Share

Siapa Wanita Itu?

Hari ini Mas Arman berangkat agak siang, dia masih saja tidur di sofa semalam. Sepertinya seranjang denganku, menjijikkan baginya. Tak apalah aku tidak mau ambil pusing. Anggap saja suamiku tidak ada denganku semalam. Aku harus bertahan meski sikapnya semakin kasar padaku. Tujuanku sekarang adalah mencari bukti pengkhianatannya padaku. Padahal aku merindukan sikapnya seperti awal kami menikah dahulu.  

Mas Arman yang lembut, tidak pernah kasar dan selalu berkata manis, membuatku nyaman berada di dekatnya. Matanya yang teduh sebagai pelipur duka dan lara. Senyumnya yang selalu aku rindukan. Kamu candu untukku Mas, tapi sekarang kau anggap aku canda untukmu.

Aku jadi teringat dia selalu suka kubuatkan masakan kesukaannya. Suamiku menyempatkan dirinya untuk ke dapur sekedar memuji sambil memeluk pinggangku dari belakang saat aku memasak. Romantis 'kan. Aku terbuai oleh perbuatan Mas Arman. 

"Istriku ini, pintar memanjakan lidah suaminya." Senang sekali aku mendengarnya kala itu.  

Air mataku mengalir, entah sejak kapan membasahi pipiku.

Sejak kecil, aku sudah tertarik dengan dunia memasak, mamahku sangat mendukung hobiku. Dia selalu menyiapkan bahan-bahan yang inginku masak dengan lengkap. Aku jadi semangat. Aku belajar secara autodidak, sampai besar pun aku belajar sampai bisa membuat berbagai macam masakan. Ada kepuasan sendiri saat aku bisa memasaknya dengan hasil yang sempurna.

Saat menikah dengan Mas Arman aku sudah bisa memasak. Tentu saja suamiku bangga. Setiap hari aku selalu membuat hidangan dengan berbagai macam, mulai dari masakan Nusantara khas Indonesia dan masakan luar negri seperti Jepang dan Arab. Kedua Negara itu menjadi menu masak andalan sehingga suamiku tidak bosen dengan menu yang sama.

"Ehemm...." Mas Arman sedang menunggu sarapannya seperti biasa.

Kuseka air mataku. Aku tidak ingin terlihat lemah di depan Mas Arman. Aku selalu meyakinkan diriku untuk selalu kuat, kuat dan kuat, tidak mudah bagiku yang sangat mencintainya. 

Aku dengan malas melangkah ke meja makan sambil membawa sarapan untuknya. 

Aku duduk di sebelah Mas Arman. Dia mencuri-curi pandang. Aku pura-pura tidak tahu. Tatapannya aneh. Perutku terasa lapar. Aku tidak menghiraukannya. Aku hanya diam tanpa suara. Aku makan bersamanya.

Suasana Hening. Hanya ada dentingan sendok dan garpu yang bersuara. Aku makan dengan lahapnya, segera kuhabiskan saja sarapan milikku. Ingin rasanya aku meninggalkan ruang makan ini secepat kilat. Agar aku tak mengingat kenangan bersamanya. Yah, Aku rindu canda tawa bersama saat kami menyantap makanan. Sungguh menyiksa batin.

"Aku berangkat dulu," ucapnya datar. Hampir aku tidak mendengarnya.

"Iya, " jawabku tak bersemangat sambil mengantarkannya ke depan pintu rumah.

Mas Arman berlalu begitu saja tanpa menoleh ke arahku. Lama lama aku akan terbiasa dengan sikapnya.

***

Sambil menunggu Nina datang. Aku memainkan gawaiku, aku sudah tak sabar ingin melihat hasil sadapanku.

Perlahan aku membukanya. Kulihat satu persatu. Mataku tertuju pada pesan dari Sarah.

"Mas, besok jadi kan kita jalan-jalan bareng abil?" 

"Jadi, donk! sayang! " Dibubuhi emoticon love.

Jijik aku melihatnya, Di rumah sangat kasar pada istrinya, di luar sungguh mesra dengan gundiknya.

Dadaku bergemuruh hebat. Jantungku Berdegup kencang. Sesak Hatiku. Kulihat foto profilnya. Ini kan wanita yang di foto kemarin. Mantan Mas Arman, setahuku namanya Mira, kenapa jadi Sarah?

Tok tok tok!

Seseorang mengetuk pintu depan rumah.

Aku segera membuka pintunya.

"Nina...." teriakku pake toa. Tanpa basa basi aku langsung menyambutnya.

Nina langsung memelukku.

"Salma, kangen sekali lama tak jumpa." Nina menatapku.

"Ayo, masuk," ucapku bersemangat.

Sampai di ruang tamu, kami bercanda ria. Aku pun langsung menceritakan apa yang ku alami dalam biduk rumah tanggaku sekarang.

Nina mengerti perasaanku. 

"Aku nggak nyangka, Mas Arman main belakang." keluhku.

"Apalagi aku sahabatmu yang melihatnya. Kudengar suamimu memanggilnya dengan nama Sarah."

Sarah? Benarkah bukan Mira mantannya. Tapi kenapa mereka mirip yah. 

"Nin, kamu inget nggak? mantan Mas Arman yang dulu kuceritakan sebelum menikah, kamu pernah lihat fotonya kan?" tanyaku memastikan Nina mengingatnya.

Nina terdiam seperti mengingat sesuatu.

"Oh, si kekasih yang tak sampai pelaminan itu, yang di jodohkan oleh ibunya?" ujar Nina.

"Iyah, lihat deh Fotonya, mirip 'kan?" sahutku.

Nina melihat foto profil wa Sarah.

"Namanya Mira, kamu inget kan?"

"Iyah, yah...tapi kok suamimu manggilnya Sarah? Tapi kalau aku lihat kemarin, sekilas agak berbeda dengan Mira?" celoteh Nina bingung.

Aku jadi bingung. Sebenernya siapa wanita yang bersama Mas Arman sekarang. 

Nina terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal. 

Aku memperhatikannya. Nina langsung menurunkan tangannya. Matanya melihat ke arah tubuhku.

"Sal, kamu sekarang berisi sekali !" Nina berbicara dengan hati-hati agar tidak menyinggungku.

Aku langsung menatap tubuhku. Kulihat lemak tak beraturan di perutku. Tubuhku makin gembul saja.

"Maksudmu, gendut?" Aku mengerti arah pembicaraan Nina.

"Maaf," ujarnya dengan perasaan yang bersalah.

"Santai, aja Nina, kaya sama siapa aja! mungkin aku lama tidak memperhatikan penampilanku."

"Mulai sekarang harus yah, supaya nggak kalah sama si pelakor. " Nina menyemangati ku.

"Iyah, Nin, akan kuperhatikan lebih sekarang, aku mau diet juga." Aku bersemangat. Aku juga bisa cantik lagi seperti dahulu.

Mungkin Nina benar aku harus mulai memperhatikan penampilanku sekarang, apa ini sebabnya Mas Arman tidak tertarik lagi denganku?

Jahat sekali, kamu main fisik sekarang Mas. Ternyata cowok sama aja semuanya. Bilangnya aku mencintaimu apa adanya, nyatanya lihat yang bening mulus dikit, langsung nyantol kaya nyamuk.

***

Sore harinya Nina pamit pulang.

"Makasih, masakan dan cemilan spesialnya, emang juara! heran suamimu bisa nyantol di ondel-ondel Betawi." Nina memujiku dengan candanya.

Aku tertawa geli mendengarnya. Nina ada-ada saja ucapannya yang ngelantur. bisa-bisanya dia berpikir seperti itu.

"Mungkin seleranya sudah menurun," ucapku membalas candaannya.

Kami berdua tertawa bersama. Nina langsung pulang. 

"Kalo ada apa-apa hubungi aku, aku siap membantumu." Pesan Sahabat baikku.

"Iyah, makasih, yah Nin! Emang sahabat terbaik kamu tuh, " balasku sambil memujinya.

Aku langsung masuk ke dalam rumah, dengan semangat aku mengatur jadwal menu dietku. Supaya tubuhku kembali langsing. Aku juga akan perawatan kecantikan, mungkin aku yang terlalu abai selama ini.

Kulihat tubuhku di cermin. Ada rasa tidak percaya diri. 'gendut' benar-benar tidak terawat. Kulihat wajahku, kupegang kulitku, kasar dan kusam. Dekil, kucel tepatnya. Aku sudah lama tidak pakai skincare lagi, karena malas. Daster belelku yang lusuh, sungguh tidak menarik mata.

Beda sekali dengan perempuan yang di profil wa Mas Arman. Cantik, bersih, glowing kaya lampu Philips. Tubuhnya semapai, yah meskipun sudah beranak satu. Wanita itu sangat terawat, penampilannya juga modis. Akh...sungguh berbeda.

Aku juga bisa cantik, kok mas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status