Share

4. Ngidam

Di tempat lain

Seorang pria tengah memuntahkan isi perutnya di kamar mandi ruang kantornya.

Ia adalah Jevan. Sudah sejak pagi ia muntah-muntah.

Tubuh Jevan terasa lemas, sedari tadi juga tidak ada makanan yang bisa masuk ke perutnya.

Setelah merasa tidak akan muntah lagi, Jevan kembali ke ruangannya. Merebahkan diri di atas sofa ruangan itu.

Jevan menghela nafas berat. Energinya sudah terkuras habis.

"Gue kenapa sih? YaTuhan."

Saat Jevan tengah berusaha memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar.

"Jev, ayo pulang."

Dua orang lelaki muncul dibalik pintu itu. Seorang lelaki berusia awal lima puluhan itu mendekat ke arah Jevan yang masih berbaring.

"Ayah, Jevan sakit," ucapnya dengan nada manja. Memang ketika sakit, Jevan akan berubah menjadi sosok yang sangat manja, apalagi terhadap ibunya.

Sedangkan, lelaki yang usianya terpaut tiga tahun dengan Jevan itu juga ikut mendekat.

"Apanya yang sakit?" tanya Tora, ayah Jevan, dengan nada khawatir.

Pria paruh baya itu lantas meletakkan punggung tangannya di kening Jevan. Memastikan suhu tubuh sang anak.

"Perut aku rasanya nggak enak yah, mutah terus."

"Kuat jalan nggak? Perlu abang panggilin ambulan buat bawa kamu ke rumah sakit?"

Jevan menggeleng, ia bangkit dari posisi tidurnya.

"Ayah," ucap Jevan dengan nada manja. Ia merentangkan kedua tangannya ke depan. Meminta ayahnya untuk menuntunnya berjalan.

Apa yang ditunjukan Jevan saat ini tidak sesuai dengan pakaian yang ia kenakan. Bagaimana tidak saat ini ia berpakaian layaknya eksekutif muda.

Tyo yang melihat tingkah adiknya hanya menggelengkan kepala.

Tyo dan Tora saat ini menuntun Jevan ke parkir.

"Mau langsung pulang atau ke rumah sakit dulu, Jev," Tanya Tora setelah mereka bertiga masuk ke dalam mobil yang sama.

Namun, tak ada jawaban dari Jevan. Lelaki itu kembali muntah, namun tidak ada yang keluar dari dalam perutnya. Hanya ada cairan kuning yang rasanya sangat pait.

"Ke rumah sakit aja deh, Yah. Jevan kyak udah mau mati gitu," kata Tyo sambil menjalankan mobilnya.

"Huss, kamu ini, Yo. Kalo ngomong yang bener aja. Kalo sampe ibumu tahu kamu ngomong gitu, udah dipukul sapu kamu."

"Bercanda, Yah," ucap Tyo dengan cengengesan.

Sedangkan Jevan sendiri hanya bisa menyenderkan tubuhnya ke senderan mobil. Energinya sudah benar-benar habis, rasanya ia ingin pingsan saja.

Setelah mereka sampai di rumah sakit, Jevan langsung dilarikan ke UGD.

Sepuluh menit dokter memeriksa Jevan.

"Anak saya kenapa, dok?" tanya Tora kepada dokter yang baru selesai memeriksa.

"Setelah kamu perisa, tidak ada penyakit serius dari anak bapak. Tapi anak bapak harus dirawat inap karena kekurangan cairan tubuh, sehingga tubuhnya lemas," jelas dokter itu.

"Hmm, apakah anak bapak sudah menikah?" tanya dokter itu.

Tora dan Tyo mengerutkan keningnya bersamaan. Mereka berdua lantas kompak bergeleng.

"Belum, dok. Emang kenapa ya?" Tyo membuka suaranya, ia penasaran dengan pertanyaan dokter itu.

"Gejala yang dialami saudara Jevan, hampir sama dengan apa yang dialami orang hamil muda. Untuk beberapa kasus suami yang akan mengalami morning sickness atau bahkan mengidam. Sedangkan istrinya biasanya tidak mengalami seperti itu."

"Untuk kasus mas Jevan ini akan kami lakukan pemeriksaan lanjutan lagi nanti. Kalo begitu saya permisi."

Dokter itu pun pergi meninggalkan Tyo dan ayahnya yang dipenuhi banyak pikiran di otaknya.

Beberapa saat kemudian Jevan sudah dipindahkan ke ruangan.

"Jev, lo hamilin anak orang?" tanya Tyo setelah melihat adiknya itu bangun.

"Apa sih bang? Hamilin apa coba, pacar aja nggak punya." Mungkin Jevan lupa dengan apa yang sudah ia lakukan bersama Rika.

"Kali aja lo hamilin orang, kata dokter tadi lo tu kyak gejala orang hamil. Awas aja kalo sampe ada yang tiba-tiba dateng minta tanggungjawab sama lo. Gue tempeleng kepala lo."

"Enggak,enak aja." Jevan memanyunkan bibirnya.

"Ibu mana, bang?" tanya Jevan sambil celingukan mencari sang ibunda.

"Ibu lagi dijemput sama ayah, sekalian ambil baju lo."

"Gue pengen rawon," kata Jevan.

Tiba-tiba ia begitu ingin memakan rawon. Memikirkan makanan yang berasal dari Ponorogo itu membuat air liurnya menetes. Kuahnya yang kental berwarna hitam kecoklatan dan daging sapi yang empuk. Ah, pasti menyegarkan.

"Rawon?" Tyo menatap adiknya aneh, bisa-bisanya ia ingin makan rawon setelah bangun dari pingsan.

"Lo yakin Jev nggak pernah tidur sama cewek mana pun? Lo coba inget lagi deh, Jev! Gue yakin deh lo sekarang lagi ngidam, terus cewek yang lo tidurin itu sekarang hamil muda," kata Tyo panjang lebar sambil menatap lekat adiknya.

Jevan hanya diam saja. Ia tidak merasa pernah tidur dengan perempuan selain ibunya selama ini.

"Coba lo inget-inget! Awas aja ya lo, jev, kalo nanti tiba-tiba ada yang minta tanggungjawab sama lo! Gue hajar lo, kalo nggak mau tanggungjawab!" Tyo berjalan ke arah sofa.

Sedangkan, Jevan mengerutkan keningnya mencoba mengingat apakah ia pernah tidur bersama seorang wanita sebelumnya. Sepertinya, iya.

Mata Jevan membola, ingatannya kembali ke malam yang sebelumnya tidak pernah ia lupakan itu. Bagaimana bisa ia tiba-tiba menjadi pikun begini. Rika.

"Astaga! Bang HP gue mana?!" Jevan bangkit dari posisi tidurnya, celingkuan mencari handphone miliknya.

Tyo bangkit dari sofa yang ia duduki. Lalu, ia berjalan ke meja samping ranjang Jevan untuk mengambil barang yang Jevan cari.

"Nih, HP lo. Buat apaan? "

Jevan merebut ponsel yang ada ditangan Tyo, mengabaikan pertanyaan dari lelaki itu.

Rika. Sekarang ia harus menghubungi perempuan itu.

"Anjir, nggak aktif lagi!" ucap Jevan sambil menggigit kuku jari kelingkingnya. Ia mencoba menelepon Rika berkali-kali namun hanya tulisan 'memanggil' yang muncul di layar ponsel itu.

"Anak-anak ada yang tahu alamatnya nggak ya? Cika." Jevan kini mencari nomer kontak dari Cika, salah satu temannya dan Rika. Diantara teman-temannya, Cika lah orang yang paling dekat dengan Rika.

Ia melupakan kakaknya yang kini menatapnya curiga. Lelaki itu memincingkan matanya saat melihat kepanikan Jevan.

"Lo panik banget deh Jev, jangan-jangan lo beneran hamilin orang Jev?! Jangan main-main Jev! Mati..." Belum juga Tyo selesai berkata Jevan sudah menyahut.

"Aduh, Bang. Gimana dong dua bulan lalu, waktu malam setelah wisuda itu gue gak sengaja tidur sama temen gue dan kami berdua lakuin itu. Gimana dong bang kalo dia beneran hamil anak gue?" ucap Jevan.

"Apa maksud kamu, Jevan? Jelaskan kepada Ayah!"

Jevan kaget dengan kemunculan ayahnya yang tiba-tiba.

'Matilah aku," batin Jevan

"A-ayah?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status