Share

Bab. 6 kenangan

Tiba di rumah Amara membenamkan tubuh nya di sofa.

"Bodoh!" Gumam nya pelan pada dirinya sendiri sebelum akhir nya, ia bergegas membersih kan diri.

Tak lama setelah itu Hp nya berdering ada nama Misterius disana dan stelah beberapa kali panggilan dengan enggan ia menjawab panggilan itu

"Ya." Jawab nya singkat

"Apa kau sudah tiba dengan selamat?" Tanya sang Pemberi Informasi dari seberang sana

"Iya." Jawab Amara dingin

"Maaf! Aku melibatkan mu, untuk  urusan pribadi ku. Jika kau ada waktu dan berkenan, aku ingin bertemu dan menjelaskan." Ucap Pemberi Informasi 

"Baik lah! Kapan dan dimana?" Tanya Amara memastikan

"Aku sekarang di depan rumah mu, jika kau tak keberatan kita bicara sekarang!" Jawab sang Pemberi Informasi 

"Bagaimana kau tau alamat ku?" Tanya Amara terkejut

"Akan ku jelaskan setelah kita bertemu." Ucap sang Pemberi Informasi 

"Baik lah, aku akan keluar setelah menganti pakaian ku." Ucap Amara mengakhiri panggilan telepon nya

Beberapa saat menunggu Amara pun keluar menghampiri sang Pemberi Informasi.

"Kita bicara disini, atau ku ajak kau kesuatu tempat?" Tanya sang Pemberi Informasi 

"Bicara lah, tak perlu bertele-tele." Ketus Amara

"Apa kau ingin kita bicara di sini dan menjadi tontonan orang lain?" Tanya sang Pemberi Informasi memastikan

"Baik lah. Dimana kau akan bicara?" Tanya Amara kembali

"Jika kau tak mengijinkan ku masuk, bukan kah sebaiknya kita harus pergi dari sini!" 

Ada gundah di hati Amara Daft, ia tak pernah mengundang orang asing untuk masuk ke rumahnya, namun ia juga tak ingin pergi. Beberapa saat setelah Amara terdiam untuk berpikir,  dan setelah menarik hembusan napas dalam

"Baik lah, silahkan masuk. Kita bicara di dalam." Ucap nya sedikit ragu mempersilahkan Pemberi Informasi untuk masuk bersama nya.

"Duduk lah, aku akan mengambilkan minum." Ucap Amara bergegas ke dapur meninggal kan Gaung di ruang itu

"Terima kasih!" Ucap Gaung Sam sang Pemberi Informasi 

Beberapa saat kemudian Amara menghampiri Gaung dengan membawa kudapan dan teh hangat.

"Silahkan."  Ucap Amara santai.

"Ya." ucap Gaung mulai meminum teh yang disiapkan Amara

"Apa bisa kau segera mulai, bagaimana kau bisa mengetahui banyak hal tentang ku?"

"Kita pernah bertemu sebelum nya dan itu sudah sangat lama."

"Kapan dan dimana?" Tanya Amara dengan raut wajah penuh curiga

"Awalnya ku pikir kau orang yang berbeda. Namun setelah bertemu dengan mu, ku pastikan tak ada yang berbeda dari mu, hanya saja kau lebih dingin dan lebih mengecewakan bahkan nama dan wajah ku pun tak kau ingat." Kata Gaung  

"Apa maksud mu? Aku tak mengerti! sebaiknya hentikan omong kosong mu dan segera pergi. Ingat aku telah melakukan keinginan mu, ku harap kau bisa menepati janji mu untuk membantu ku dalam masalah pekerjaan ku. Pergi lah." Ucap Amara dengan kasar

"Dimana dia? Dimana anak ku?" Tanya Gaung Sam sang Pemberi Informasi 

menatap tajam pada Amara Daft 

 

"Aku tak mengerti apa yang kau katakan, ku harap kau segera pergi dari sini."  Ucap Amara dengan gugup, tangan nya mulai gemetar dan mata nya mulai berkaca-kaca

"Aku memang telah melakukan ke salahkan pada mu 18 tahun lalu, aku minta maaf untuk itu, tetapi ku mohon ijin kan aku sekali saja bertemu dengan nya dan jika pun tak bisa bertemu dengan nya, ku mohon ijinkan aku untuk mengetahui kabar nya." Ucap Gaung memohon

Amara hanya terdiam menahan tangis nya, luka lama yang telah ia kubur dalam hati nya dan telah ia putuskan untuk melupakan nya sekarang berdiri tepat di hadapan nya.

"Pergi lah! Hal yang hanya akan menjadi kenangan, tidak akan terjadi kembali dan hanya menjadi suatu kenangan indah dan kenangan buruk, tak perlu mengingat nya kembali." Ucap Amara

"Aku tau, aku tak pantas menerima maaf mu, apa lagi mengharap kan mu kembali,  yang ku harap kau bisa memberitahu ku tentang nya." Kata Pemberi Informasi penuh penyesalan

"Aku lelah, ku harap kau pergi ." Ucap Amara memalingkan wajah nya

"Baik, aku pergi sekarang dan aku akan menunggu hingga tiba saat Tuhan mengetuk pintu hati mu dan semua doa ku terkabul."  Ucap Gaung melangkah pergi meninggal kan Amara yang hanya terdiam membisu

Beberapa saat setelah Gaung Sam sang Pemberi Informasi  pergi, dengan enggan Amara beranjak dari sofa menutup pintu dan bergegas masuk ke kamar. Air bening mengalir tanpa henti  dari sudut matanya dan  tak kunjung reda, langit pun seolah-olah merasakan ke pedihan   yang ia rasakan. Hujan perlahan jatuh ke bumi membuka semua kenangan masa lalu yang telah ia lupakan.

"Dan pada akhirnya aku  kembali merasa sakit seperti dulu, saat semua berjalan sangat baik meskipun tanpa adanya dirinya. Kembali fokus pada dunia kerja dan semua kegiatan ku.  aku pun bahkan sudah melupakan semua tentang nya atau mungkin memang tak pernah menganggapnya berarti. Jujur sangat sakit yang kurasa tetapi hidup masih harus terus berjalan begitupun dengan ceritaku. Dulu ku biarkan dia pergi karena menyia-nyiakan hati yang tulus untuknya, dulu saat aku terperosok dalam jurang karena nya, ku pernah berharap suatu saat nanti dia menyadari bahwa akulah yang terbaik buatnya. Juga dibalik itu semua aku mengucap terimakasih karena telah dia mau menghabiskan waktu bersamaku, merelakan hari-harinya bersamaku. 

Tiap hari bersama berakhirnya senja, berakhir pula kenanganku dengannya. Telah kutinggalkan ceritaku bersama terbenamya matahari, entah berapa lama kulakukan itu agar melupakan nya. Takkan lagi kukhayalkan dia kembali dengan senyum manisnya. Aku telah  melepaskan. Melepaskan kepergiannya dan mengubur semua tentang nya.  Namun, mengapa takdir harus mempertemukan kami kembali. Dia yang telah ku hancur dan telah ku lupakan dalam hidup ku, kini kembali lagi. Sungguh semua ini tak adil bagi ku."  Ucap Amara dalam rintihan nya

Hari itu telah lampau, bertahun lalu. Tapi betapapun lama hitungan hari yang sungguh pula tiada dapat terhitung, hari-hari itu terasa begitu dekat seperti baru saja terjadi kemarin. Memang daya ingat bekerja sangat misterius, terbolak-balik tiada dapat tentu.

Dada terasa sesak, air mata keluar dengan sendirinya beriringan dengan aliran ingatan tentang kita yang telah lama terkubur. Meskipun yang ada dalam gambaran kenangan adalah hal yang indah-indah tetap saja membuat hatiku bersedih.

Kita sudah menebak, apa yang akan terjadi di hari-hari yang senja ini. Kita masing-masing akan mengingat pada kenangan-kenangan indah kita.

Sesungguhnya pula bila aku bisa datang ke masa laluku, aku akan berusaha untuk menghindari pertemuan kita, aku tidak akan menjabat tanganmu untuk berkenalan. Tetapi, apakah ada sebuah mesin yang dapat kutumpangi untuk pergi ke masa itu? Jika ada apakah mesin itu akan mampu bekerja dengan sempurna, dan mampu mengangkut rencana pikiranku sekarang ke masa itu? Ataukah mesin itu hanya mengangkut tubuhku saja, lalu ingatanku tercecer sedemikian rupa? Maka sia-sialah mesin waktu itu.

Tak sadarkah aku, itu semua hanyalah bayangan semu belaka. Seperti keinginanku yang mungkin kekanak-kanakan. Aku menginginkan kita tak pernah bertemu sehingga sakit yang sekarang kuderita karena perpisahan denganmu tidak pernah kurasakan.

Sekarang apa yang akan kulakukan? Semua telah terjadi dan masing-masing dari kita pasti luka. Jalan sunyi yang kau pilih adalah hakmu sepenuhnya dan aku tidaklah dapat berbuat apa-apa. Aku pun harus rela seperti dirimu, itulah satu-satunya kebahagiaan abadiku sekarang.

Aneh benar perasaan ini. Sedih namun bahagia. Bahagia namun sedih

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status