepalanya pertanda mengerti apa yang di katakan oleh Arya. Arya yang pergi dari sana tidak lama kemudian dia sudah kembali melaporkan apa yang di lihatnya kepada Birawa. "Tuan, di sana mereka melihat poster buronan, namun tuan pasti kaget melihat siapa buronan yang mereka cari, ini tuan aku tadi sempat merobek gambar yang di tempelkan di sana," jawab Arya sambil menyodorkan gambar yang dia ambil di tempat makan yang ada di depan penginapan. Begitu melihat gambar yang di sodorkan Arya terlihat Birawa tersentak karena rasa kagetnya. "Paman Jayanegara..." desis Birawa tidak percaya. Yaksa yang juga kaget mendengar desisan dari Birawa langsung merebut gambar buronan itu dan memperhatikan dengan seksama. Sejenak kemudian wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekage
Dengan cepat dan gerakan ringan Birawa yang di ikuti oleh Yaksa dan Arya melesat cepat menuju sumber suara. Ketika sampai di tempat asal suara yang jaraknya hanya si pisahkan dengan tempat mereka berada tadi, mereka melihat dua orang sedang berkelahi satu lawan satu, sementara satu orang tersender lemah pada sebatang pohon, Birawa hanya sekali lihat segera mengenali orang yang tersender di batang pohon yang tak jauh dari mereka berada. Birawa yang memperhatikan dengan seksama perkelahian yang terjadi langsung menyadari jika anak buah Jayanegara akan mengalami kekalahan, namun baru saja Birawa menoleh ke samping untuk memberi tahu kedua sahabatnya, tapi kedua orang itu sudah lebih dahulu melesat dengan cepat ke kancah perkelahian guna membantu orang yang sudah mulai kewalahan. Melihat Arya dan Yaksa sudah lebih dahulu menerjang ke tengah pertarungan dengan gerakan yang ringan Birawa segera langsung mendekati Jayanegara yang sedang tersender lesu. "Birawa , kam
Mendengar bentakan keras dari arah depan pondok, Birawa langsung menoleh Arya dan Yaksa untuk memberi tanda. "Kalian cepat pergi dari sini lewat pintu belakang, aku akan meladeni orang-orang yang baru datang itu!" perintah Birawa kepada Yaksa dan Arya. Mendengar perintah Birawa tanpa menunggu Arya dan Yaksa dengan cepat langsung membawa Jayanegara keluar lewat belakang pondok tempat mereka berada, sementara Birawa keluar pondok dari pintu depan untuk mengalihkan perhatian. "Siapa kalian, main teriak-teriak saja mengganggu orang istirahat!" bentak Birawa kepada orang-orang yang berdiri di depan pondok itu. Birawa melihat di depan pondok ada tiga orang yang berdiri dengan cara berkacak pinggang. Birawa yang berdiri di dekat tangga pondok tahu kalau selain tiga orang itu, di tempat itu juga ada orang lain setidaknya dua orang yang lagi yang bersembunyi di dalam semak. "Kau jangan pura-pura lekas serahkan Jayanegara kepada kami!" bentak salah satu