Share

Bab 7

Sari yang sudah tidak tahan dengan cibiran para tetangga yang menyebutnya sebagai orang tua yang kejam. Serta kekesalannya atas peraturan Burhan yang menyebut bahwa dia dan sang suami dilarang menemui sang putri. langsung bergegas menemui Burhan di rumahnya. 

“Assalamualaikum!” teriak Sari sambil mengetuk pintu. 

"Waalaikumsalam." ucap Aisyah yang saat itu baru saja membuka pintu. 

"Aisyah, ya Allah. Apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak?" tanya Sari sambil memegang wajah sang putri yang penuh dengan luka lebam. 

"Aisyah hanya terbentur, Bu. Bapak dan Ibu ada apa kemari?" tanya Aisyah sambil menyembunyikan air matanya. 

"Ibu dan Bapak kemari ingin menjemputmu, ayo kamu pulang saja bersama kami." ajak Sari sambil menarik tangan sang putri. 

"Mau apa kalian ke sini!" bentak Burhan yang baru saja keluar dengan didampingi oleh sang istri. 

"Kedatangan kami ingin menjemput putri kami yang sudah kalian sandra." jawab Sari dengan lantang. 

"Kami sandera. Apa kalian lupa jika kedatangan Aisyah di sini sebagai menantu penebus hutang, dan itu juga atas persetujuan kalian semua." ucap Burhan sambil bertolak pinggang. 

"kami tahu, dan kami tidak lupa akan hal itu juragan. Tapi sekarang kalian lihat wajah putri kami, kalian telah tega membuatnya terluka!" bentak Sari sambil menunjukkan wajah sang putri. 

"Eh perempuan miskin, tanya kepada putri mu apa yang sudah di lakukannya hingga Akbar begitu marah kepadanya. Harusnya kalian bersyukur kami mau menerima putri kalian yang hanya dari keluarga miskin. Ya walaupun saya tidak setuju dengan pernikahan ini." ucap Ani sambil maju beberapa langkah. 

"Maaf, Bu Ani yang terhormat. Kami memang miskin tapi kami masih punya harga diri! Soal kesalahan yang dilakukan Aisyah, Akbar tidak berhak hingga menghukumnya sampai seperti ini. Karena Ibu tidak menyetujui pernikahan ini maka izinkan kami membawa pulang Aisyah, untuk hutang-hutang kami akan segera kami lunasi." jawab Sari sambil mengegam tangan sang putri. 

"Ehm, dasar perempuan miskin." hina Ani sambil sedikit meludah di hadapan Sari. 

"Jaga ya sikap anda! Jangan mentang-mentang kalian kaya bisa menghina kami seenaknya." bentak Sari sambil mendorong tubuh Ani. 

"Bu, sudah jangan buat keributan di sini. Tidak enak jika sampai dilihat warga desa, lebih baik Bapak dan Ibu pulang saja. Insya Allah Aisyah baik-baik saja disini." ucap Aisyah sambil menarik tangan Sari. 

"Aisyah benar, Bu. Ayo lebih baik kita pulang." bujuk Darso sambil memegang pergelangan tangan sang istri. 

"Tidak! Ibu tidak akan pulang tanpa membawa Aisyah pulang." bentak Sari yang berusaha menarik tangan Aisyah. 

Disaat dua keluarga dan Aisyah sedang berdebat meributkan keegoisan masing-masing. Akbar yang saat itu sedang istirahat merasa terganggu. Karena merasa penasaran Akbar pun langsung berjalan ke arah ruang tamu. 

"Diam! Apa yang kalian ributkan? Apa kalian tahu jika aku sedang istirahat." bentak Akbar hingga membuat semuanya terdiam.

“Orang tua perempuan alien ini ingin membawa putri kesayangannya pulang." jawab Ani sambil menatap Sari dengan tajam. 

"Alien? Ibu memanggil Aisyah dengan sebutan alien? Bu, kami memberi nama terbaik buat putri kami dengan doa dan harapan yang indah. Lalu sekarang Ibu memanggil putri kami dengan alien." ucap Sari sambil berjalan maju ke arah Ani. 

"Tidak penting siapa nama putri kalian, kalau kalian ingin membawanya pulang, silahkan. Saya juga tidak mau punya istri yang berpenampilan kampungan seperti dia." jawab Akbar. 

“Tidak bisa! Kalian tidak bisa membawa Aisyah keluar dari rumah ini sebelum kalian lunasi hutang-hutang kalian beserta bunganya, pembelian rumah, mahar, seserahan dan pesta pernikahan antara Akbar dan Aisyah." ucap Burhan sambil bertolak pinggang. 

"Ya Allah, jadi semua itu …." tiba-tiba Sari terdiam sambil menutup mulutnya. 

"Kalian pikir semua ini gratis, di dunia ini tidak ada yang gratis. Bahkan buang air kecil kalian harus membayar." sahut Burhan sambil tersenyum licik. 

"Akbar, bawa Aisyah masuk ke kamar." perintah Burhan kepada Akbar. 

"Tapi, Yah …." 

"Cepat bawa Aisyah masuk ke dalam!" bentak Burhan yang akhirnya membuat Akbar terpaksa menarik tangan sang istri. 

"Tapi, Pak! Saya masih ingin bertemu dengan orang tua saya." teriak Aisyah sambil berusaha melepaskan tangan Akbar. 

"Kalian berdua cepat keluar dari rumah saya, jika kalian berani datang kembali ke rumah ini, saya tidak segan-segan memberi peringatan karas kepada kalian." ancam Burhan sambil mendorong Darso dan Sari keluar dari rumahnya. 

"Burhan biarkan kami membawa Aisyah pulang!" teriak Sari sambil mengedor rumah Burhan. 

"Sudahlah, Bu. Lebih baik kita pulang saja." ajak Darso sambil memegang pundak sang istri. 

Sari yang merasa teriakannya hanya sia-sia, akhirnya bersedia pergi dari rumah tersebut. Ada rasa khawatir dan ingin sekali Darso membawa sang putri pulang ke rumah mereka. Namu, setelah mendengar syarat yang di berikan Burhan membuatnya berusaha untuk mengikhlaskan sang putri. 

"Maafkan Bapak, Nak. Bapak sudah gagal menjadi orang tua yang baik untukmu." batin Darso sambil duduk termenung di ruang tamu rumahnya. 

Sejak kejadian itu hampir tiap hari Darso selalu diliputi rasa bersalah kepada anak dan istrinya. Bahkan hampir setiap malam Darso menangis di sepertiga malamnya. Berbagai doa dan harapan selalu di panjatkannya untuk kebahagiaan Aisyah dan keluarganya. 

Semakin hari sikap dan perlakuan keluarga Burhan kepada Aisyah semakin kasar. Akbar yang hampir setiap hari pulang malam, kini justru jarang sekali pulang ke rumahnya. Hingga suatu hari saat Burhan dan sang istri pergi ke rumah sudara mereka yang ada di luar kota, dengan berani Akbar membawa seorang wanita ke rumah tersebut. 

“Aisyah!” teriak Akbar sambil berjalan memasuki rumahnya. 

“Iya, Mas.” jawab Aisyah yang baru saja tiba. 

“Malam ini jangan pernah menggangguku, karena aku ingin bersenang-senang dengan Kharin.” perintah Akbar sambil mencium pipi wanita bernama kharin tersebut. 

“Tapi, Mas. Apa yang kamu lakukan itu dosa, wanita ini bukan pasangan yang dihalalkan buatmu.” jawab Aisyah sambil memegang tangan sang suami. 

“Kamu pikir aku peduli dengan ocehanmu, Perempuan aneh.” ucap Akbar sambil memeluk tubuh wanita yang ada di sampingnya. 

“Maaf, Mbak. kalau saranku lebih baik Mbak kalau mau ceramah di masjid saja, karena kami hanya butuh kebahagiaan dan kenikamatan saja malam ini.” sahut Kharin sambil tertawa terbahak-bahak. 

Hampir semalaman Aisyah tidak dapat memejamkan mata walaupun sedetik. bayangan akan hubungan terlarang sang suami terekam jelas di kepalanya. Hingga ketika pagi tiba, Aisyah yang belum juga dapat memejamkan mata bergegas ke teras untuk menyapu halaman. Namun, disaat yang bersamaan Darso tiba dengan terburu-buru. 

“Assalammualaikum, Nak.” ucap Darso sambil terlihat mengatur nafas. 

“Waalaikumsalam, ada apa Bapak pagi-pagi kemari?” tanya Aisyah yang mulai penasaran. 

“Ibu ….” jawab Darso sambil terengah-engah. 

“Ibu kenapa, Pak?” tanya Aisyah yang mulai khawatir. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status