Share

3. Murid yang Senang Dihukum

Beberapa anak yang berada di sana langsung tersedot perhatiannya ketika melihat Kaluna dan Yohan yang tengah baku hantam di koridor kelas.

“Ya ampun, pisahkan dong!”

“Takut kena bogem nyasar!”

Kaluna tidak gentar menghadapi Yohan meskipun dia cowok, sebaliknya Yohan sendiri juga membuktikan ucapannya bahwa dia tidak segan memukul perempuan.

Beberapa kali Kaluna menyerang, meski luput karena jelas sekali jika Yohan pintar berkelahi. Dengan cepat dia membalikkan keadaan dan membuat Kaluna terpaksa mempertahankan diri dari serangannya.

“Ini sih gaya berantem cewek alay!” ledek Yohan, tubuh proporsionalnya berkelit memutari Kaluna dan tahu-tahu satu lengan cewek itu sudah berada dalam kekuasaan Yohan. Sekali sentak, lengan Kaluna dipastikan terpelintir dengan mudahnya.

“Kamu cowok jadi-jadian, ya?” komentar Kaluna dengan wajah pias yang menempel erat di bahu Yohan. “Berantem sama cewek harus pakai tenaga penuh ....”

“Nggak usah bawa-bawa gender kalau urusan berantem,” potong Yohan sementara para murid yang menonton sibuk menahan napas. “Kalian semua yang ada di sini dengar ya, anak baru yang bertingkah di sekolah ini akan berurusan sama aku! Nggak peduli mau cewek atau cowok, aku akan habisi kalau aku sudah muak!”

“Argh!” Kaluna merintih tertahan ketika Yohan menarik lengannya yang sudah mati rasa.

“Berhenti kalian!”

Kaluna menoleh ketika terdengar suara lantang yang menginterupsi pertarungan tidak seimbang ini. Kerumunan murid yang menonton seketika tersibak menjadi dua bagian ketika Estefan berjalan mendekat ke lokasi pertempuran.

Yohan langsung melepas Kaluna meskipun dengan wajah enggan.

“Kalian sadar dengan perbuatan kalian?” tanya Estefan tajam sambil memandang Kaluna dan Yohan bergantian. “Kalian sengaja berkelahi di depan para murid yang lain?”

Kaluna merapikan seragamnya tanpa menjawab.

“Saya cuma sedang melatih kemampuan murid baru, Pak.” Yohan masih bisa beralasan.

“Ke kantor guru sekarang,” suruh Estefan tegas. “Biiar wali kelas yang bertindak.”

Kaluna tentu saja tidak keberatan. Seperti di sekolah-sekolah sebelumnya, dia sudah terbiasa berada dalam masalah dan malah bersyukur daripada dia harus berada dalam kelas sepanjang hari yang membosankan.

Setibanya di kantor guru, Estefan langsung menyerahkan Yohan kepada wali kelasnya sendiri karena dia merasa tidak punya wewenang untuk menjatuhkan hukuman kepada murid satu itu. Sedangkan khusus Kaluna biar Estefan sendiri yang akan menegurnya.

Kaluna dan Yohan merasa kemarahan wali kelas mereka berlangsung selama berjam-jam, sampai akhirnya mereka berdua dijatuhi hukuman untuk membersihkan seluruh toilet yang ada di sekolah.

“Kamu sudah tahu kan seberapa besar kekuatan aku?” tanya Yohan dengan gagang pel berada di atas pundaknya. “Makanya jadi anak baru jangan sok.”

Kaluna hanya mendengus sambil duduk di kursi dan tidak berniat untuk ikut membersihkan toilet.

“Ngomong-ngomong,” ujar Yohan lagi sambil mengamati hasil kerjanya. “Kenapa dari tadi cuma aku yang menjalani hukuman ini? Seharusnya kamu kan juga dihukum!”

Kaluna menertawai kelakuan Yohan.

“Aku memang dihukum sama seperti kamu,” katanya dengan nada santai. “Tapi aku memutuskan untuk nggak mau menjalani hukuman itu.”

“Gila kamu ya?” Yohan menoleh menatap Kaluna yang tampak tenang-tenang saja.

“Di sekolahku yang sebelumnya aku mana pernah mau menjalani hukuman,” sahut Kaluna tenang. “Kamu saja yang kelihatannya kuat di luar, tapi di dalam takut sama guru.”

Yohan mendelik saat mendengar ucapan yang dilontarkan Kaluna kepadanya, dia meletakkan alat pelnya kemudian duduk di samping cewek itu.

“Terus ini gimana?” sungut Yohan sambil bertopang dagu.

Kaluna menolehkan wajahnya dan melihat salah satu penjaga sekolah yang melintas. Dia buru-buru berdiri dan berlari menghampirinya sementara Yohan duduk diam karena tidak mengerti apa yang akan diperbuat oleh cewek itu.

Tidak berapa lama Kaluna muncul dengan seorang petugas bersih-bersih yang siap untuk menggantikan hukumannya membersihkan toilet.

“Aku tinggal bayar bapak ini dan semua toilet dijamin bersih,” kata Kaluna dengan nada puas, dia segera mengambil tasnya dan mengerling Yohan. “Kalau begini, aku bisa bolos dengan tenang.”

Yohan melongo ketika Kaluna melenggang pergi dari hadapannya dengan santai.

“Kok mau-maunya ...?” tanya Yohan kepada petugas sekolah.

“Luna kasih uang banyak sekali,” jawab petugas itu sembari mulai membersihkan toilet sesuai titah Kaluna kepadanya.

Sementara itu Yohan masih terngiang-ngiang dengan apa yang baru saja dia saksikan, dia jadi semakin penasaran dengan sosok Kaluna Demetria.

***

“Apa, perjodohan?” Estefan mengerutkan keningnya ketika sang ibu mencetuskan ide itu saat makan malam. “Ibu jangan aneh-aneh, aku sedang fokus sama murid-muridku yang bermasalah di sekolah. Tolong jangan ditambah dengan ide perjodohan itu, aku belum mau menikah.”

Ibu Estefan yang bernama Vivian hanya tersenyum simpul mendengar tanggapan sang putra.

“Ibu tahu Rey, ini kan juga baru ide.” Vivian mengambilkan piring kosong untuk Estefan. “Tunggu sampai ayahmu pulang, dia pasti juga mendukung ide ibu.”

Estefan tidak berkomentar apa-apa dan lebih mementingkan urusan perut daripada ide perjodohan yang menurutnya konyol di masa modern seperti sekarang.

Selesai makan, Estefan segera masuk kamar untuk bersantai sejenak. Dia tidak terlalu memikirkan ucapan Vivian tadi kepadanya karena Estefan percaya bahwa sang ibu tidak akan mendesaknya untuk menikah dalam waktu dekat.

Sebagai informasi, Estefan Reyvonda berprofesi sebagai guru matematika di SMA Oasis setelah sebelumnya dia mendapat masalah di sekolahnya yang lama akibat ada seorang murid perempuan yang jatuh hati kepadanya.

Bagaimana tidak, dengan tubuh tinggi di atas rata-rata bak model, rambut hitam yang dibelah rapi, serta wajah Estefan yang bersih tanpa cela, mustahil jika para kaum hawa sanggup menolak pancaran pesonanya yang tidak tertahankan.

Dan begitu dirinya diterima di SMA Oasis, Estefan sengaja mengenakan kacamata untuk menutupi sebagian pesonanya agar tidak ada lagi murid perempuan yang jatuh hati kepadanya.

Meskipun itu sulit. Karena di hari pertamanya muncul di sekolah, Estefan langsung menyita banyak perhatian dari para muridnya yang perempuan.

Namun, pertemuannya dengan kasus Kaluna tadi cukup membuat Estefan geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, Kaluna terlihat tidak terpengaruh sedikitpun dengan keberadaannya sebagai wali kelas yang akan menindak tegas tingkah lakunya yang keterlaluan itu.

Sedangkan dalam sejarah karirnya sebagai seorang guru, Estefan belum pernah bertemu dengan murid antik yang modelnya seperti Kaluna.

Keesokan harinya, Estefan sudah disambut dengan kehadiran guru BK Kaluna di mejanya.

“Saya sudah mentok menghadapi Kaluna,” curhat Bu Sita ketika Estefan baru saja meletakkan tasnya di atas meja. “Dia sudah tingkat akhir, tapi kelakuannya masih seperti bocah kemarin sore. Saya harus menegurnya dengan cara apa lagi, Pak Stefan?”

Bu Sita menutup curhatnya dengan embusan napas panjang dan berat.

“Dari obrolan saya kemarin dengan Kaluna, sepertinya dia tidak keberatan jika kita memberinya sanksi.” Estefan menjelaskan. “Dia justru merasa senang karena mendapatkan apa yang dia inginkan.”

Bu Sita memijat keningnya sebentar.

“Baru kali ini saya bertemu dengan murid yang senang dihukum seperti Kaluna,” komentar Bu Sita miris. “Padahal Kaluna itu sebetulnya murid yang cerdas.”

Di depan kelas ....

“Hatchih!” Kaluna tidak dapat menahan bersinnya tepat di depan wajah Yohan.

Bersambung –

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status