Share

Bab.5 kesalahan

Tiba di rumah Amara membenamkan tubuh nya di sofa.

"Bodoh!" Gumamnya pelan pada dirinya sendiri sebelum akhirnya, ia bergegas membersih kan diri.

Tak lama setelah itu Hpnya berdering ada nama Misterius disana dan stelah beberapa kali panggilan dengan enggan ia menjawab panggilan itu

"Ya." Jawabnya singkat

"Apa kau sudah tiba dengan selamat?" Tanya sang Pemberi Informasi dari seberang sana

"Iya." Jawab Amara dingin

"Maaf! Aku melibatkan mu, untuk  urusan pribadiku. Jika kau ada waktu dan berkenan, aku ingin bertemu dan menjelaskan." Ucap Pemberi Informasi 

"Baiklah! Kapan dan dimana?" Tanya Amara memastikan

"Aku sekarang di depan rumahmu, jika kau tak keberatan kita bicara sekarang!" Jawab sang Pemberi Informasi 

"Bagaimana kau tau alamatku?" Tanya Amara terkejut

"Akanku jelaskan setelah kita bertemu." Ucap sang Pemberi Informasi 

"Baiklah, aku akan keluar setelah menganti pakaianku." Ucap Amara mengakhiri panggilan teleponnya

Beberapa saat menunggu Amara keluar menghampiri sang Pemberi Informasi.

"Kita bicara disini, atau ku ajak kau kesuatu tempat?" Tanya sang Pemberi Informasi 

"Bicaralah, tak perlu bertele-tele." Ketus Amara

"Apa kau ingin kita bicara disini dan menjadi tontonan orang lain?" Tanya sang Pemberi Informasi memastikan

"Baiklah. Dimana kau akan bicara?" Tanya Amara kembali

"Jika kau tak mengijinkanku masuk, bukan kah sebaiknya kita harus pergi dari sini!" 

Ada gundah di hati Amara Daft, ia tak pernah mengundang orang asing untuk masuk ke rumahnya, namun ia juga tak ingin pergi. Beberapa saat setelah Amara terdiam untuk berpikir,  dan setelah menarik hembusan napas dalam

"Baiklah, silahkan masuk. Kita bicara di dalam." Ucapnya sedikit ragu mempersilahkan Pemberi Informasi untuk masuk bersamanya.

"Duduklah, aku akan mengambilkan minum." Ucap Amara bergegas ke dapur meninggalkan Gaung di ruang itu

"Terima kasih!" Ucap Gaung Sam sang Pemberi Informasi 

Beberapa saat kemudian Amara menghampiri Gaung dengan membawa kudapan dan teh hangat.

"Silahkan."  Ucap Amara santai.

"Ya." ucap Gaung mulai meminum teh yang disiapkan Amara

"Apa bisa kau segera mulai, bagaimana kau bisa mengetahui banyak hal tentang ku?"

"Kita pernah bertemu sebelum nya dan itu sudah sangat lama."

"Kapan dan dimana?" Tanya Amara dengan raut wajah penuh curiga

"Awalnya ku pikir kau orang yang berbeda. Namun setelah bertemu dengan mu, ku pastikan tak ada yang berbeda dari mu, hanya saja kau lebih dingin dan lebih mengecewakan bahkan nama dan wajah ku pun tak kau ingat." Kata Gaung  

"Apa maksudmu? Aku tak mengerti! sebaiknya hentikan omong kosongmu dan segera pergi. Ingat aku telah melakukan keinginanmu, ku harap kau bisa menepati janjimu untuk membantuku dalam masalah pekerjaanku. Pergilah." Ucap Amara dengan kasar

"Dimana dia? Dimana anakku?" Tanya Gaung Sam sang Pemberi Informasi 

menatap tajam pada Amara Daft 

 

"Aku tak mengerti apa yang kau katakan, ku harap kau segera pergi dari sini."  Ucap Amara dengan gugup, tangannya mulai gemetar dan matanya mulai berkaca-kaca

"Aku memang telah melakukan kesalahan pada mu 18 tahun lalu, aku minta maaf untuk itu, tetapi ku mohon ijin kan aku sekali saja bertemu dengannya dan jika pun tak bisa bertemu dengannya, ku mohon ijinkan aku untuk mengetahui kabarnya." Ucap Gaung memohon

Amara hanya terdiam menahan tangisnya, luka lama yang telah ia kubur dalam hatinya dan telah ia putuskan untuk melupakannya sekarang berdiri tepat di hadapannya.

"Pergilah! Hal yang hanya akan menjadi kenangan, tidak akan terjadi kembali dan hanya menjadi suatu kenangan indah dan kenangan buruk, tak perlu mengingatnya kembali." Ucap Amara

"Aku tau, aku tak pantas menerima maafmu, apa lagi mengharapkan mu kembali,  yang ku harap kau bisa memberitahuku tentangnya." Kata Pemberi Informasi penuh penyesalan

"Aku lelah, ku harap kau pergi ." Ucap Amara mengusir Gaung dan memalingkan wajahnya

"Baik, aku pergi sekarang dan aku akan menunggu hingga tiba saat Tuhan mengetuk pintu hatimu dan semua doaku terkabul."  Ucap Gaung melangkah pergi meninggalkan Amara yang hanya terdiam membisu

Beberapa saat setelah Gaung Sam sang Pemberi Informasi  pergi, dengan enggan Amara beranjak dari sofa menutup pintu dan bergegas masuk ke kamar. Air bening mengalir tanpa henti  dari sudut matanya dan  tak kunjung reda, langit pun seolah-olah merasakan ke pedihan  yang ia rasakan. Hujan perlahan jatuh ke bumi membuka semua kenangan masa lalu yang telah ia lupakan.

"Dan pada akhirnya aku  kembali merasa sakit seperti dulu, saat semua berjalan sangat baik meskipun tanpa adanya dirinya. Kembali fokus pada dunia kerja dan semua kegiatan ku.  aku pun bahkan sudah melupakan semua tentangnya atau mungkin memang tak pernah menganggapnya berarti. Jujur sangat sakit yang kurasa tetapi hidup masih harus terus berjalan begitupun dengan ceritaku. Dulu ku biarkan dia pergi karena menyia-nyiakan hati yang tulus untuknya, dulu saat aku terperosok dalam jurang karenanya, ku pernah berharap suatu saat nanti dia menyadari bahwa akulah yang terbaik buatnya. Juga dibalik itu semua aku mengucap terimakasih karena telah dia mau menghabiskan waktu bersamaku, merelakan hari-harinya bersamaku. 

Tiap hari bersama berakhirnya senja, berakhir pula kenanganku dengannya. Telah kutinggalkan ceritaku bersama terbenamya matahari, entah berapa lama kulakukan itu agar melupakannya. Takkan lagi kukhayalkan dia kembali dengan senyum manisnya. Aku telah  melepaskan. Melepaskan kepergiannya dan mengubur semua tentangnya.  Namun, mengapa takdir harus mempertemukan kami kembali. Dia yang telah membuat ku hancur dan telah ku lupakan dalam hidup ku, kini kembali lagi. Sungguh semua ini tak adil bagi ku."  Ucap Amara dalam rintihannya

Hari itu telah lampau, bertahun lalu. Tapi betapapun lama hitungan hari yang sungguh pula tiada dapat terhitung, hari-hari itu terasa begitu dekat seperti baru saja terjadi kemarin. Memang daya ingat bekerja sangat misterius, terbolak-balik tiada dapat tentu.

Dada terasa sesak, air mata keluar dengan sendirinya beriringan dengan aliran ingatan tentang kita yang telah lama terkubur. Meskipun yang ada dalam gambaran kenangan adalah hal yang indah-indah tetap saja membuat hatiku bersedih.

Kita sudah menebak, apa yang akan terjadi di hari-hari yang senja ini. Kita masing-masing akan mengingat pada kenangan-kenangan indah kita.

Sesungguhnya pula bila aku bisa datang ke masa laluku, aku akan berusaha untuk menghindari pertemuan kita, aku tidak akan menjabat tanganmu untuk berkenalan. Tetapi, apakah ada sebuah mesin yang dapat kutumpangi untuk pergi ke masa itu? Jika ada apakah mesin itu akan mampu bekerja dengan sempurna, dan mampu mengangkut rencana pikiranku sekarang ke masa itu? Ataukah mesin itu hanya mengangkut tubuhku saja, lalu ingatanku tercecer sedemikian rupa? Maka sia-sialah mesin waktu itu.

Tak sadarkah aku, itu semua hanyalah bayangan semu belaka. Seperti keinginanku yang mungkin kekanak-kanakan. Aku menginginkan kita tak pernah bertemu sehingga sakit yang sekarang kuderita karena perpisahan denganmu tidak pernah kurasakan.

Sekarang apa yang akan kulakukan? Semua telah terjadi dan masing-masing dari kita pasti luka. Jalan sunyi yang kau pilih adalah hakmu sepenuhnya dan aku tidaklah dapat berbuat apa-apa. Aku pun harus rela seperti dirimu, itulah satu-satunya kebahagiaan abadiku sekarang.

Aneh benar perasaan ini. Sedih namun bahagia. Bahagia namun sedih

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status