Share

5. Tambahan Bimbingan

"Kaluna sudah datang," lapor Estefan kepada Bu Sitq seolah tidak ada yang terjadi. "Kita bisa mulai pembinaannya, Bu."

Estefan sengaja menyingkir dari pintu untuk memberi jalan kepada Bu Sita.

"Kaluna?" panggil Bu Sita sembari duduk di kursi. "Mulai hari ini, kamu akan mendapatkan bimbingan khusus dari saya dan Pak Stefan."

Kaluna menerima informasi ini dengan wajah yang biasa-biasa saja.

"Saya harap kamu menyambut baik niat saya dan wali kelas kamu, Kaluna." Bu Sita meneruskan. "Kamu punya kecerdasan akademik yang bagus, jadi akan sangat bijak kalau kamu menggunakannya dengan sebaik mungkin."

Kaluna hanya menganggukkan kepala tanpa antusias sedikitpun. Baginya akan jauh lebih baik jika sekolah memutuskan untuk langsung mengeluarkannya saja dan tidak perlu mengadakan bimbingan apa pun untuknya hingga seperti ini.

Karena bagi Kaluna, itu percuma saja.

"Kok manyun?" komentar Yohan ketika melihat Kaluna asyik main ponsel di depan kelas ketika seharusnya dia sudah pulang saat jam sekolah. "Habis kena tegur lagi di ruang BK?"

Kaluna tidak segera menjawab dan tetap asyik dengan ponselnya.

"Begitulah," sahut Kaluna setelah membuat Yohan menunggu selama beberapa saat. "Rencananya aku mau dikasih pembinaan khusus sebanyak tiga kali seminggu."

Yohan seketika tertawa terbahak.

"Kamu lebih parah dari aku rupanya," komentar cowok itu. "Sekonyol-konyolnya, aku nggak sampai dapat pembinaan khusus."

Kaluna mencibir.

"Kamu nggak terlalu penting di sekolah ini, Yohan." Dia memasukkan ponselnya ke saku. "Aku kan beda, murid baru yang berharga di SMA Oasis ini."

Yohan mengumpat keras.

"Aku nggak percaya," cibirnya balik. "Mungkin karena kamu sengaja menggunakan tubuh kamu buat merayu Pak Stefan, hahaha!"

Kaluna melirik Yohan dengan mata menyipit.

"Otak kamu isinya cuma itu, ya?" kecam Kaluna setengah kesal. Pikirannya sempat melayang sejenak ke sosok guru muda yang jadi wali kelasnya itu.

"Nggak usah muna deh Lun, di sini nggak ada murid perempuan yang nggak tertarik sama Pak Stefan." Yohan menjelaskan. "Wali kelas kamu itu masih muda, bahkan mungkin dia yang paling muda di sekolah ini. Yah, meskipun gantengnya hanya beda tipis sama aku."

Giliran Kaluna yang mengumpat.

"Maaf saja, aku nggak tertarik untuk sekolah di sini lebih lama lagi." Dia mencibir. "Aku sudah bosan dan mau pindah sekolah."

Yohan memandang Kaluna dengan sorot mata menyipit.

"Kita sudah tingkat akhir," sahut Yohan mengingatkan. "Sebentar lagi kita ujian kelulusan."

"Aku masih bisa ikut ujian online," kilah Kaluna dengan nada tidak peduli. "Yang jelas pendidikan bukanlah prioritas utama dalam hidupku."

Yohan terpukau mendengar ucapan yang dilontarkan Kaluna kepadanya.

"Percayalah, aku jamin orang tua kamu akan menangis mendengar omongan kamu tadi." Cowok most wanted SMA Oasis itu berkomentar.

"Aku nggak akan bisa mendengarnya kalau mereka menangis di balik makam mereka," ucap Kaluna tanpa memandang Yohan.

"Jadi ... mereka sudah meninggal?" tanya Yohan, wajah tengilnya terkejut begitu dia tahu tentang fakta ini.

Kaluna hanya menjawabnya dengan anggukan kepala tanpa berminat untuk membagi bebannya kepada seorang Yohan Dananjaya.

"Yo, kamu kok kelihatannya jadi akrab banget sama Luna?" tegur Bayu, salah satu sahabat Yohan. "Jangan lupa, kamu baru saja pendekatan sama anak sekolah sebelah ...."

"Sejak kapan sih aku serius sama cewek?" sahut Yohan sambil melipat kedua tangannya di dada. "Luna itu pengecualian, karena dia adalah cewek pertama yang berani melawanku terang-terangan. "

Yohan melirik kelas sebelah, tempat di mana Kaluna belajar sekarang ini. Sementara Bayu hanya mendengus mendapati jiwa playboy Yohan yang mengembara hingga kelas sebelah.

***

Kaluna nyaris terkantuk-kantuk saat mengikuti pelajaran matematika yang dipegang Estefan. Padahal hampir semua murid tidak ada yang berani bernapas berlebihan setiap kali guru muda itu yang mengajar.

"Ada yang belum jelas?" tanya Estefan yang ketika itu sedang menerangkan materi di depan kelas. "Kalau sudah, silakan buka buku kalian halaman tiga puluh. Kerjakan soalnya sampai bel istirahat berbunyi."

"Baik, Pak!" sahut seluruh kelas kecuali Kaluna yang memejamkan matanya sambil bertopang dagu.

Setelah memberikan perintah kepada para muridnya, Estefan duduk kembali di kursi. Dia tampak belum menyadari bahwa ada seorang anak kelasnya yang tidak melaksanakan perintahnya untuk mengerjakan tugas.

Dan Estefan baru menyadari hal itu ketika satu per satu muridnya mengumpulkan buku mereka di meja.

"Sejak kapan dia tidur di pelajaran saya?" tanya Estefan kepada teman sebangku Kaluna yang bernama Meira.

"Sejak tadi Pak," jawab Meira sambil meringis. "Saya tidak berani membangunkannya, Bapak tahu sendiri kalau Luna itu paling nggak suka diusik."

Estefan mengangguk mengerti, kemudian dia mengimbau seluruh muridnya untuk pergi makan di kantin dan membiarkan Kaluna berada di kelas bersamanya.

Ketika suasana kelas sudah sepi, Kaluna menurunkan tangan dan mengerjabkan mata. Seraut wajah paling rupawan yang pernah dia lihat langsung menyambutnya.

"Enak tidur siangnya, Kaluna?"

"Hm?"

Kaluna mengerjabkan matanya beberapa kali sampai dia tersadar bahwa Estefan sedang duduk di depan mejanya sambil bertopang dagu.

"Oh, Pak Guru ... tidak mengajar?" tanya Kaluna dengan suara lirih. Kepalanya oleng ke sana kemari untuk mengamati suasana kelasnya yang begitu sepi. "Sudah jam pulang sekolah ya, Pak?"

Estefan berdiri dari kursinya sebelum menjawab.

"Sekarang juga kamu cuci mukamu di toilet," perintah Estefan dingin. "Setelah itu temui saya di kantor guru. Cepat."

Kedua mata Kaluna langsung terbuka lebar saat mendengar perintah yang dititahkan Estefan kepadanya.

"Pak Guru tidak mau jajan dulu di kantin?" tanya Kaluna sambil berdiri dari kursinya.

"Di sini siapa gurunya?" tanya Estefan sambil menatap tajam Kaluna. "Saya atau kamu?"

"Bapak," jawab Kaluna sambil nyengir dan berjalan pergi dari hadapan Estefan yang geleng-geleng kepala menghadapi tingkahnya.

Kaluna cepat-cepat membasuh wajahnya di toilet anak perempuan. Bukan karena dia takut dengan kemarahan Estefan, tapi lebih karena Kaluna merasa hari itu dia sangat mengantuk sekali.

"Duduk," suruh Estefan ketika Kaluna datang menghadapnya di kantor guru.

"Ya Pak," sahut Kaluna tanpa banyak protes.

"Saya sangat tidak suka kalau ada murid yang menyepelekan pelajaran saya," tegas Estefan sambil memandang Kaluna yang wajahnya setengah basah. "Kamu sering ketiduran seperti tadi?"

Kaluna mengangkat bahunya.

"Saya tidak ingat Pak," sahut Kaluna dengan wajah tanpa dosa. "Saya seringnya bolos pelajaran kalau tidak ketiduran ...."

"Dan kamu mengatakannya seakan-akan apa yang kamu lakukan itu adalah sebuah prestasi yang membanggakan?" potong Estefan datar.

Kaluna menggelengkan kepala.

"Tidak juga sih Pak, namanya juga orang mengantuk." Dia beralasan.

Estefan semakin murka atas ucapan enteng yang Kaluna lontarkan. Alih-alih meminta maaf, cewek itu bahkan tidak merasa bersalah sama sekali.

"Kalau begitu saya punya kabar bagus untuk kamu," ujar Estefan dengan nada tegas. "Bimbingan kamu akan ditambah jadi lima kali seminggu bersama Bu Sita."

"Tapi, Pak ..." Kaluna mengernyitkan dahinya. "Bimbingan yang tiga kali seminggu saja belum selesai saya jalani, ini Bapak sudah menambah jadi lima kali seminggu?"

"Tidak ada alasan," pungkas Estefan tegas.

Bersambung -

Comments (1)
goodnovel comment avatar
MiaKadir
asyik juga baca ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status