Share

Tragedi Dufan

Sudah lebih dari sepuluh menit Nayya menunggu Rafan. Sang suami sedang salat Dhuha di musala. Tak habis pikir, di manapun tempatnya Rafan tidak meninggalkan ibadah sunahnya.

“Mas, sudah selesai?” Senyum merekah di bibir Nayya cukup menghipnotis Rafan sejenak.

“Ya. Maaf kamu jadi harus nunggu lama.” Lelaki berambut nyaris botak itu duduk di samping istrinya. “Perutmu sudah enakan?”

Nayya mengangguk. “Udah jauh lebih baik. Aku enggak habis pikir deh sama kamu, Mas. Biasanya orang-orang kalau berpergian bawaannya makanan sama baju ganti. Kamu malah bawa sarung, koko, peci sama Al-Qur’an.”

“Buat persiapan kalau tiba waktunya salat. Kan kalau mau ketemu sama Allah harus berpenampilan sebaik mungkin. Enggak mungkin aku datang ke Allah dengan pakaian seperti ini, bukan?” Rafan tersenyum tulus.

Perkataan Rafan barusan agaknya menyentuh bagian sensitif di dalam hati Nayya. Terkadang, ia merasa tak pantas menjadi pendamping Rafan. Ia seharusnya sadar, Rafan siapa dirinya siapa.

“Kenapa? Kok m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status