Share

Bab 2

"Darso! Kamu dipanggil Juragan Burhan di kantornya." teriak salah satu pekerja yang baru saja datang.  

"Aku? Memang ada apa Juragan Burhan memanggilku pagi-pagi begini." tanya Darso kepada laki-laki bertubuh jakung yang berdiri di hadapannya.  

"Aku juga tidak tahu. Juragan hanya memintaku untuk memanggilmu, sudah cepat kamu temui sebelum dia mengaum seperti singa yang kelaparan." perintah laki-laki tersebut sambil berjalan meninggalkan Darso.  

Darso yang penasaran dengan panggilan Burhan langsung bergegas menemui sang juragan teh tersebut. Burhan memang dikenal sebagai seorang atasan yang galak di mata seluruh karyawannya. Dia tidak segan-segan memotong upah pekerja jika mereka melakukan kesalahan.  

“Assalamualaikum, Juragan." ucap Darso sambil mengetuk pintu ruang kerja Burhan.  

"Masuk saja!" teriak Burhan dari dalam ruangan. 

"Maaf apa ada hal yang penting sehingga Juragan memanggil saya kemari?" tanya Darso sambil menunduk.

"Kamu duduk dulu, ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepadamu." perintah Burhan sambil meletakkan bolpoin yang ada di tangannya. 

Darso yang saat itu ada di hadapan  Burhan terlihat gugup, rasa takut mulai merasuk ke dalam hatinya. Burhan yang melihat ekspresi wajah Darso hanya tersenyum kecil. Perlahan Burhan berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati sang karyawan yang terlihat ketakutan.  

"Darso, semalam saya melihat buku catatan hutang karyawan dan ternyata saya baru sadar jika hanya kamu yang belum melunasi hutang kepadaku.  Lalu kapan kamu akan melunasi hutang-hutangmu itu?" tanya Burhan sambil duduk di atas meja. 

"Sebelumnya Maaf, Juragan. tapi bukankah pelunasan hutang diambil dari gaji saya dan Istri setiap minggunya? " tanya Darso sambil terus menunduk ketakutan. 

"Tentu, tapi apa kamu tahu kalau gaji kalian itu tidak cukup untuk membayar hutang yang sudah menumpuk. Atau kalau tidak begini saja, saya akan menganggap hutang keluargamu lunas, tapi dengan satu syarat." jawab Burhan sambil berdiri dari meja.  

"Syarat? Kalau boleh tahu, apa syaratnya Juragan." tanya Darso sambil menoleh ke arah Burhan. 

"Kamu harus bersedia menikahkan putrimu yang bernama Aisyah dengan Akbar. Bagaimana?" tanya Burhan sambil mendekat ke wajah Darso.  

Mendengar ucapan Burhan, Darso yang sejak tadi ketakutan dan sesekali menunduk langsung mengangkat kepala. Darso yang terkejut seakan tidak percaya jika Burhan berniat ingin menikahkan Aisyah dengan Akbar. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Darso saat itu, hanya tatapan heran tak percaya yang terlihat jelas di kedua bola matanya. 

"Bagaimana Darso, apa kamu bersedia?" tanya Burhan hingga membuat Darso tersadar dari lamunannya. 

"Tapi Juragan, Aisyah masih berusia 25 tahun dan dia juga masih ingin melanjutkan pendidikannya di pesantren." jawab Darso dengan wajah gugup.  

"25 tahun adalah usia yang pas buat seorang wanita untuk menikah, untuk pendidikan buat apa seorang perempuan berpendidikan tinggi, jika tugas utama yang dia kerjakan hanya di dapur dan melayani suami." ucap Burhan sambil berjalan ke tempat duduknya.  

"Kamu tenang saja saya tidak hanya menganggap hutang keluargamu lunas, tapi saya akan memberikan sebuah rumah untuk kalian tempati." tambah Burhan dengan tatapan mata yang tajam.  

"Maaf Juragan, tapi saya tidak bisa menerima pinangan Juragan untuk putri saya." jawab Darso sambil ketakutan.  

"Dasar petani miskin! Berani-beraninya kamu menolak lamaran ku untuk putrimu. Aku beri kamu kesempatan selama 7 hari untuk memikirkan tawaranku, tapi jika kamu menolak tawaran itu kamu harus membayar semua hutang berikut dengan bunganya dan jumlahnya 50 juta rupiah." bentak Burhan sambil berdiri dari tempat duduknya.  

"50 juta? Maaf juragan kalau tidak salah saya hanya berhutang 7 juta rupiah dan itupun sudah kami bayar dengan upah kami setiap minggunya." tanya Darso sambil menatap mata Burhan yang terlihat tajam.  

"Apa kamu lupa jika setiap hutang memiliki bunga 20% setiap bulannya, sekarang kamu keluar dari ruangan ini dan jangan lupa kamu harus segera memberi jawaban kepadaku minggu depan." usir Burhan sambil menunjuk ke arah pintu.  

Darso yang terkejut dengan jumlah hutang yang dimilikinya kepada Burhan hanya bisa berjalan dengan keadaan lesu. Tatapan sayu terlihat jelas di kedua matanya. Darso tidak kembali ke kebun teh tempat dia biasa bekerja. Namun, dia justru langsung pulang untuk menemui sang istri yang saat itu masih berada di rumah.  

"Assalamualaikum." ucap Darso sambil masuk ke dalam rumah.  

"Waalaikumsalam!" teriak sang istri dari dalam dapur.  

"Kok jam segini sudah pulang? Padahal aku baru saja akan ke kebun untuk mengantar makanan." tanya Sari sambil meletakkan segelas air putih. 

"Aisyah kemana, Bu?" tanya Darso sambil mulai menikmati air minum yang diberikan sang istri.  

"Aisyah sedang mencuci baju di sungai dengan beberapa temannya. Memangnya ada apa Bapak mencari Aisyah?" tanya Sari yang mulai bingung dengan gelagat sang suami. 

"Pak Burhan ingin menjadikan Aisyah menantunya." jawab Darso sambil meletakkan gelas di atas meja. 

"Maksudnya?” tanya Sari yang masih bingung dengan ucapan sang suami. 

“Pak Burhan ingin menikahkan Akbar dengan Aisyah.” jawab Darso sambil bersandar di kursi tamu. 

“Akbar. Akbar putra Pak Burhan yang terkenal seperti preman dan tukang mabuk itu?" tanya Sari seolah memastikan ucapan sang suami.  

"Iya, memang Pak Burhan punya berapa anak sampai kamu bertanya seperti itu." jawab Darso sambil memijat kepalanya dengan lembut.  

"Tidak, Ibu tidak setuju. Bapak harus menolaknya." tegas Sari sambil duduk di samping Darso.  

"Bapak sudah menolaknya, tapi …." 

"Tapi apa Pak? Apa Bapak tidak kasihan kepada Aisyah jika harus menikah dengan laki-laki berandal seperti Akbar." potong Sari sambil menggoyangkan tubuh sang suami.  

"Bapak sudah menolaknya, tapi bukan itu masalahnya!" bentak Darso sambil berdiri dari tempat duduknya.  

"Lalu apa masalahnya?” tanya Sari yang mulai khawatir. 

"Pak Burhan meminta kita melunasi seluruh hutang beserta bunganya sebesar 50 juta jika kita menolak lamaranya." jawab Darso. 

"50 juta? Ya Allah dapat uang darimana kita sebanyak itu, Pak.  Lagipula menurut hitungan Ibu hutang kita ke Pak Burhan hanya sisa 1 juta. Lalu bagaimana mungkin sekarang bisa jadi 50 juta?" tanya Sari dengan penasaran.  

"Entahlah, tapi Pak Burhan bilang hutang kita itu berbunga 20% tiap bulannya." jawab Darso hingga membuat mata Sari terbelalak.  

"Apa! 20%. Ibu rasa itu hanya akal-akalan Pak Burhan agar kita mau menerima perjodohan ini." jawab Sari dengan wajah kesal.  

"Bapak juga tidak tahu, tapi yang jadi pikiran Bapak sekarang adalah bagaimana menjelaskan kepada Aisyah tentang perjodohan antara dirinya dan Akbar, apalagi perjodohan ini atas dasar pelunasan hutang." ucap Darso sambil bertolak pinggang.  

“Ya Allah, kasihan Aisyah jika pernikahan itu sampai terjadi." ucap Sari sambil meneteskan air mata.  

"Gedebuk!" tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dengan keras.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status