Ketika Putriku Tahu Ayahnya Selingkuh

Ketika Putriku Tahu Ayahnya Selingkuh

Oleh:  Nuri Art  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
82Bab
60.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Orang bilang, cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Bagaimana jikalau sang Ayah sendiri yang menghancurkan rasa cinta itu? Ini adalah kisah bagaimana perjuangan seorang Ibu membuat sang putri bahagia pasca perceraiannya. Kisah pengkhianatan dari suaminya dengan sahabatnya sendiri. Satu kesalahan dari Rasti, ia terlalu sering memuji kelebihan sahabatnya tersebut di hadapan Ezran, suaminya.

Lihat lebih banyak
Ketika Putriku Tahu Ayahnya Selingkuh Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Isabella
Ceritanya benar benar keren
2023-10-30 20:47:36
0
user avatar
Mustika Dyah S
Top Markotop
2023-06-23 20:39:27
0
user avatar
Agus Irawan
hai kak izin promosi. mampir ke karyaku juga. judul "Kembang Desa Sang Miliarder" pena "Agus Irawan
2023-01-16 12:35:12
2
user avatar
Ka Umay
keren banget
2023-01-03 14:06:22
2
82 Bab
Bab 1. Maafkan Mama.
“Ayah selingkuh, Ma ... Ayah selingkuh!” Aku merasa bagai tertusuk sebilah pedang mendengar penuturan Laras, putriku. Bukan! Diri ini tak terkejut karena kabar yang anak gadisku katakan, melainkan merasa bingung harus bagaimana menjelaskan semua kepada Laras. Selama ini, aku sengaja menutupi keburukan Mas Ezran hanya supaya putriku tidak terluka. Kutekan segala amarah serta kesakitan yang ada di hati, demi melihat Laras baik-baik saja. Namun, apa yang kudengar? Bagaimana Laras bisa tahu masalah ini?“Apa maksudmu, Sayang. Jangan ngomong yang enggak-enggak soal Ayah, Nak!” dustaku masih mencoba membela laki-laki bergelar suami yang telah tega mengkhianati kami.“Aku melihatnya sendiri, Ma. Ayah memeluk seorang wanita sangat mesra. Apa Mama masih tidak percaya?” ujar Laras.Ia langsung meraih gawai dari balik saku baju seragamnya. Lalu, jarinya menari-nari di atas benda tersebut. Sampai, Laras memberikan ponselnya ke hadapanku.Mataku terbelalak melihat sesuatu yang tampak di layar.
Baca selengkapnya
Bab 2. Flashback
Malam itu sekitar jam setengah sembilan malam, Mas Ezran pulang. Kudengar suara mobilnya masuk ke carport. Aku hanya bergeming di depan kaca rias sambil menyisir rambut.“Di mana, Laras, Ma?” tanya Mas Ezran dengan cerianya seolah telah mendapatkan kabar bahagia. Ia tidak tahu saja, kesedihan yang telah putrinya rasakan kini karena ulah ayahnya. Aku membutuhkan waktu lama untuk menenangkan Laras dan memastikan dia tidur malam ini.Aku diam seribu bahasa. Tak menjawab apa pun yang suamiku tanyakan. Mas Ezran pun menghampiri dengan tatapan heran.“Ma. Ayah dari tadi tanya di mana Laras? Biasanya dia akan menyambutku saat pulang ke rumah. Tapi, kali ini enggak. Apa dia sakit?” tanya Mas Ezran membuatku menganjurkan napas.Aku berbalik sembari menatap suamiku lamat-lamat dengan pandangan tajam menusuk.“Kamu sudah melanggar janjimu. Mas pikir, untuk apa aku selama ini hanya diam ketika kamu bilang mencintai wanita lain? Itu semua hanya untuk Laras, Mas. Aku hanya tidak mau putriku melihat
Baca selengkapnya
Bab 3. Pengakuan Ezran
“Kami saling mencintai, Ras. Bisakah kita saling berbagi Mas Ezran?Aku menatap tajam Sinta, lalu tertawa miris di hadapannya.“Kau bilang apa? Kalian saling mencintai? Benar itu, Mas?” tanyaku beralih menatap Mas Ezran yang kini sudah pucat pasi.“Kita bicara di rumah, Ras,” Mas Ezran meraih pergelangan tanganku dan hendak membawa istrinya ini pergi. Namun, Sinta kembali menghentikan pergerakan kami.“Kenapa enggak jujur sekarang saja, Mas. Bukankah baru saja kamu bilang kalau akan segera menikahiku dan menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu Rasti? Aku pikir ini waktu yang tepat, Mas. Rasti sudah tahu hubungan kita. Aku tidak ingin hanya menjadi simpananmu saja, Mas. Aku ingin kepastian hubungan kita,” ucap Sinta dengan entengnya. Seolah ia tidak berpikir bagaimana perasaanku kali ini.Aku memandang mereka satu persatu dengan tangan mengepal, bibir ini mulai bergetar dengan hati yang mulai berdenyut nyeri. Kutatap tajam Mas Ezran memintanya untuk menjelaskan segalanya sekarang j
Baca selengkapnya
Bab 4. Pengakuan Ezran 2
Sepuluh menit kemudian, aku sampai di depan rumah Tante Ambar. Kulihat ia sedang bermain dengan cucunya yang paling kecil.“Assalamualaikum, Tante,” sapaku dan langsung disambut ramah oleh Tanteku satu ini. “Tante kangen banget sama kamu, Ras. Gimana kabar kamu dan keluarga? Sehat?” tanya Tante dan langsung dijawab olehku, begitu pun sebaliknya menanyakan keadaan Tanteku dan Mas Egi. Kulirik putra sepupuku itu yang menatap sejak diri ini datang dan langsung memangkunya. “Wah kamu sudah besar, Fi. Tante sampai pangling lihat kamu. Umurnya udah berapa tahun sih?” tanyaku dan langsung dijawab cadel oleh putra Mas Egi tersebut.“Empat aun, Mama.” Aku menatap Tante Ambar merasa heran dengan panggilan Fiandra untukku sehingga membuat diri ini terkejut.“Fiandra memang begitu, Ras. Sepertinya kangen dengan mamanya. Kamu kan tahu, sejak meninggalnya Dini setahun yang lalu dia pasti membutuhkan sosok ibu. Bagaimanapun Tante menjaganya seperti anak sendiri, tapi kan beda. Kasih sayang nenek d
Baca selengkapnya
Bab 5. Nasihat Tante Ambar
“Lantas. Setelah mengetahui perselingkuhan suamimu. Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, Ras?” tanya Tante Ambar membuatku seketika kelu. Aku merasa bingung dan bimbang harus memutuskan seperti apa. Lanjut, atau berpisah. Namun, jikalau pisah, apa itu hal terbaik untuk kami semua terutama Laras?“Entahlah, Tan. Saat ini aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Jujur, sebagai seorang wanita, aku ingin egois dengan meminta Mas Ezran memilih. Jika, dia bersikeras dengan keputusannya menikahi wanita itu. Aku lebih memilih berpisah. Tapi, ini tidak sesederhana itu. Tante kan tahu, seberapa dekat Laras dengan ayahnya. Aku takut, hal ini akan membuat putriku terluka. Bagaimana aku harus menjelaskan kepadanya kalau kami harus berpisah. Aku tidak akan sanggup melihatnya bersedih, Tan. Enggak akan sanggup!” Tumpah sudah air mata yang sedari tadi kutahan. Bagaimanapun, seorang ibu akan lebih sensitif bila itu mengenai kebahagiaan anak-anaknya. Begitu pun aku. Diri ini tidak boleh hanya me
Baca selengkapnya
Bab 6. Nasihat Tante Ambar 2
Suara pria yang khas dan terdengar berat mengucapkan salam. Mendengar suara itu Fiandra yang tengah duduk anteng di pangkuanku langsung turun dan berhambur ke pelukannya. Kulirik jam di pergelangan tanganku, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 05:00 sore. Mungkin saja Mas Ezran pun sudah pulang ke rumah. Namun, sedari tadi ponselku sama sekali tak diaktifkan. Diri ini sedang tidak ingin diganggu siapa pun, termasuk suamiku itu.“Abi. Di cini lagi ada Mama main cama Fian,” celoteh Fiandra, masih terdengar oleh kami.“Mama siapa, Sayang?” tanya seseorang yang bisa kutebak itu Mas Egi. “Mama Fian.” Fiandra kembali menjawab pertanyaan Abinya. Terdengar suara sepatu seseorang menghampiri kami yang berada di ruang tamu.“Bun, siapa yang Fiandra panggil Mama,” tanya Mas Egi sesaat setelah menyapaku serta Laras dan mencium tangan Tante Ambar.“Oh itu. Fiandra dari tadi manggil Rasti dengan sebutan Mama. Mungkin saja kangen Mamanya. Makanya, Gi. Kapan kamu menikah lagi dan mencari ibu bua
Baca selengkapnya
Bab 7. Hati yang Hampa
“Kenapa enggak minta izin dulu sama aku kalau mau ke rumah Tante Ambar? Untung saja aku ingat untuk mencari kalian ke sana,” hardik Mas Ezran ketika baru saja masuk ke dalam kamar.Kami baru saja sampai ke rumah. Setelah tadi berpamitan untuk pulang karena Mas Ezran menyusulku ke sana. Aku tidak ingin terjadi keributan di rumah orang. Apalagi, ini masalahku dengan suamiku. Aku tidak ingin ada yang melihat perdebatan kami, terutama Laras.“Ingat kata Tante, Ras. Bicaralah dengan suamimu baik-baik. Carilah solusi untuk kalian berdua. Lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah dan berdoalah agar kamu bisa melewati ujian ini dengan ikhlas. Satu lagi, banyak-banyak beristigfar,” sarannya ketika aku berpamitan sebelum pulang di saat kami saling berpelukan. Aku berusaha meredam kegetiran di dalam hati dan jiwa ini. Kata-kata Tante Ambar masih terngiang di benakku. Kali ini, aku harus tenang menghadapi semuanya. Aku hanya melewati tubuh Mas Ezran, lalu mengambil handuk dan berjalan ke arah ka
Baca selengkapnya
Bab 8. Hati yang Hampa
Adzan magrib telah berkumandang, segera kubersihkan diri di bawah kucuran air shower yang hangat. Setelah mandi, rasa penat di pikiranku mulai berkurang. Pun sudah terasa tenang, meskipun amarah di dada ini masih belum sepenuhnya reda dan masih berkobar untuk Mas Ezran.Kuambil juga wudu sebelum keluar kamar mandi dan langsung kukenakan baju di ruangan khusus kamar ini. Tempat pakaian serta aksesoris milikku dan Mas Ezran berada. Barulah aku keluar dan meminta Mas Ezran untuk mengambil wudu.“Kamu ambil wudu dulu, Mas. Kita salat berjamaah seperti biasa,” ujarku dengan nada dingin melintasi tubuhnya begitu saja. Lalu, keluar dari kamar dan berjalan ke arah Musala di rumah kami. Kulihat Laras sudah duduk di sana dan tersenyum saat aku datang.Dulu, kebersamaan inilah yang sering membuatku terharu. Merasa telah dilimpahkan keluarga sempurna yang bahagia dan harmonis. Namun, tidak untuk sekarang. Entah mengapa ketika melihat suamiku menjadi imam, tak ada perasaan membuncah seperti bia
Baca selengkapnya
Bab 9. Pengakuan
“Semenjak Mas ketemu sama dia di restoran jepang langganan kita tiga bulan yang lalu, itu pertama kali kami makan bersama.”Aku terbelalak, bukankah itu hari di mana aku tak datang makan malam romantis dengan Mas Ezran karena Laras tiba-tiba demam tinggi? Tega-teganya suamiku malah memilih makan dengan Sinta saat putrinya dibawa ke Rumah Sakit. Waktu itu ponsel Mas Ezran katanya mati makanya tidak bisa kuhubungi saat ingin membatalkan janji dan memintanya untuk menyusulku menemani Laras.Tiba-tiba saja terbayang bagaimana Mas Ezran dan Sinta makan dengan bahagia, sedangkan saat itu aku sedang panik menemani Laras. Bahkan, diri ini sampai putus asa untuk menghubungi Mas Ezran.“Tega kamu, Mas ... apa salahku sama kamu? Di mana letak kekuranganku? Tak cukupkah mencintai satu wanita yang setiap waktu selalu ada menemanimu di rumah? Menjadi tempat pulang saat kamu lelah? Bahkan, tetap menemaimu di kondisimu yang hampir terpuruk beberapa tahun yang lalu? Itu aku, Mas. Aku ...,” gumamku de
Baca selengkapnya
Bab 10. Perang Batin
Selepas pertengkaran kami malam itu, Mas Ezran terlihat dingin setiap kami berhadapan. Perhatiannya terhadap putri kami pun semakin hari semakin berkurang. Apalagi, suamiku itu tak jarang pulang malam. Entahlah, ke mana saja dia sampai selalu pulang larut. Kutebak dirinya pasti menghabiskan waktu bersama Sinta, kekasih yang baru beberapa bulan ini mengisi hatinya. Tak ingatkah Mas Ezran dengan kebersamaan kami yang sudah belasan tahun?Tak sedikitkah perasaan bersalah mengingat dosa yang telah ia perbuat atas nama pengkhianatan? Kesetiaanku menemaninya sekian lama ternyata tak juga menyadarkan Mas Ezran yang terbelenggu nafsu. Sebesar itukah cintanya untuk Sinta. Sampai, menjadi seorang Ayah yang abai terhadap putri kandungnya sendiri?Jangan ditanya hatiku yang telah remuk redam bagai sebuah gelas kaca yang dilemparkan sampai hancur tak berbentuk. Dalam keremangan malam, setiap hari diri ini selalu tersedu di atas sajadah, bersimpuh memohon Yang Maha Kuasa memberikan jalan keluar y
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status