Share

Perginya Istri Manis Sang Pewaris
Perginya Istri Manis Sang Pewaris
Penulis: Komalasari

Suami Dingin itu Punya Kekasih Gelap?

“Aku akan pulang terlambat hari ini," ucap Alexandre. Pria tampan yang tengah berdiri gagah di depan cermin setinggi dirinya. Alexandre bersiap-siap sebelum berangkat ke kantor, untuk acara penting di sana.

Majandra terdiam sembari memperhatikan sang suami yang memasang rapi dasinya. “Apa kau juga tidak akan makan malam di rumah?” tanya perempuan itu seraya mengikuti langkah Alexandre keluar dari kamar.

“Kau sudah dengar bahwa aku akan pulang terlambat. Haruskah kujabarkan dengan detail?” Alexandre tertegun sejenak. Dia menoleh sekilas kepada Majandra, lalu kembali melanjutkan langkah tanpa berkata apa pun lagi.

“Jadi, jam berapa kau akan pulang?” tanya Majandra kembali bertanya pada suami yang sudah dinikahinya tiga tahun lalu. Dia mengikuti langkah tegap pria itu keluar kamar, bagai anak kecil yang tengah merengek minta uang jajan kepada ayahnya.

Lagi-lagi suaminya itu diam. Alexandre seakan malas memberikan penjelasan kepada Majandra.

Setibanya di meja makan, Alexandre justru meneguk minuman yang tersedia di sana. Dia mengambil satu buah croissant, lalu memakannya sambil berjalan ke pintu.

“Kau bahkan tidak ingin sarapan bersamaku?” Lirih Majandra pedih.

Alexandre sempat tertegun di depan pintu. Dia menoleh kepada wanita cantik bermata abu-abu, yang berada beberapa langkah di belakangnya.

Hanya saja, pria itu justru memperlihatkan sorot aneh yang sulit diartikan.

Drrt!

Ponsel Alexandre tiba-tiba berbunyi. Sang pemilik perusahaan property nomor satu di kota itu lantas mengambil handphonenya. “Ya, Louisa,” sapanya hangat pada sang sekretaris pribadi.

Perlakuan suaminya tampak jelas berbeda pada Majandra.

Perempuan itu diam-diam mengepalkan tangan. Terlebih, ia kembali mendengar pria tampan itu berbicara dengan lembut, “Baiklah. Aku akan tiba dalam setengah jam.”

Setelah beberapa saat, telepon itu terputus.

Alexandre kembali mengarahkan perhatian kepada Majandra, yang masih memandang ke arahnya. “Kau sudah terbiasa sarapan dan makan malam sendiri. Kenapa tiba-tiba bertanya macam-macam?” ucapnya dingin.

Menahan emosi, Majandra menghela napas. “Kau masih mempekerjakan wanita itu sebagai sekretaris pribadimu?” tanyanya menahan tangis. Sorot kecewa bahkan tergambar jelas dari sepasang matanya yang bercahaya. “Apa kau juga lupa sekarang tanggal berapa?”

Majandra menunggu beberapa saat. Ia berharap Alexandre memberikan jawaban yang dia inginkan.

Akan tetapi, Alexandre justru hanya diam dan melihat arloji di pergelangan kirinya. “Aku sudah terlambat. Kau hanya membuang waktuku," gerutunya diiringi decakan pelan.

Tanpa ada ucapan selamat jalan dan kecupan mesra khas suami-istri, pria tampan dengan setelan jas rapi tadi pergi begitu saja meninggalkan Majandra yang semakin dilanda rasa kecewa.

Di ambang pintu, Majandra berdiri dan menyaksikan kepergian sang suami dengan tatapan kosong. Sebenarnya, hal seperti itu sudah biasa terjadi dalam kurun waktu selama tiga tahun pernikahan mereka. Majandra dituntut untuk tak merasa aneh lagi dengan sikap tak acuh sang suami. Namun, ada kalanya wanita cantik tersebut mengharapkan haknya sebagai seorang istri.

“Bagus, Majandra. Teruslah mengharapkan sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan,” gumam wanita yang masih mengenakan kimono tidur tersebut.

Baru saja ia akan masuk, sebuah sedan merah berhenti di halaman depan rumahnya.

Majandra mengenal betul siapa pemilik mobil tersebut.

Benar saja, seorang wanita cantik berambut pirang sebahu keluar dari mobil. Dia melangkah anggun dalam balutan mini dress press body, yang memperlihatkan lekuk indah tubuhnya. Wanita itu menaikkan kacamata hitam sambil berjalan ke hadapan Majandra. “Apa kabar, Sayang?” sapanya, sembari memberikan pelukan hangat dan akrab.

“Biasa saja,” balas Majandra. Dia membalas pelukan wanita cantik yang tak lain adalah Agathe Lavigne, sahabat dekatnya.

“Kau sibuk sekali akhir-akhir ini.” Majandra mengajak sahabatnya tersebut masuk. Mereka sama-sama duduk di ruang tamu.

“Tidak juga. Lebih tepatnya menyibukkan diri,” ujar Agathe tak acuh. Dia duduk sambil menyilangkan kaki, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. “Aku sengaja datang kemari untuk menyampaikan titipan dari Mary-Anne.” Agathe mengeluarkan selembar kartu undangan mewah dari dalam tas tangannya. Dia menyodorkan benda tadi kepada Majandra.

“Apa ini?” tanya Majandra seraya mengernyitkan kening. “Dia akan menikah?” Ekspresi tak percaya terlihat jelas dari paras cantiknya.

“Ya, Sayang,” jawab Agathe. “Mary-Anne akan melangsungkan pesta pernikahannya di resort mewah milik Alexandre. Apakah suamimu tidak mengatakan apapun?” Agathe mengambil sebatang rokok, kemudian menyulutnya. “Kau mau?” tawar wanita itu.

“Tidak. Aku sedang berusaha berhenti merokok,” tolak Majandra tanpa menoleh, karena dirinya tengah sibuk membaca kartu undangan tadi. “Alexandre tak mengatakan apapun padaku. Entah dia mengetahui atau tidak. Kurasa, dia tak mengurusi hal-hal seperti itu,” ujarnya seraya meletakkan kartu undangan tadi. Dia mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Agathe. “Aku tidak yakin jika kau kemari hanya untuk ini.”

Agathe tertawa renyah sambil mengepulkan asap tipis dari mulutnya. Dia lalu membuang abu rokok di dalam asbak. “Tentu saja. Kartu undangan itu tidak terlalu penting. Aku ….” Agathe menjeda kata-katanya. Dia terdiam beberapa saat, sambil terus memandang Majandra yang terlihat penasaran.

Namun, Agathe tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya tadi. Akhirnya, wanita cantik bertubuh sintal tadi mengambil telepon genggam dari dalam tas. Dia membuka layar ponsel, lalu menggerakkan jarinya seakan tengah mencari sesuatu. Sesaat kemudian, Agathe memberikan telepon genggamnya kepada Majandra. “Lihatlah.”

Majandra menerima alat komunikasi canggih berharga ribuan euro milik sahabatnya tersebut. Di layar, dia melihat foto seorang wanita cantik dalam balutan bikini two piece keluaran brand ternama dunia. Foto tadi sepertinya diambil untuk promosi produk tersebut. “Siapa wanita ini? Apakah dia seorang model?” tanya Majandra, seraya mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel kepada Agathe.

“Bagaimana menurutmu? Apakah dia cantik?” Agathe balik bertanya.

Majandra kembali mengamati foto wanita berambut pirang sebatas punggung yang ada di layar ponsel. Harus dirinya akui, bahwa wanita itu memang sangat cantik serta memiliki bentuk tubuh yang terlihat sempurna. “Cantik. Seksi. Um … siapa dia?” Majandra kembali melayangkan pertanyaan yang sama kepada Agathe.

Agathe mengembuskan asap rokok sekali lagi. Sesaat kemudian, dimatikannya rokok tadi di dalam asbak. “Sialan! Kau bahkan tidak menyuguhkan minuman untukku,” gerutunya.

Majandra tertawa renyah. “Salahmu sendiri karena datang tanpa membuat janji terlebih dulu,” cibir Majandra.

“Menyebalkan!” Agathe menggerutu pelan. Dia menyibakan rambutnya ke belakang. “Akan kuberitahukan sesuatu yang penting padamu,” ucap Agathe lagi seraya membetulkan posisi duduknya. “Wanita itu bernama Lea Farez. Dia merupakan salah satu model kenamaan Perancis. Namun, kuyakin kau pasti tidak mengenalnya. Lea Farez biasa membawakan merk-merk ternama dunia. Ah, dia sangat bersinar dalam dunia modelling,” terang Agathe, yang membuat Majandra seketika mengernyitkan kening.

“Oh ya? Lalu, apa hubungannya denganku?” tanya Majandra tak mengerti.

Agathe memicingkan mata. “Kau tahu? Dia adalah kekasih gelap suamimu,” jawabnya begitu yakin.

Deg!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
AkiraYuki
Baru baca bab pertama sudah menarik
goodnovel comment avatar
Ar_key
suka gelap-gelapan kayaknya. semoga nggak kena timpuk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status