Share

Mas Arman Selingkuh?

Aku bersikap tidak terjadi apa-apa semalam. Setelah menyegarkan tubuhku, aku melangkahkan kaki dengan pelan. Kulihat suamiku sudah tidak ada di sofa. Aku menuruni anak tangga. Kudengar suara gemercik air dari kamar mandi. Rupanya suamiku sedang mandi. Aku segera ke dapur, menyiapkan sarapan pagi. Meskipun luka hati ini belum terobati, aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri. 

Sebisa mungkin kucoba untuk menyiapkan hidangan dengan baik, meskipun moodku sedang tak mendukung. Nasi goreng spesial ala Salma sudah jadi. Ini salah satu masakan favorit suamiku. Mas Arman paling suka, nasi goreng buatanku, katanya sih enak, pas bumbunya bikin ketagihan.

Mas Arman duduk di meja makan. Ia terlihat tampan dengan kemeja biru muda dipadupadankan dengan dasi biru tua. Tapi sayangnya tak setampan sikapnya semalam denganku. Aku langsung mengambil piring dan menyendok kan nasi goreng untuk suamiku. Dia hanya terdiam dan menyantap sarapannya dengan lahap. Setidaknya aku bersyukur suamiku masih menghargai masakanku, itu membuatku sedikit senang.

Selesai sarapan suamiku langsung berangkat kerja. Tak ada lagi ritual cium kening sebelum berangkat kerja. Biasanya kami tak pernah absen melakukannya. Entah mengapa sikapnya menjadi dingin seperti ini, bukan hanya soal di ranjang tapi dia juga menjadi acuh tak acuh. 

"Mas." Aku memanggilnya dengan ragu.

Aku tahu Mas Arman tidak akan melakukan ritual cium kening lagi, tapi setidaknya berbicaralah. Aku sudah berusaha membunuh egoku.

Mas Arman menoleh, lalu dia berlalu begitu saja, tanpa peduli pada diriku.

Sampai kapan kamu akan diam Mas? Semarah itukah?

Notifikasi whatsAppku berbunyi. Kuraih gawai dia atas nakas.

Pagi-pagi seperti ini siapa yang kirim pesan gumamku.

Aku llihat pesan dari Nina sahabat SDku.

"_Sal, kamu ada di mana" _tanyanya memastikan keberadaanku. Langsung aku jawab '_Di rumah, Nin, ada apa?_ Aku balik bertanya. Tak lama kemudian pesan Nina masuk lagi '_Oh, Kumu ada di luar,'_ disertai emoticon heran.

"Maksudmu, tanyaku?" Aku jadi bingung. 

Nina tak meresponku. Dia terdiam. Tak ada balasan darinya, karena penasaran aku langsung menelponnya.

Nina langsung mengangkatnya.

"Assalamualaikum, Nina."

"Walaikumsalam, Sal, maaf aku belum balas pesanmu, lagi di jalan tadi," ucapnya.

"Iyah, aku jadi penasaran kan! Ada apa sih," tanyaku.

"Emm... maaf Sal, tadi aku liat suamimu sama perempuan, perempuan itu menggendong bayi, aku kira kamu, pas aku deketin ternyata bukan, dan suamimu kayanya lupa sama aku jadi aku nggak nanya apa-apa deh," jawabnya.

jleb

Mendengar penuturan Nina seperti ada yang menusuk hatiku yah.

"Kamu lihat di mana," sahutku.

"Di taman Anggrek, kelihatannya akrab banget makanya aku kira kamu, orang mereka bercanda ria sama bayinya." Nina menjelaskan.

"Kamu yakin, itu suamiku!" Selidikku khawatir Nina salah orang.

"Beneran, nih aku kirim fotonya, maaf yah aku lancang ambil foto suamimu tanpa izin, aku yakin seorang Salma nggak akan percaya kalau belum ada bukti." Nina langsung mengirimkan foto lewat w******p.

"Makasih, Nin, infonya kita lanjut lewat w******p yah." Aku penasaran ingin melihat foto yang dikirim Nina.

"Oke, kuatkan hati." Nina menasehatiku.

Kulihat fotonya. Bener, Nina tidak salah, ini suamiku, dan wanita ini, aku tahu dia siapa. Tapi untuk apa Mas Arman menemuinya di taman Anggrek. Hatiku bagai di tusuk panah. Mereka terlihat mesra seperti pasangan suami istri yang sedang mengasuh anaknya. Hatiku tergores, luka yang belum terobati kembali basah. Mas Arman tampak bahagia, memandang bayinya. Senyumnya mengembang. Tatapannya penuh kasih layaknya seorang ayah kepada anaknya.

Aku sadar aku belum bisa memberikan keturunan untuknya, tapi tak bisakah ia menungguku. Lima tahun kami menikah, tapi aku belum di beri kepercayaan. Mas Arman sangat menantikannya. Mungkin jika aku hamil semuanya tidak akan jadi seperti ini. 

"Cepet tumbuh yah Dede bayi, di perut mama sayang," ucap suamiku setelah kami bercinta. Ada perasaan sedih di hatiku, saat mendengarnya, berharap segera diberi keturunan. Setelah itu Mas Arman akan mengelus perutku. 

Air mataku menetes membasahi pipiku, entah untuk kesekian kalinya aku menangis, air mataku masih basah, belum habis mengering. Seperti cintaku pada Mas Arman yang terlalu dalam. Seharusnya aku bisa mencintainya dengan perasaan biasa saja. Jadi saat kerikil hadir dalam biduk rumah tanggaku aku tak 'kan sesakit ini.

Jadi ini yang membuat Mas Arman berubah. Aku harus bagaimana? Melepaskannya atau tetap bertahan walaupun sakit. Tapi aku tidak ingin pengorbananku sia-sia begitu saja.

"Udah lihat, fotonya, benerkan!" Satu pesan masuk dari Nina

"Bener, Nin, itu suamiku, aku harus bagaimana Nin," balasku

"Diam saja dulu, pastikan dulu dengan benar jangan gegabah, meskipun sudah ada bukti foto, tapi belum tahu pasti ada hubungan apa diantara mereka," ujar Nina.

Nina benar aku nggak boleh gegabah. Salah langkah, semuanya akan berantakan. Aku harus menyelidikinya. Aku mencintai Mas Arman, tapi mengapa ia mengkhianatiku. Selama ini aku setia padanya, menemani dari nol, sampai dia bisa sukses seperti sekarang. Apa benar perkataannya semalam. 'Aku sudah tidak menarik lagi baginya'. Mas Arman benar-benar tidak main-main dengan perkataannya. 

Mungkin sang Maha Kuasa belum memberikan keturunan, karena dia tahu, akan terjadi hal seperti ini. Hal yang tak pernah kusangka dalam seumur hidupku. 

"Oke, Nin, makasih sarannya."

"Sama-sama Salma sahabatku, besok kita bertemu yuk." Nina mengerti sekali perasaanku, disaat seperti ini, aku memang butuh teman. Tapi aku juga bingung, ini aib rumah tanggaku tapi bagaimana lagi, aku pun tak bisa menahan ini sendirian.

Aku benar-benar rapuh. Aku tidak bisa cerita ke orang tuaku. Mereka pasti tak terima, putri semata wayangnya diperlakukan seperti ini. Mereka pasti kepikiran, dan akan memisahkanku dengan Mas Arman secepatnya, karena orang tuaku dari dulu tak pernah setuju aku menikah dengannya.

 Tega-teganya Mas Arman bermain di belangku, meskipun aku belum tahu kebenarannya. Melihat fotonya saja membuat sakit hati, apalagi Mas Arman menemuinya tanpa sepengetahuanku. Kelihatannya pun lebih dari sekedar teman, untuk apa bertemu di luar rumah. Apa dia tidak tahu Mas Arman sudah punya istri? Inikah Mas, yang lebih menarik dari aku?

Sapu di tanganku terjatuh, Aku yang sedang bebersih rumah, malah mendapat foto Mas Arman dengan mantannya. Akan kuselidiki kebenarannya, tenang saja. Lebih baik aku menenangkan diri dahulu.

Kurebahkan tubuhku di sofa sambil memejamkan mataku. Aku menyesal percaya sepenuhnya denganmu, Mas. Menyesal, meninggalkan karirku demi menjadi ibu rumah tangga yang baik, ternyata pengkhianatan yang kudapat. Pagi-pagi sudah dapat tontonan menarik. Batin seorang istri memang tidak pernah salah.

Tiba-tiba aku kepikiran sesuatu.

 "Kenapa baru kepikiran sekarang." gumamku. Lihat saja pulang kerja nanti, Mas. 

Kuseka air mataku, aku harus kuat menghadapi kenyataan ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status