Share

Suamiku Main Api
Suamiku Main Api
Penulis: Firza Adibrata

Aku Tidak ingin Menyentuhmu

"Mas," lirihku memandang wajah suamiku yang tampan seraya sambil mengelus dada bidangnya yang ditumbuhi oleh rambut halus kecil, bentuknya rata seperti atletis olahraga. Kulitnya berwarna sawo matang. Eksotis. Aku betah berlama-lama tidur merajuk di dadanya, tapi itu dulu sebelum semuanya berubah. 

Aku sengaja menggodanya, sudah lama kami tidak bermain cinta, ada saja alasannya capeklah, ngantuklah yang membuatku heran dengan perubahan sikapnya. Entah apa yang merasukinya. Sempat aku berpikir, apa suamiku masih normal, masih menyukai wanitakah dia?

Bukan tanpa sebab, ngeri kalau sampe suamiku berubah haluan. Tidak bisa kubayangkan. Apa aku yang terlalu berpikir jauh, apa hanya perasaanku saja. Entahlah, sulitku mengerti. Semoga saja tidak seperti itu.

"Apa sih, De!" Dia menepis tanganku dan melanjutkan tidurnya dengan memunggungiku. Benar-benar tidak peduli denganku. Inginku tarik tubuhnya, kalau tidak berpikir seribu kali, bisa-bisa dia mengamuk. 

Aku kesal ini sudah sekian kalinya Mas Arman tak mau aku sentuh lagi. Ada yang salahkah denganku? Lantas dengan siapa lagi aku melepas hasrat cintaku jika bukan dengan suamiku. Laki-laki yang sudah menjadi mahramku.

Tak akan kubiarkan, suamiku tertidur dengan lelap. Aku masih berusaha menggoyangkan tubuh suamiku dengan pelan, berharap dia meresponku dengan baik dan tidak akan menolak kali ini. 

"Apa-apaan sih kamu! Ganggu orang tidur aja!" Mas Arman tersulut emosi. Matanya menyalang bagaikan aku musuh di hadapannya. Guratan wajahnya terlihat sangat marah. Aku bisa mendengar nafasnya naik turun menahan emosi. Wajahnya merah padam meredam kemarahan yang tertahan.

"Aku cuma minta nafkah batin darimu," ucapku merendahkan suara, supaya Mas Arman luluh. Siapa tau dia akan berubah pikiran.  

Bukankah laki - laki akan senang jika istrinya menagihnya duluan. 

Aku teringat saat Mas Arman bilang,

"De, kamu ga usah malu, kalau pingin yah minta aja, malah kalau istri duluan yang minta, pahalanya besar loh!" Mas Arman menatapku dengan penuh cinta. Bahagia sekali rasanya waktu itu. Pasutri yang baru menikah dimabuk cinta. Semenjak itulah aku selalu berani minta duluan, kuhilangkan rasa jaim demi suamiku. Aku tidak mau mengecewakannya. Tapi akhir-akhir ini berubah penolakan terus yang kudapat. Kesel, nyebelin iya jadinya. 

"Kamu nggak bisa liat, aku ngantuk berat." Kilahnya. Lagi-lagi alasannya seperti itu, klasik. jenuh aku mendengarnya. 

"Sabar....Salma sabar...." Kuelus dadaku yang bergemuruh kencang. Jantungku berdetak cepat. Rasanya ingin copot saja. Untung aku nggak punya penyakit jantung. Bisa-bisa kalap. Tak sadarkah suamiku itu. Suamimu mungkin Amnesia tidak ingatkah sudah berapa lama dia tidak menyentuhku lagi atau dia pura-pura tidak ingat. Kukira dia akan luluh dengan nada suara khas lembutku, selembut sutra, bahkan suara Andin aja lewat.

Entah dari mana aku punya kekuatan, aku berdiri tegak tepat di hadapannya, dengan lantang aku berbicara. 

"Sudah 3 bulan mas, kamu seperti ini ! kamu berubah, tak menyentuhku lagi...bahkan menolak ketika aku menyentuh tubuhmu. Sikapmu berubah menjadi kasar. Bahkan irit bicara. Apa ada wanita lain? Aku sudah geram dengan sikapnya. Emosiku memuncak, tidak bisa  kutahan lagi. Kukeluarkan uneg-uneg yang mengganjal di hatiku selama ini. Yah, selama dia menolakku, mengabaikanku, mengacuhkanku bagaikan aku ini bukan istrinya.

Aku ingat betul, sudah 3 bulan tepatnya dengan malam ini. Aku tak mengenal suamiku yang aku kenal sejak awal kita bertemu, sikapnya berubah. Awalnya aku mengerti suamiku cape dan lelah seharian ia bekerja demi menafkahi istinya. Pergi Pagi, pulang sore, kadang lembur. Tapi makin kesini, ia selalu menolak. Sebagai wanita normal aku tak paham bagaimana bisa suamiku bisa bertahan tidak menyentuhku lagi. Padahal dulu kami selalu romantis. Aku ini istrinya, halal baginya menyentuhku. Sedangkan yang aku tahu dari teman-temanku, sesama ibu rumah tangga. Laki-laki tidak akan kuat jika tidak menyentuh istrinya lebih dari 2 Minggu. Apa benar begitu? Tapi tidak berlaku pada suamiku sekarang. Bagaimana aku tidak curiga padanya?

"Jangan asal menuduh ya kamu, Salma. Mana buktinya, ada wanita lain bersamaku? Hah! Kamu nggak sadar, pikir saja pakai otakmu!" Mas Arman tersulut emosi. Ia beranjak dari tempat tidurnya. Halah Alasan kamu Mas, dia pandai berkelit. Rasanya inginku berkata kasar, tapi apa bedanya aku sama suamiku.

Seharusnya aku yang marah, bukan suamiku. Kenapa seolah-olah aku yang salah sih. Seolah-olah dia ini korbannya, beraninya playing victim. Gumamku.

"Mas." Sekuat mungkin aku memanggil namanya. Meskipun hati ini sakit mendengar perkataan dari Mas Arman yang tidak bisa kupahami. Bagaimana aku bisa paham? Tahu alasannya pun tidak. Andai dia bilang. Mungkin aku bisa mengerti. Dimana letak kesalahan ku. Aku mencoba berpikir, mungkin ada kesalahan yang aku lakukan. Coba ingat Salma, ayo ingat. Otakku berkerja keras.

"Apalagi sudah malam ganggu saja , lebih baik aku tidur di sofa, daripada di ganggu wanita yang tidak menarik sepertimu!" Dia menoleh sekilas. Sambil berjalan keluar kamar.

"Apa, katamu?" Tidak menarik, oh jadi aku tidak menarik lagi dimatamu, ada yang lebih menarikkah," tandasku. Emosiku memuncak sampe ubun-ubun kepala.

Mas Arman menoleh, dia menghampiriku seperti ingin ribut denganku. 

"Mau, apa sih! ini sudah malam, Berantem terus... Aku lelah, ga bisa paham juga suamimu cape hah... !"  

"Aku sudah bilang kan, mauku apa tadi, tak perlu berkelit terus-menerus, aku nggak akan seperti ini kalau bukan Mas, yang mulai duluan."

"Sudahlah, aku capek, males melayanimu terus-terusan."

Astaghfirullah.

Apa suamiku bilang. wanita yang tidak menarik. Aku tidak salah dengarkah, kalau aku tidak menarik mengapa dia menikahiku. Apa selama ini cintanya hanya pura-pura. Dimana Mas Arman yang dulu. Bukankah dia bilang, dia mencintaiku apa adanya. Apa hanya nafsu semata.

Bukan hatiku saja yang sakit, jantung, ginjal, usus dan otakku meronta. Tidak ada yang lebih sakit dari tubuhku yang lainnya. Sekujur tubuhku lemas. Ingin rasanya aku meminta maaf, padanya, tapi tak sudi setelah mendengar kata kasarnya. 

Jahat kamu Mas. Tega-teganya bilang seperti itu. Tak sadarkah, kata-katamu menyakiti hati istrimu ini, istri yang katanya kau cintai, tapi nyatanya dusta. 

Tak terasa buliran air mata berlinang. Mas Arman yang aku kenal dulu sudah berubah. Bahkan dia seperti tidak menginginkanku lagi.

Aku menatap langit-langit kamar. Berharap waktu segera berganti menjadi pagi. Kupejamkan mataku. Nyatanya tidak bisa, aku tetap terjaga sampai pagi. Malas sekali bertemu dengannya saat ini, yang ada hanya ingin meluapkan segala emosi. Sekali dua kali aku sabar bahkan aku tidak mempermasalahkannya, ternyata tidak berubah. Aku hanya berharap pahala dengan melayani suamiku sepenuh hati. Meskipun aku capek dengan segala rutinitas yang ada di rumah. Jenuh.

Aku beranjak dari tempat tidurku, kulihat jam dinding, sudah jam 7 pagi rupanya. Lebih baik aku mandi untuk menyegarkan tubuh. 

 "Aku akan cari tahu, Mas! Mengapa kamu seperti ini!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status