Share

Tak Dapat Berkutik

“Ayo, turun,” ajak Agathe. Dia sudah bersiap melepas sabuk pengaman, yang melintang di dadanya. “Aku ingin melihatmu mencakar dan menjambak wanita itu habis-habisan. Seperti yang kau lakukan tempo hari pada Clarise Lambert. Ah! Itu adegan favoritku,” celoteh wanita berambut pirang tersebut, antusias.

Ekspresi Agathe berbanding terbalik dengan Majandra. Wanita bermata abu-abu itu justru tampak cemas. Untuk kali ini, segala keberanian yang dia miliki seakan menguap entah ke mana. Majandra justru terlihat gelisah. “Tidak!” tolaknya tegas. “Aku tidak bisa.” Si pemilik rambut cokelat tadi menggeleng kencang.

“Apanya yang tidak bisa?” Agathe menautkan alis, seraya menatap heran pada sahabat dekatnya tersebut. “Jangan katakan bahwa kau sudah menjadi seorang pecundang,” cibirnya.

Majandra menyibakkan poni ke belakang. Meski rambut indahnya jadi sedikit acak-acakan, tapi wanita dua puluh lima tahun tersebut tetap terlihat cantik. “Terserah kau, Agathe. Anggap saja begitu,” balasnya. Majandra beberapa kali menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan. Dia memperhatikan kedua telapak tangannya, kemudian menempelkan ke pipi kiri dan kanan Agathe. “Rasakan ini. Tanganku berkeringat,” ujar wanita cantik berpostur 170 cm itu.

Agathe menggerakkan matanya ke kiri dan kanan secara beraturan. Dia memasang raut tak mengerti. “Tidakkah kau sadar bahwa kita sudah membuang-buang waktu, dengan berbincang tak penting seperti ini?” protesnya gemas. “Suamimu membawa wanita murahan itu ke apartemennya! Sementara, kau justru sibuk mengurusi tangan yang berkeringat. Astaga! Sejak kapan kau menjadi bodoh begini, Majandra?” Agathe terlihat sangat kesal. Dia bahkan sampai memukul kencang kemudi.

“Jika tanganku sampai berkeringat, artinya aku sedang gugup. Kau sudah tahu itu, Agathe!” Majandra mulai terpancing. Sahabat dekatnya tadi, seakan tak peduli atas apa yang dia rasakan.

“Ya, aku tahu itu!” balas Agathe jengkel. “Namun, berpikirlah! Suamimu tengah berduaan dengan wanita selingkuhannya di dalam sana! Kau akan membiarkan mereka bercinta semalam suntuk, sampai Alexandre pulang dalam keadaan hasrat biologis yang sudah terpuaskan?” Telunjuk Agathe tertuju lurus pada bangunan puluhan lantai, yang berada beberapa meter dari tempat dia memarkirkan mobilnya.

“Justru karena itu, Agathe!” tegas Majandra. “Alasannya karena aku tidak mau saat diriku masuk … kau tahu seperti apa rasanya melihat pasanganmu bercumbu dengan wanita lain?”

Agathe mendengkus kesal, sambil mengempaskan punggung ke sandaran jok. Wanita yang berusia dua bulan lebih tua dari Majandra tersebut, melipat kedua tangan di dada. Sebenarnya, dia tak ingin berdebat. Akan tetapi, sikap istri Alexandre LaRue sudah membuat dirinya begitu muak. “Sia-sia saja aku menemanimu malam ini!” keluhnya jengkel, sambil memijat kening yang berdenyut.

“Sudahlah. Sebaiknya, antarkan aku pulang sekarang,” pinta Majandra malas.

“Astaga, Majandra!” Agathe kembali melayangkan protes keras. “Aku punya kunci inggris di bagasi jika kau membutuhkannya!” ujar wanita bertubuh sintal itu lagi, makin tak karuan. “Argh! Kau membuatku kesal! Sialan!” Agathe berkali-kali mendengkus kasar. Dia terus menggerutu, sambil menyalakan mesin mobil.

“Semoga suamimu tidak lupa memakai pengaman, saat bercinta dengan wanita jalang itu! Aku tidak akan mendengarkan keluhan, jika nanti kau merasa tersisihkan karena Alexandre menghamili pirang murahan ….”

“Hentikan ocehanmu, Agathe!” sergah Majandra. “Sebaiknya, cepat antarkan aku pulang. Setelah ini, tugasmu selesai. Biarkan aku yang memikirkan cara, untuk mengungkap perselingkuhan Alexandre dengan wanita itu,” ujarnya.

“Terserah kau!” Agathe menginjak pedal gas sekencang mungkin. Dia melajukan kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Namun, hal itu tidak membuat Majandra terlihat was-was. Pasalnya, dia dan Agathe memiliki cara mengemudi yang sama.

Hanya dalam waktu setengah jam, sedan milik Agathe telah berhenti di halaman depan kediaman mewah milik Alexandre. Tanpa banyak bicara, Majandra segera melepas sabuk pengaman. Sebelum turun dari kendaraan, dia menatap Agathe beberapa saat. Majandra sadar, tak seharusnya dia berdebat dengan sahabat dekatnya tersebut.

“Maaf, Agathe. Aku tahu kau sangat peduli dan mengkhawatirkan diriku, tapi … tapi ini terasa berat. Aku tahu dan bisa membayangkan, apa saja yang Alexandre lakukan dengan wanita itu di dalam apartemennya. Namun, aku belum siap jika harus memergoki secara langsung, ketika mereka tengah ….” Majandra tidak kuasa melanjutkan kata-katanya. Dia kembali menyibakkan poni, demi menghalau keresahan yang terpancar jelas di paras cantiknya.

Agathe mengembuskan napas pelan. Wanita berambut pirang tersebut sudah jauh lebih tenang, dibanding beberapa saat yang lalu. “Ya, aku tahu. Aku bisa memahaminya. Bagaimanapun juga, kita hanyalah wanita biasa yang tidak sekuat itu.” Agathe menoleh, lalu tersenyum. Dia merentangkan tangan, menunggu Majandra memeluknya.

“Kau adalah saudara perempuan yang tidak pernah kumiliki,” ucap Majandra penuh haru, seraya memeluk erat Agathe. Setelah itu, dia bergegas turun.

Sepeninggal Agathe, Majandra langsung masuk. Dia melangkah cepat menuju kamarnya. Majandra tak dapat menyembunyikan kegelisahan, saat membayangkan sang suami yang tengah bercumbu dengan wanita lain. Si pemilik mata abu-abu itu berjalan mondar-mandir, sambil sesekali mengacak-acak rambut. “Ya, Tuhan,” keluh wanita cantik dengan midi dress lengan pendek tersebut.

Majandra duduk di ujung tempat tidur. Dia mengambil ponsel dari dalam tas. Namun, wanita itu tidak berniat menghubungi Alexandre. Majandra justru memeriksa daftar tempat yang akan dirinya kunjungi dalam satu tahun.

“Jadwal liburanku masih satu bulan lagi,” gumam Majandra, “kepalaku sudah mau meledak.” Wanita itu meletakkan ponsel di sebelahnya. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan.

“Tenangkan dirimu, Majandra. Ini sesuatu yang bisa saja terjadi. Ya. Alexandre tidak mencintai atau menganggapmu sebagai istrinya, meskipun kalian pernah bercinta.” Majandra terus meracau seorang diri.

“Ah, ya! Alexandre tak akan mengingatnya. Dia tak sadar saat melakukan itu.” Majandra menopang kening menggunakan kedua tangan. Wanita cantik tadi terdiam beberapa saat, sebelum melihat jam digital yang ada di meja dekat tempat tidur.

Angka pada jam itu sudah menunjukkan pukul dua belas lewat beberapa menit. Namun, Alexandre belum kembali. Majandra berdiri. Lagi-lagi, dia terlihat gelisah. Wanita itu yakin, bahwa sang suami tak akan pulang.

Akan tetapi, sayup-sayup terdengar deru mesin kendaraan berhenti di halaman depan. Majandra melihat ke jendela. Mobil Alexandre sudah terparkir di sana.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka. Tampaklah paras tampan Alexandre, pria yang tengah Majandra tunggu. “Kau belum tidur?” tanynya dingin. Seperti biasa, tak ada senyum apalagi sikap mesra yang ditunjukkan kepada sang istri.

Majandra melipat kedua tangan di dada. Dia sedikit mengangkat dagu, sambil melangkah ke hadapan Alexandre. “Kita harus bicara,” ucapnya dengan mimik sangat serius.

“Tentang apa?” tanya Alexandre dengan tatapan tajam terhadap Majandra, seakan hendak menguliti wanita cantik tersebut.

Majandra mengembuskan napas penuh keluhan. Tiba-tiba, konsentrasinya menjadi buyar. Seperti biasa, dia tak dapat berkutik di hadapan pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status