Tiba di rumah Amara membenamkan tubuh nya di sofa.
"Bodoh!" Gumamnya pelan pada dirinya sendiri sebelum akhirnya, ia bergegas membersih kan diri.Tak lama setelah itu Hpnya berdering ada nama Misterius disana dan stelah beberapa kali panggilan dengan enggan ia menjawab panggilan itu
"Ya." Jawabnya singkat
"Apa kau sudah tiba dengan selamat?" Tanya sang Pemberi Informasi dari seberang sana
"Iya." Jawab Amara dingin
"Maaf! Aku melibatkan mu, untuk urusan pribadiku. Jika kau ada waktu dan berkenan, aku ingin bertemu dan menjelaskan." Ucap Pemberi Informasi
"Baiklah! Kapan dan dimana?" Tanya Amara memastikan
"Aku sekarang di depan rumahmu, jika kau tak keberatan kita bicara sekarang!" Jawab sang Pemberi Informasi
"Bagaimana kau tau alamatku?" Tanya Amara terkejut
"Akanku jelaskan setelah kita bertemu." Ucap sang Pemberi Informasi
"Baiklah, aku akan keluar setelah menganti pakaianku." Ucap Amara mengakhiri panggilan teleponnya
Beberapa saat menunggu Amara keluar menghampiri sang Pemberi Informasi.
"Kita bicara disini, atau ku ajak kau kesuatu tempat?" Tanya sang Pemberi Informasi
"Bicaralah, tak perlu bertele-tele." Ketus Amara
"Apa kau ingin kita bicara disini dan menjadi tontonan orang lain?" Tanya sang Pemberi Informasi memastikan
"Baiklah. Dimana kau akan bicara?" Tanya Amara kembali
"Jika kau tak mengijinkanku masuk, bukan kah sebaiknya kita harus pergi dari sini!"
Ada gundah di hati Amara Daft, ia tak pernah mengundang orang asing untuk masuk ke rumahnya, namun ia juga tak ingin pergi. Beberapa saat setelah Amara terdiam untuk berpikir, dan setelah menarik hembusan napas dalam
"Baiklah, silahkan masuk. Kita bicara di dalam." Ucapnya sedikit ragu mempersilahkan Pemberi Informasi untuk masuk bersamanya.
"Duduklah, aku akan mengambilkan minum." Ucap Amara bergegas ke dapur meninggalkan Gaung di ruang itu
"Terima kasih!" Ucap Gaung Sam sang Pemberi Informasi
Beberapa saat kemudian Amara menghampiri Gaung dengan membawa kudapan dan teh hangat.
"Silahkan." Ucap Amara santai.
"Ya." ucap Gaung mulai meminum teh yang disiapkan Amara
"Apa bisa kau segera mulai, bagaimana kau bisa mengetahui banyak hal tentang ku?"
"Kita pernah bertemu sebelum nya dan itu sudah sangat lama."
"Kapan dan dimana?" Tanya Amara dengan raut wajah penuh curiga
"Awalnya ku pikir kau orang yang berbeda. Namun setelah bertemu dengan mu, ku pastikan tak ada yang berbeda dari mu, hanya saja kau lebih dingin dan lebih mengecewakan bahkan nama dan wajah ku pun tak kau ingat." Kata Gaung
"Apa maksudmu? Aku tak mengerti! sebaiknya hentikan omong kosongmu dan segera pergi. Ingat aku telah melakukan keinginanmu, ku harap kau bisa menepati janjimu untuk membantuku dalam masalah pekerjaanku. Pergilah." Ucap Amara dengan kasar
"Dimana dia? Dimana anakku?" Tanya Gaung Sam sang Pemberi Informasi
menatap tajam pada Amara Daft "Aku tak mengerti apa yang kau katakan, ku harap kau segera pergi dari sini." Ucap Amara dengan gugup, tangannya mulai gemetar dan matanya mulai berkaca-kaca"Aku memang telah melakukan kesalahan pada mu 18 tahun lalu, aku minta maaf untuk itu, tetapi ku mohon ijin kan aku sekali saja bertemu dengannya dan jika pun tak bisa bertemu dengannya, ku mohon ijinkan aku untuk mengetahui kabarnya." Ucap Gaung memohon
Amara hanya terdiam menahan tangisnya, luka lama yang telah ia kubur dalam hatinya dan telah ia putuskan untuk melupakannya sekarang berdiri tepat di hadapannya.
"Pergilah! Hal yang hanya akan menjadi kenangan, tidak akan terjadi kembali dan hanya menjadi suatu kenangan indah dan kenangan buruk, tak perlu mengingatnya kembali." Ucap Amara
"Aku tau, aku tak pantas menerima maafmu, apa lagi mengharapkan mu kembali, yang ku harap kau bisa memberitahuku tentangnya." Kata Pemberi Informasi penuh penyesalan
"Aku lelah, ku harap kau pergi ." Ucap Amara mengusir Gaung dan memalingkan wajahnya
"Baik, aku pergi sekarang dan aku akan menunggu hingga tiba saat Tuhan mengetuk pintu hatimu dan semua doaku terkabul." Ucap Gaung melangkah pergi meninggalkan Amara yang hanya terdiam membisu
Beberapa saat setelah Gaung Sam sang Pemberi Informasi pergi, dengan enggan Amara beranjak dari sofa menutup pintu dan bergegas masuk ke kamar. Air bening mengalir tanpa henti dari sudut matanya dan tak kunjung reda, langit pun seolah-olah merasakan ke pedihan yang ia rasakan. Hujan perlahan jatuh ke bumi membuka semua kenangan masa lalu yang telah ia lupakan.
"Dan pada akhirnya aku kembali merasa sakit seperti dulu, saat semua berjalan sangat baik meskipun tanpa adanya dirinya. Kembali fokus pada dunia kerja dan semua kegiatan ku. aku pun bahkan sudah melupakan semua tentangnya atau mungkin memang tak pernah menganggapnya berarti. Jujur sangat sakit yang kurasa tetapi hidup masih harus terus berjalan begitupun dengan ceritaku. Dulu ku biarkan dia pergi karena menyia-nyiakan hati yang tulus untuknya, dulu saat aku terperosok dalam jurang karenanya, ku pernah berharap suatu saat nanti dia menyadari bahwa akulah yang terbaik buatnya. Juga dibalik itu semua aku mengucap terimakasih karena telah dia mau menghabiskan waktu bersamaku, merelakan hari-harinya bersamaku.
Tiap hari bersama berakhirnya senja, berakhir pula kenanganku dengannya. Telah kutinggalkan ceritaku bersama terbenamya matahari, entah berapa lama kulakukan itu agar melupakannya. Takkan lagi kukhayalkan dia kembali dengan senyum manisnya. Aku telah melepaskan. Melepaskan kepergiannya dan mengubur semua tentangnya. Namun, mengapa takdir harus mempertemukan kami kembali. Dia yang telah membuat ku hancur dan telah ku lupakan dalam hidup ku, kini kembali lagi. Sungguh semua ini tak adil bagi ku." Ucap Amara dalam rintihannyaHari itu telah lampau, bertahun lalu. Tapi betapapun lama hitungan hari yang sungguh pula tiada dapat terhitung, hari-hari itu terasa begitu dekat seperti baru saja terjadi kemarin. Memang daya ingat bekerja sangat misterius, terbolak-balik tiada dapat tentu.
Dada terasa sesak, air mata keluar dengan sendirinya beriringan dengan aliran ingatan tentang kita yang telah lama terkubur. Meskipun yang ada dalam gambaran kenangan adalah hal yang indah-indah tetap saja membuat hatiku bersedih.
Kita sudah menebak, apa yang akan terjadi di hari-hari yang senja ini. Kita masing-masing akan mengingat pada kenangan-kenangan indah kita.Sesungguhnya pula bila aku bisa datang ke masa laluku, aku akan berusaha untuk menghindari pertemuan kita, aku tidak akan menjabat tanganmu untuk berkenalan. Tetapi, apakah ada sebuah mesin yang dapat kutumpangi untuk pergi ke masa itu? Jika ada apakah mesin itu akan mampu bekerja dengan sempurna, dan mampu mengangkut rencana pikiranku sekarang ke masa itu? Ataukah mesin itu hanya mengangkut tubuhku saja, lalu ingatanku tercecer sedemikian rupa? Maka sia-sialah mesin waktu itu.
Tak sadarkah aku, itu semua hanyalah bayangan semu belaka. Seperti keinginanku yang mungkin kekanak-kanakan. Aku menginginkan kita tak pernah bertemu sehingga sakit yang sekarang kuderita karena perpisahan denganmu tidak pernah kurasakan.
Sekarang apa yang akan kulakukan? Semua telah terjadi dan masing-masing dari kita pasti luka. Jalan sunyi yang kau pilih adalah hakmu sepenuhnya dan aku tidaklah dapat berbuat apa-apa. Aku pun harus rela seperti dirimu, itulah satu-satunya kebahagiaan abadiku sekarang.
Aneh benar perasaan ini. Sedih namun bahagia. Bahagia namun sedih
Tiba di rumah Amara membenamkan tubuh nya di sofa."Bodoh!" Gumam nya pelan pada dirinya sendiri sebelum akhir nya, ia bergegas membersih kan diri.Tak lama setelah itu Hp nya berdering ada nama Misterius disana dan stelah beberapa kali panggilan dengan enggan ia menjawab panggilan itu"Ya." Jawab nya singkat"Apa kau sudah tiba dengan selamat?" Tanya sang Pemberi Informasi dari seberang sana"Iya." Jawab Amara dingin"Maaf! Aku melibatkan mu, untuk urusan pribadi ku. Jika kau ada waktu dan berkenan, aku ingin bertemu dan menjelaskan." Ucap Pemberi Informasi"Baik lah! Kapan dan dimana?" Tanya Amara memastikan"Aku sekarang di depan rumah mu, jika kau tak keberatan kita bicara sekarang!" Jawab sang Pemberi Informasi"Bagaimana kau tau alamat ku?" Tanya Amara terkejut"Akan ku jelaskan setelah kita bertemu." Ucap sang Pemberi Informasi"Baik lah, aku akan keluar setelah menganti pakaian
pagi yang segar, mentari yang tampak kekuningan baru terbangun dari balik malam sinarnya terasa hangat di badan dan angin pagi berhembus dengan sejuknya, awal hari yang sempurna bersama secangkir kopi panas dan seseorang sahabat yang sangat berarti bagiku, Cuing. kami duduk di beranda rumah bersama mengawali pagi dengan curahan hati tentang aku dan tentang cinta yang kejam, aku bertanya padanya cara melupakan orang yang di sayangi yang telah menghianati cinta, dan tentu aku selalu terpukul saat dipermainkan seseorang "Jangan berusaha melupakannya, kadang kita suka lupa dan seenaknya saja ingin melupakannya, padahal kita telah lama bersama dan menjalin cinta, lalu dengan sekejap mata memori itu ingin di hapus? sepertinya tidak semudah yang di bayangkan. Jangan berusaha untuk melupakannya, itu prinsipnya" jawabnya meyakinkanku aku tampak murung mendengar nasihatnya, tapi itu harus aku lakukan demi mengembalikan kembali semangat hidupku yang kembali hilang k
Pagi yang cerah di penghujung minggu, alam seakan-akan mendukung Amara untuk melakukan rutinitas yang sama diakhir pekan, Amara beranjak keluar dari rumah. Menikmati indahnya kota dan seraya menghirup segarnya udara kota di pagi hari. Beberapa langkah ia berlari meninggalkan rumah nya, tiba-tiba Amara terkejut, ia melihat sosok pria yang telah berlari sejajar dengan nya dan terus mengiringi langkah nya. Pria itu tak lain adalah Gaung Sam sang Pemberi Informasi. Mereka berlari kecil mengelilingi kompleks perumahan tempat tinggal Amara, tak ada kata yang terucap, hampir 30 menit Amara berlari kecil berkeliling lingkungan tempat tinggalnya di ikuti Gaung Sam. Beberapa saat setelah itu mereka pun tiba kembali di depan rumah Amara.Amara membuka pagar rumah ingin bergegas masuk. Namun saat ia hendak menutup kembali pintu gerbang, Gaung Sam sang Pemberi Informasi menahan pintu itu dan sedikit mendorong nya hingga terbuka."Aku ingin bicara dengan mu." Ucap
Amara tiba di kantor dengan penuh semangat, ia menyibukan diri dengan membaca laporan yang sudah tertumpuk di ruangan nya, ia tidak terlalu berharap sang Pemberi Informasi akan datang membantu nya menyelesaikan masalah TNcorp yang ia hadapi mengingat masalah pribadi di antara mereka. sesekali Amara menghela napas dalam dan memijit tengah kening nya.Tak seperti dugaan nya sang Pemberi Informasi tiba tepap waktu sesuai apa yang telah ia janji kan pada Amara. Amara menyambut nya" Saya berpikir Anda tidak akan datang dan saya tidak sabaran mendengar lebih banyak lagi bagaimana ketiga laporan satu halaman itu bisa membantu memecahkan masalah di TNcorp ini." Amara memulai obrolan tanpa berpikir masalah lain diluar masalah kerja"Ketiganya akan memecahkan masalah informasi Anda dengan memberi para manejer informasi kunciyang mereka butuhkan." Kata sang Pemberi Informasi"Tetapi bagaimana sistem penyaringnya mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan para ma
Tiba di rumah Amara Daft terkejut, saat melihat Gaung Sam yang telah menunggu nya di depan rumah. Namun, sikap Amara Daft sungguh berbeda saat mereka bertemu di kantor siang tadi. Bagaikan dua orang yang berbeda, yang satu mudah tersenyum dan tidak segan untuk berbicara yang sisi lain hanya menunjukan wajah dingin dan lebih banyak membisu. "Apa kau baru pulang?" Tanya Gaung Sam menyapa Amara Daft yang ingin membuka garasi nya. Tetapi tak ada jawaban yang ia dapat dari Amara.Amara seakan-akan tidak memperdulikan kehadiran Gaung Sam, ia hanya bergegas memarkir kan mobil nya."Aku akan membuat sampel laporan di sini melanjutkan pembicaraan sore tadi." Ucap Gaung Sam sang Pemberi Informasi"Ok! Silahkan Anda masuk jika tujuan Anda untuk melanjutkan pekerjaan." Jawab Amara dengan semangat dan masih tetap berbahasa formal"Ya, terima kasih!"Amara bergegas menutup pagar dan membuka pintu rumah mempersilahkan Gau
Rasanya memang menyakitkan ketika kita dilepaskan dan sudah terbuang dari pilihan. Namun, bagaimana sakitnya hidup harus tetap berjalan bukan? Aku terlalu sibuk memperbaiki diri di depan matamu. Hingga aku lupa bahwa aku juga memperburuk diri dengan keadaan rapuh seperti ini di depan matamu. Aku butuh waktu untuk melupakan hingga aku harus berdamai dengan ikatan yang benar-benar terputus. Tak ada yang salah memang ketika seseorang yang pernah berdebar pada perasaan kemudian harus terpisah karena suatu alasan harus bersikap layaknya orang tak kenal. Bukan karena masih cinta atau saling menyalahkan. Namun, memang di sudut hati yang paling absurd bernama kenangan terkadang seakan menjadi radius tersendiri untuk membentengi diri kita dengan pencipta kenangan. Sebenarnya terlepas dari Amara bukanlah perkara yang mudah. Gaung harus mengubur dalam-dalam. Menangis diam-diam. Gaung tahu rasanya mendapatkan sesuatu agar ikhlas melepaskan untuk orang lain. Kamu memang benar kita adalah
Awalnya semua berjalan sederhana, sesederhana pertemuan kita kala itu. Kita tertawa, bercanda, membicarakan hal-hal manis. Dengan sikapku yang masih dingin bahkan tak membuatmu menyerah begitu saja. Perhatian kecil darimu, pembicaraan manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu ku maknai dengan luar biasa. Karna dipertemuan kita yang pertama kala itu menurutku tidak memberikan kesan apapun. Aku hanya menganggapmu pria biasa yang ingin berkenalan, hanya ingin menambah teman, berbagi cerita apapun yang bisa dibagi denganku. Ya karena memang kita baru berkenalan. Kamu juga belum mengetahui banyak tentangku, kamu tau tentang aku pun juga dari cerita salah seorang temanmu.Aku masih saja bersikap dingin, acuh tak acuh semakin tak peduli. Namun kamu tak menyerah dan semakin gigih untuk mendekatiku, sampai pada akhirnya mata hatiku terbuka lebar akan perjuangan perjuangan kerasmu. Aku menerka-nerka kita dipertemukan untuk saling melengkapi satu sama lain. Ah.
Akhirnya aku sampai pada titik yang biasanya aku sendiri takuti. 'Titik jenuh'Mengingat perkataanmu kala itu, hatiku sakit teriris batu kerikik tajam. "Kadang yang berjuang malah tidak dapet apa-apa, justru yang tidak berjuang malah dapet banyak. Ya, sudah kalo gitu aku tidak usah berjuang aja biar dapet banyak." Ujar Gaung kesal "Kalo udah tau ga dapet apa-apa, ngapain masih ngejar-ngejar." dengan nada ketusku. seketika Gaung terdiam mendengar kata ketus yang keluar dari mulutku. Kamu tahu rasanya? Seperti ada yang menancapkan belati di nadiku. Aku terdiam. Nafasku berubah sesak. Dan mati. Lagi-lagi. Airmataku rasanya ingin luruh dengan derasnya. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa menyembunyikan tangis dibalik tawa. Lagi-lagi aku selalu sok tegar dihadapan semua orang, semua teman-temanmu. Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri bahwa kamu mungkin bukan milikku. Dan takkan pernah jadi milikku lagi.Kini aku telah berada