Putrimu Membalaskan Dendamku

Putrimu Membalaskan Dendamku

By:  Yedhika Tonago  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
13Chapters
867views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Aruna seperti anak yang tidak diharapkan. Lahir secara prematur dari seorang ibu miskin dan tak berpendidikan, membuatnya dicap sebagai anak pembawa sial. Mendengar cerita masa lalu dari sang ibu, menyulut dendam yang tak pernah Aruna rencanakan sebelumnya. Di saat dirinya berjuang untuk hidup, saudara seayah Aruna justru hidup dalam gelimang kasih sayang dan kemewahan. Bagaimana rencana Aruna untuk menuntut haknya yang terabaikan bertahun-tahun? Akankah ia berhasil membalas rasa sakit sang ibu karena perlakuan keluarga ayahnya? Atau justru jatuh dalam permainan yang ia buat sendiri?

View More
Putrimu Membalaskan Dendamku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
13 Chapters
Bab 1
"Pergi dari sini! Bawa anakmu yang sakit-sakitan itu!" Suara Sri, wanita yang disebut Melati sebagai ibu mertua, menggelegar bak petir. Bergema dari sudut demi sudut ruangan. "Susah payah aku membesarkan Agung sendirian, bukan untuk menikahi perempuan sepertimu. Sudah miskin, tak berpendidikan, cuih .... " Ibu mertua yang dihormatinya selama ini, membuang ludah tepat di hadapan Mela, begitu ia biasa dipanggil. "Ya Allah, Bu. Apa salahku? Aku menikah dengan Mas Agung karena kami saling mencintai. Aku juga tidak pernah memaksa anak ibu untuk menikahku." Bayi dalam gendongannya menangis kencang, mendengar suara seseorang yang harusnya dipanggil nenek. Tetapi sikap Sri kepada Aruna bukan sikap seharusnya nenek kepada cucu, apalagi kepada Mela, menantunya. "Ha ... ha ... ha. Cinta kau bilang?!" Tawa itu terdengar seperti ejekan. "Tahu apa kau soal cinta? Apa bisa kau makan pakai cinta? Yang ada uang anakku, kau habiskan." Kini telunjuk wanita paruh baya itu mengarah pada Mela
Read more
Bab 2
Bab 2 Pov Melati"Oe ... oe ... oe ...."Suara ribut dari tadi membangunkan Aruna, mata bulatnya mengerjap. Bening, suci tanpa dosa.Betapa cantiknya anak ini. Seperti pada anak perempuan lainnya, Aruna mewarisi setiap lekuk wajah sang ayah. "Maafkan ibu, Nak! Sekarang ibu belum bisa membelamu, tapi kelak kamu sendiri yang harus membela harga dirimu! Jangan takut sayang. Ibu tidak akan pernah ninggalin kamu." Kubisikkan kata demi kata di telinganya. Walau ia masih belum mengerti apa-apa, tapi aku yakin doa seorang ibu menembus pintu langit. "Selamat tinggal, Mas. Jika satu hari penyesalan itu datang, jangan pernah mencariku lagi!" Kutatap Mas Agung untuk terakhir kali.Tak kuhiraukan ibu mertua yang masih duduk melipat tangan di dada. Kutengok kembali rumah besar di belakangku, mungkin ini yang terakhir kalinya. Esok, takkan kulihat lagi tempat dimana pernah ada tawa dan tangis di berbagai sudutnya. ----------------------------------------------Langit diluar semakin menggela
Read more
Bab 3
Bab 3Kuseret langkah kaki yang terasa berat lalu mengetuk pintu pelan.Malam sudah semakin larut, ditambah suasana hujan menambah kenyamanan untuk tidur. Mungkin orang-orang di dalam juga, sampai aku mengetuk berkali-kali, pintu itu belum terbuka. " Mungkin sudah nasib kita, Nduk! Tidur di luar begini."Aku terkekeh menertawakan nasibku sendiri. Tapi takdir tidak selamanya buruk, lewat beberapa menit, terdengar suara langkah kaki mendekat.Krek...."Waalaikumsalam." Kini satu wajah muncul dari balik pintu sambil menjawab salam. Kulihat anak laki-laki berusia kurang lebih sepuluh tahun menatapku dengan aneh. Mungkin dia bingung bagaimana ada seorang perempuan datang malam-malam, sudah hujan membawa tas pula. "Cari siapa, ya?" tanyanya kemudian. Sepertinya dia penghuni baru di panti, saat aku meninggalkan tempat ini tiga tahun lalu, dia belum ada. Aku mengusap pelan rambutnya."Namamu siapa? Kamu anak baru ya, di sini?" Dia tersenyum, pandangannya beralih pada Aruna yang men
Read more
Bab 4
Bab 4Bu Ratmi melepaskan pelukannya, lalu menghapus airmata di pipi ini. " Sudah! Jangan menangis, kamu pasti lelah! Dimana cucu ibu tadi? Rendi adiknya dibawa ke sini," panggilnya pada anak laki-laki tadi. Entah kemana dia menggendong Aruna, yang pasti sudah tak terdengar lagi tangisannya. Tak lama, suara bayi yang sedang tertawa semakin terdengar. " Apa ya, Dik? Ibu ini panggil-panggil, kita kan lagi asyik mainan." Wajah lucu itu membuat Aruna tertawa lagi. Anak itu segera menyerahkan Aruna kepada Ibu. " Ini ya, cucu Nenek yang cantik? Apa sayang? Kamu pasti kedinginan ya, jalan-jalan ke sini." Ibu seakan bisa berbicara dengan Aruna sehingga bayi berumur sembilan bulan itu tergelak. " Lucunya cucu Nenek. Siapa namanya Mel?" Ibu menoleh kepadaku. " Namanya Aruna, Bu." Belum sempat aku menjawab, sudah di dahului anak yang tadi. " Kamu sendiri namanya siapa? Dari tadi Mbak tanya kok nggak dijawab?" Aku berdiri lalu duduk di sampingnya. " Namanya Rendi, Nduk. Baru setah
Read more
Bab 5
Aku menautkan jari jemari, mencari kata yang sesuai, saat Ibu menanyakan kabar suamiku itu. Bagaimanapun beliau pernah melarang secara halus hubunganku dengan laki-laki yang lima tahun lebih tua dariku itu. Ibu pernah menasehatiku. "Nduk, pikirkan kembali apa kamu sudah mantap menerima pinangan Agung, Ibu lihat kalian terlalu terburu-buru." Aku yang baru berusia sembilan belas tahun kala itu, baru mekar-mekarnya jika diumpamakan. " Tidak, Bu. Mas Agung sudah mantap melamarku, ibunya juga akan datang kemari. Lebih baik menikah to, Bu? Daripada kami pacaran?" " Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu, Ibu ikut saja. Apa keluarganya sudah tahu tentang keadaanmu ini?" tanya Ibu lagi dengan nada khawatir. Siapa yang tidak mengenal keluarga Mas Agung di kota ini? Salah satu kalangan ningrat yang konon katanya masih keturunan keraton? Kekayaan mereka tidak perlu diragukan lagi. Swalayan yang tersebar di berbagai sudut kota, sudah menunjukkan derajat mereka. Dibandingkan dengan d
Read more
BAB 6
Pov Author Melati membaringkan tubuhnya di sebelah Aruna. Netranya memandang langit-langit kamar. Masih segar dalam ingatan, saat Agung melepas kepergiannya tadi. "Apa sudah tidak ada cinta di hatimu, Mas?" gumamnya. Lamat-lamat, sinar lampu mulai meredup dan semakin mengecil. Tak lama, perempuan bertubuh mungil itu terlelap dalam tidur. "Oa ... oe...." suara tangis Aruna memecah keheningan pagi. Melati membuka matanya yang terasa berat, rasanya baru beberapa jam lalu dia tertidur, eh sudah pagi saja. "Kenapa anak Ibu? Lapar ya? Sini sayang!" Melati mengangkat tubuh bayi itu dengan hati-hati. Lalu bersiap mengASInya. Dari luar, terdengar jerit tawa anak-anak yang sedang bermain. Melati menepuk pelan punggung Aruna hingga bersendawa. "Kita keluar ya, Nak! Lihat kakak-kakak lagi main, kamu pasti seneng!" Melati membongkar pakaian Aruna di dalam tas, mengambil satu baju dan celana lalu membawanya keluar. "Eh, kamu sudah bangun, Mel?" sapa Ratmi yang baru saja selesai memasa
Read more
Bab 7
Pov Author "Ibu.... jangan sakiti Mbak Eka, ini bukan kesalahannya!" Seketika laki-laki bertubuh jangkung itu menjauhkan tangan ibunya dari wajah Eka. Sudah terlihat bekas gambar lima jari di wajahnya, tapi perempuan itu tetap saja diam dan menundukkan kepalanya. "Jangan berani-beraninya kau mempengaruhi Agung! Selama kau masih mau tinggal di sini!" ucap Sri dengan berang. Susah payah ia mengusir Melati, eh begitu berhasil, anak perempuannya sendiri yang menggagalkannya. "Maaf, Bu! Aku tidak bermaksud-" "Ah, sudah tutup mulutmu! Jangan sampai aku melihatmu mempengaruhi Agung lagi! Atau kau tanggung sendiri akibatnya!" Sri meninggalkan dua bersaudara itu begitu saja. Agung menghampiri kakaknya. "Maafkan aku ya, Mbak! Gara-gara aku, mbak sampai dipukul ibu." Agung meminta maaf seperti saat mereka masih kecil. Eka yang berumur lima tahun lebih tua, selalu melindunginya dari amarah Sri. Begitu erat persaudaraan mereka, walau Sri kerap membedakan keduanya. "Mbak nggak apa-apa, k
Read more
Bab 8
Bab 8 "Kamu.... beraninya kamu melindungi laki-laki ini?" ucap Agung dengan napas yang memburu. Aku berusaha meraih tubuh Anwar yang berlindung di sebaliknya, hingga mereka tersungkur. "Ayo bangun kamu!" Kuraih krah kemeja yang dipakai Anwar lalu mencengkeramnya dengan kuat. "Jangan beraninya berlindung di belakang wanita!" Kudekatkan wajahku padanya, lalubeberapa kali kulayangkan bogem di wajahnya yang terbilang tampan itu. "Ayo jangan diam saja! Lawan aku!" teriakku melihat Anwar tidak membalas pukulanku. Dia benar-benar memancing emosiku.Apa dia sedang berusaha menarik perhatian Melati dengan pasrah begitu saja? "Dasar laki-laki licik! Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan istriku? Jawab!" Kutarik tubuhnya agar bangun. Spontan Melati mencegahnya.Pukulan yang sejatinya akan aku layangkan pada Anwar, ternyata malah mengenai Melati. Istriku itu meringis kesakitan. "Terus, Mas! Terus saja pukul aku sepuas hatimu, tapi jangan pukul Anwar!" Kepala itu mendongak, dapa
Read more
Bab 9
Pov MelatiApa pendengaranku tidak salah? Berulang kali aku mengingat perkataan Mas Agung sebelum pergi.Namun, tidak ada yang berubah.Laki-laki yang menikahiku tiga tahun itu sudah menjatuhkan talak. Tanpa sadar, sesuatu menggenang di pelupuk mata. Aku terkejut mendapatinya muncul dari balik teras.Rindu yang membuncah di dada, seakan sirna saat melihatnya berdiri di depanku. Namun, mengapa tatapannya begitu dingin? "Mas...." Kucoba meraih jemarinya tapi Mas Agung menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Netranya menatapku dengan jijik. Tangan kotor? Aku masih mencerna kata-katanya dengan lambat lalu menoleh pada Anwar. Teman kerjaku dulu, sekaligus orang kepercayaan Mas Agung itu memang datang berkunjung ke panti. Rupanya, berita sudah menyebar dengan cepat di kota kecil ini. Kabar jika ada satu keluarga terpandang mengusir menantu dan cucunya. Kebetulan aku sedang bersiap pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan saat Anwar datang. "Suda
Read more
Bab 10
Pov author Mereka terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing, setelah gagal mendapatkan donor darah yang sesuai untuk Agung. Stok PMI yang sedang kosong semakin menyulitkan. "Ka, coba tanya di grup keluarga besar Kusumo apa ada yang bisa membantu?" titah Sri pada Eka. Grup aplikasi berwarna hijau itu memang menjadi salah satu sarana berkomunikasi dengan keluarga mendiang suaminya. Golongan darah Agung sendiri menurun dari sang ayah, AB dengan rhesus negatif yang tergolong langka. Eka hanya menggeleng pelan. "Sudah, Bu! Tapi ndak ada yang cocok katanya!" Sri mengusap kasar wajahnya, "Kenapa di saat seperti ini tidak ada yang mau menolong?" "Kau sudah hubungi para pegawai? Tetangga rumah?" "Sudah, Bu! Belum ada kabar!" "Bagaimana ini? Kelamaan kalau harus menunggu!" Sri masih mondar mandir di depan ICU. Melati hanya bisa melihat dari kejauhan, meski ibu mertua sudah mengusirnya. "Mela, apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu? Kasihan Aruna, dia pasti capek!" Anwar memegang p
Read more
DMCA.com Protection Status