Share

Bab 5

“Iya, Mas." jawab Aisyah sambil menoleh ke arah Akbar yang sudah berdiri di belakangnya. 

"Sekarang kamu ikut aku." perintah Akbar sambil menyeret tangan sang istri dengan kasar.  

Akbar menyeret tangan Aisyah dengan kasar, persis seperti seorang pencuri. Tangisan dan teriakan Aisyah pun tak di dengarkan oleh Akbar. Susi dan Burhan yang sedang menikmati secangkir kopi terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Akbar.  

"Lepaskan, Mas. Tanganku sakit." ucap Aisyah sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Akbar.  

"Ini balasan atas kesalahanmu, dan sekarang cepat ikut aku!" bentak Akbar tanpa menoleh ke arah Aisyah.  

"Kesalahan? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan." batin Aisyah sambil terus menangis.  

"Akbar,  lepaskan Aisyah!" bentak Burhan yang langsung berdiri dari tempat duduknya.  

"Ayah tidak perlu ikut campur urusanku, perempuan tolol ini sudah melakukan kesalahan yang fatal." jawab Akbar sambil terus berjalan. 

"Kesalahan apa yang aku lakukan sampai membuatmu marah, Mas?" tanya Aisyah sambil terus menangis. 

"kesalahan yang disebabkan karena ketololanmu sebagai seorang perempuan!" bentak Akbar dengan tatapan tajam. 

"Bukan begitu, Nak. Apa yang kamu lakukan itu membahayakan Aisyah, kalau sampai terjadi apa-apa dengan perempuan ini kita semua akan terkena masalah." jelas Ani sambil mengejar sang putra yang masih terus berjalan sambil menyeret Aisyah.  

Akbar yang sudah dibutakan oleh kemarahannya sama sekali tidak memperdulikan perintah orang tuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan Aisyah selain hanya pasrah dengan apa yang dilakukan Akbar. Hingga setibanya mereka di dalam kamar, Akbar langsung melempar tubuh sang istri ke arah jendela yang terbuka lebar.  

"Siapa yang menyuruhmu membuka jendela kamar ini!" bentak Akbar sambil menjambak rambut Aisyah yang masih tertutup hijab panjangnya.  

"Aku … aku melakukan itu agar udara segar masuk ke dalam kamar." jawab Aisyah sambil menangis ketakutan.  

"Udara segar. Kamu bilang udara segar? Kalau kamu mau mendapatkan udara segar, lebih baik kamu tidur di tengah lapangan.  Aku sudah bilang jangan pernah merubah apa yang sudah ada di kamar ini, dan satu lagi." ucap Akbar sambil menyeret tangan Aisyah dan langsung membantingnya ke lantai.  

"Aduh!" pekik Aisyah saat tubuhnya terjatuh ke lantai dengan keras.  

"Dimana barang-barang yang ada di sini?" tanya Akbar kepada Aisyah yang hanya bisa terus menangis. 

"Hei, perempuan tolol! Cepat katakan dimana barang-barang yang ada di sini?" bentak Akbar sambil mendekat ke wajah Aisyah.  

"Barang-barang itu sudah aku buang ke tong sampah, Mas." jawab Aisyah dengan ketakutan.  

"Plakk! " sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aisyah.  

"Buang! Asal kamu tahu harga barang itu dengan harga tubuhmu itu masih mahal harga barang itu. Aku tidak mau tahu, sekarang cepat kamu cari barang-barang itu sampai ketemu. " perintah Akbar sambil menarik rambut Aisyah.  

"Tapi, Mas …." belum selesai Aisyah menyelesaikan pertanyaannya, Akbar langsung menarik tangannya keluar kamar.  

"Aku tidak mau dengar apapun alasanmu, sekarang cepat berdiri dan cari barang-barang itu sampai ketemu." perintah Akbar sambil mendorong tubuh sang istri keluar kamar.  

Setelah menutup pintu, Akbar langsung membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Aisyah yang masih berdiri di luar hanya bisa menangis sambil perlahan berjalan ke arah anak tangga. Ani yang melihat Aisyah menuruni anak tangga sambil menangis langsung menghampirinya. 

"Makanya jadi perempuan itu jangan ceroboh, lihat tubuhnya jadi babak belur 'kan. " ucap Ani sambil berdiri di hadapan sang menantu.  

"Aku hanya ingin merapikan kamar Mas Akbar, Bu.  Tapi ada beberapa barang yang ternyata masih dibutuhkannya dan barang-barang itu sudah aku buang ke sampah dari semalam." jelas Aisyah sambil menangis.  

"Kamu pikir saya peduli dengan penderitaan mu, sekarang kamu cepat kembali ke dapur dan masak untuk kami." perintah Ani sambil bertolak pinggang. 

"Tapi, Bu. Mas Akbar memintaku untuk mencari barang-barangnya yang hilang, jadi Aisyah minta waktu sebentar untuk mencari barang itu dahulu.' ucap Aisyah sambil memohon.  

"Tidak, kamu harus masak sekarang, atau aku akan mengurungmu di gudang." ancam Ani sambil menatap wajah Aisyah. 

"Aisyah mohon, Bu. Sebentar saja, Aisyah janji hanya 5 menit saja." ucap Aisyah sambil terus memohon.  

"Aku bilang tidak bisa ya tidak bisa. Sekarang kamu kembali ke dapur dan cepat masak untuk kami!" bentak Ani sambil sedikit mendorong tubuh Aisyah.  

Setelah hampir 3 jam Aisyah sibuk menyiapkan makanan di dapur dan menghidangkannya di meja makan. Aisyah yang tidak ingin membuat sang suami marah langsung bergegas berjalan menuju ke arah depan rumah. Ani yang melihat tingkah Aisyah hanya tertawa bahagia.  

"Dasar manusia aneh, sekarang kamu rasakan kerasnya sikap Akbar.  Aku yakin kamu tidak akan menemukan barang-barang itu." ucap Ani sambil tersenyum sinis.  

"Ya Allah, kemana barang-barang itu. Sepertinya tadi pagi aku buang disini." gumam Aisyah sambil membongkar sampah yang ada di halaman depan.  

"Aisyah, sedang apa kamu disitu?" tanya seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat di depan rumahnya.  

"Ini Bu, saya hanya sedang mencari cincin kawin saya yang tidak sengaja jatuh." jawab Aisyah sambil tersenyum.  

"Eh, Bu. Tahu nggak sih, kalau dengar-dengar Aisyah itu sengaja dijual orang tuanya ke Juragan Burhan untuk menjadi penebus hutang dan demi mendapatkan satu unit rumah." bisik salah satu perempuan yang bernama Romlah.  

"Ah masa sih, Bu. Tega banget sih, mereka 'kan tahu bagaimana kejamnya Juragan Burhan dan keluarganya, apalagi Akbar dia 'kan hanya berandal yang setiap hari mabuk-mabukan." ucap seorang yang bernama Sarni. 

"Ya namanya juga orang miskin, apapun akan dilakukan hanya demi uang." jawab Romlah sambil tersenyum kecil. 

"Ya Allah, tega sekali mereka bicara seperti itu." batin Aisyah sambil menunduk. 

"Eh, Aisyah. Apa benar kalau kamu menikah dengan Akbar hanya untuk melunasi hutang orang tuamu?" tanya Sarni kepada Aisyah.  

"Maaf ya Ibu-ibu, saya mau pamit masuk ke dalam dulu karena ada hal yang akan saya kerjakan." pamit Aisyah sambil tersenyum dan langsung berjalan meninggalkan Sarni dan Romlah.  

Mendengar jawaban Aisyah kedua tetangga tersebut langsung meninggalkan rumah itu sambil terus berbisik. Aisyah yang berjalan dengan terburu-buru, dikejutkan dengan kehadiran Ani yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. Sorot mata yang tajam terlihat jelas saat Aisyah melihat sang mertua.  

"Hei, apa yang sudah kamu katakan kepada perempuan-perempuan itu?" tanya Ani sambil mendekati Aisyah.  

"Tidak ada, Bu." jawab Aisyah gugup.  

"Jangan bohong, cepat katakan apa yang kamu katakan kepada Ibu-ibu bermulut ular itu!" bentak Ani hingga membuat Aisyah terkejut.  

"Demi Allah, Bu. Aku tidak bilang apa-apa kepada Ibu-ibu itu." jawab Aisyah sambil ketakutan. 

"Awas ya kalau kamu sampai cerita yang tidak-tidak kepada warga desa. Oh ya bagaimana, apa barang-barang Akbar sudah ketemu?" tanya Ani kepada Aisyah yang masih menunduk. 

"Belum, Bu." jawab Aisyah singkat.  

"Kalau begitu sekarang kamu ke belakang, dan cuci semua baju kotor. Setelah selesai kamu bisa mencarinya lagi. " perintah Ani kepada Aisyah. 

"Baik, Bu." jawab Aisyah sambil bergegas meninggalkan sang mertua.  

"Aisyah … Aisyah, sampai mati pun kamu tidak akan mendapatkan barang itu. " ucap Ani sambil tersenyum sinis dan melirik ke arah bawah meja. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status