Share

Bab 6

Beberapa jam sebelum Akbar mengetahui jika barang-barangnya hilang. Ani yang saat itu sedang sibuk menyiram tanaman di teras tanpa sengaja melihat Aisyah sedang membuang sebuah kantong plastik berwarna hitam. Ani yang penasaran dengan isi dalam kantong tersebut langsung mengambilnya dari tong sampa sesaat setelah sang menantu masuk ke dalam rumah. 

“Apa yang dibuang perempuan alien itu.” gumam Ani sambil mengambil kantong tersebut dan langsung membukanya. 

“Ini ‘kan barang-barang milik Akbar, aku yakin perempuan itu akan kena masalah karena dia sudah berani membuang barang-barang ini. Lebih baik aku sembunyikan saja, agar alien itu tidak dapat menemukan barang ini.” ucap Ani sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. 

Setelah menyembunyikan barang tersebut, Ani pun langsung bergegas ke kamar Aisyah. hingga apa yang ada di pikiran Ani pun terjadi, Akbar yang menyadari jika ada perubahan dalam kamarnya serta hilangnya beberapa barang miliknya langsung mencari sang istri. Setelah menyelesaikan tugasnya, Aisyah yang sudah merasa lapar langsung bergabung dengan keluarga besar sang suami untuk menikmati sarapan yang telah disiapkannya. 

"Mau apa kamu!" bentak Akbar saat melihat Aisyah akan duduk di sebuah kursi.  

"Aku … Aku mau makan, Mas." jawab Aisyah dengan sedikit ketakutan. 

"Apa barangku sudah kamu temukan?" tanya Akbar sambil menatap Aisyah dengan tajam. 

"Belum, Mas." jawab Aisyah sambil menunduk.  

"Belum! Apa saja yang kamu lakukan, sampai mencari barang begitu saja kamu tidak becus. Kamu tidak boleh makan sebelum kamu menemukan barang itu." bentak Akbar sambil menarik tangan Aisyah. 

"Tapi, Mas …." jawab Aisyah yang langsung terdiam saat tangan kekar sang suami mulai menggenggam pergelangan tangannya.  

"Kamu tidak akan bisa makan dan kemana-mana sebelum barang itu ditemukan." ucap Akbar sambil mulai menyeret tangan sang istri. 

akbar yang memiliki sifat kasar terus menarik tangan Aisyah dan memasukkannya ke dalam kamar dan menguncinya. Ani yang melihat perlakuan Akbar terlihat tersenyum bahagia. Hal itu membuat Burhan menjadi curiga dengan sikap sang istri.  

"Sepertinya kamu bahagia sekali melihat Aisyah tersiksa karena sikap Akbar. Memang apa yang sudah terjadi hingga Akbar begitu marah kepadanya?" tanya Burhan sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.  

"Perempuan aneh itu sudah membuang barang-barang Akbar yang biasa digunakan untuk menghisap narkoba, dan asal Bapak tahu barang-barang itu sebenarnya ada di aku." bisik Ani sambil terlihat bahagia.  

"Kalau memang barang itu sudah kamu temukan, kenapa tidak kamu berikan saja kepadanya? Kasihan Aisyah harus menanggung masalah dari apa yang kamu lakukan." Jawab Burhan tanpa menoleh ke sang istri.  

"Aku tidak akan menyerahkan barang itu, semua aku lakukan agar perempuan aneh itu menderita." ucap Ani yang langsung berdiri dari tempat duduknya.  

"Tapi kasihan dia, Bu. Aku menikahkan Akbar dengan Aisyah agar dia bisa merubah putra kita menjadi lebih baik, selain itu agar kita ada pembantu gratisan di rumah ini, bukan untuk disiksa seperti itu." jelas Burhan kepada sang istri.  

"Bapak pikir aku peduli, asal Bapak tahu selama ini aku dan Akbar tidak pernah setuju dengan pernikahan ini. Tapi Bapak terus saja memaksakan kehendak untuk menikahkan mereka!" bentak Ani sambil berjalan meninggalkan sang suami.  

Disaat Ani dan Burhan bertengkar karena masalah sikap Akbar, di tempat terpisah Darso dan Sari justru diliputi rasa khawatir akan nasib putri mereka. Sari yang selama ini terlihat ceria kini selalu terlihat murung, bahkan beberapa hari ini sulit baginya untuk memejamkan mata. Darso yang sangat mengerti perasaan sang istri berusaha untuk terus menghiburnya. 

"Bagaimana nasib putri kita sekarang ya, Pak?" tanya Sari sambil menahan air matanya.  

"Bapak juga tidak tahu, Bu. Juragan Burhan meminta Bapak untuk tidak menemui Aisyah di rumahnya." jawab Darso sambil menarik nafas panjang.  

"Ya Allah Gusti. Seandainya kita tidak berhutang kepada Juragan Burhan nasib putri kita pasti tidak akan seperti sekarang ya, Pak." ucap Sari sambil mulai menangis. 

"Sudahlah, Bu. Lebih baik kita doakan saja semoga Allah selalu melindungi Aisyah." jawab Darso sambil mengusap pundak sang istri.  

Saat Darso dan Sari sedang bingung memikirkan keadaan sang putri. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kehadiran beberapa Ibu-ibu yang kebetulan lewat di depan rumah mereka. Cibiran, ejekan dan cemoohan dari tetangga harus kembali terdengar di telinga mereka.  

"Eh, Bu Sari dan Pak Darso. Sedang santai, nih." ucap salah satu perempuan yang sudah berdiri di hadapan mereka. 

"Kami sedang …." belum juga Darso menjawab salah seorang lainnya memotong ucapannya.  

"Ya biasalah, Bu. Namanya juga orang kaya, jadi ya hanya duduk-duduk dan terima uang." jawab salah seorang yang lain.  

"Emang benar ya, jika Bu Sari dan Pak Darso menjual Aisyah kepada Juragan Burhan? Bu, saya ingatkan ya. Anak itu amanah, tega banget sih jual anak demi kepentingan sendiri, apa nggak takut kalau anaknya di siksa sama Juragan Burhan." jelas salah seorang perempuan itu.  

"Eh dengar ya, Bu. Kami tidak pernah menjual anak kami kepada siapapun apalagi kepada Juragan Burhan. Jadi kalau Ibu-ibu tidak tahu masalah sebenarnya jangan asal bicara ya, mau kalau mulut Ibu-ibu saya robek pakai pisau." jawab Sari sambil berdiri dari tempat duduknya.  

"Dasar keluarga nggak punya hati, dinasehati malah marah-marah. Ayo Ibu-ibu lebih baik kita pergi dari sini sebelum mulut kita di robek sama perempuan gila ini." ucap salah satu dari mereka sambil berjalan pergi.  

"Ya sudah, pergi sana yang jauh! Kalau kalian berani bergunjing tentang keluargaku awas kalian, akan aku robek mulut busuk kalian itu." teriak Sari yang sudah kesal.  

"Sudahlah, Bu. Tidak perlu didengarkan, lebih baik kita masuk ke dalam saja." ajak Darso sambil berusaha menenangkan sang istri.  

"Sudah … sudah, Bapak tidak dengar perkataan mereka! Mereka menuduh kita orang tua kejam yang tega menjual anak sendiri demi kebahagiaan kita pribadi. Ibu sudah tidak bisa diam lagi, Ibu harus ke rumah Juragan Burhan sekarang." ucap Sari sambil masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil hijab di dalam kamar.  

"Ibu mau apa kesana?" tanya Darso yang terlihat panik dengan keputusan sang istri.  

"Mau apa? Bapak masih tanya mau apa. Ya tentu mau membawa Aisyah pulang." jawab Sari sambil berjalan meninggalkan Darso yang terlihat panik.  

"Bu, lebih baik jangan kesana. Bapak khawatir mereka akan melakukan hal yang buruk kepada Aisyah kalau Ibu nekat kesana." bujuk Darso sambil memegang tangan sang suami.  

"Ibu tidak peduli, pokoknya Ibu mau kerumah Juragan Burhan sekarang juga. Kalau Bapak mau ikut silahkan, tapi kalau tidak juga tidak masalah." jawab Sari sambil berjalan meninggalkan rumahnya.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status