Share

Mengabaikan Perasaan

Majandra terpaku beberapa saat. Tatapan tajam Alexandre seakan menjadi senjata yang sangat mematikan, sehingga seluruh kekuatannya seperti terisap habis. Majandra yang tadinya ingin meminta penjelasan tentang apa yang Alexandre lakukan, tiba-tiba membelokkan maksud. “Aku … aku ingin pergi berlibur,” ujarnya terlihat meyakinkan. Padahal, dalam hati dia merasa gugup dan sangat bodoh. Majandra merutuki diri yang selalu menjadi lemah, saat berhadapan langsung dengan Alexandre. Ini sungguh memuakkan baginya.

“Ke mana?” tanya Alexandre tanpa ada ekspresi lain. Nada bicaranya pun terdengar sangat biasa.

“Maldives. Aku akan pergi ke sana. Aku ingin berjemur.” Lagi-lagi, Majandra merasakan kebodohan yang teramat memalukan.

“Astaga.” Alexandre menggeleng pelan. “Pergi saja. Akan kutransfer uang yang kau butuhkan.” Selesai berkata demikian, pria itu berlalu ke dalam walk in closet. Dia berganti pakaian dengan T-Shirt, lalu naik ke tempat tidur. Alexandre tak peduli, meski Majandra masih berdiri sambil memperhatikannya.

“Ya, uang. Hanya itu yang bisa kau berikan padaku,” ucap Majandra pelan.

Namun, sepertinya Alexandre dapat mendengar dengan cukup jelas apa yang Majandra katakan. Pria yang sudah bersiap untuk tidur tersebut langsung menoleh. “Kenapa? Apa ada masalah?” tanyanya dingin.

Majandra tidak segera menanggapi. Dia juga masih melipat kedua tangan di dada. Padahal, dirinya ingin sekali meluapkan segala unek-unek yang sejak tadi tertahan di dalam dada. Namun, semua terasa begitu sulit. Ketertarikan yang teramat besar kepada sosok Alexandre, membuat wanita cantik bermata abu-abu itu lebih memilih menahan diri.

“Boleh kutahu kau dari mana hingga pulang selarut ini?” tanya Majandra penuh selidik.

Alexandre yang sedang duduk bersandar pada kepala tempat tidur, mengarahkan pandangan sesaat dari layar ponsel kepada Majandra. “Sejak kapan kau mulai ingin tahu dengan urusanku?” Pertanyaan Alexandre terdengar begitu sinis. Dia kembali fokus pada telepon genggamnya.

“Aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu. Lagi pula, kita memang sudah membuat perjanjian tak akan saling mengurusi apapun. Aku hanya bertanya. Bagaimanapun juga, kita adalah suami istri. Kau dan aku tinggal di bawah atap yang sama, bahkan satu tempat tidur berdua. Kupikir, tak ada salahnya hanya sekadar basa-basi.” Majandra menatap lekat pria yang bersikap tak peduli padanya. Entah apa yang harus wanita itu lakukan, agar Alexandre bisa bersikap normal sekali saja terhadap dirinya.

“Sebaiknya kau berkemas. Bukannya malah berusaha mencampuri urusanku.” Tanggapan yang cukup singkat, tapi terdengar begitu menyesakkan bagi Majandra. “Aku sudah memesankan tiket dan segala akomodasi untukmu. Kau bisa berangkat besok,” ujar Alexandre lagi tak acuh. Dia meletakkan ponsel di meja sebelah tempat tidur, lalu menyalakan lampu tidur. “Jangan lupa matikan lampu utama,” pesan pria itu sambil berbaring.

Tak terlihat ada rasa bersalah sama sekali dalam sikap yang ditunjukkan Alexandre malam itu. Dia mungkin tak tahu, bahwa Majandra telah melakukan pengintaian bersama Agathe. Salah Majandra sendiri yang tak berani mengambil sikap. Wanita itu sudah dapat menebak. Jika dia melakukan protes keras, maka Alexandre akan kembali membahas perceraian seperti yang sudah-sudah.

Bagi Majandra, tak masalah dirinya tak bisa memiliki cinta Alexandre untuk saat ini. Setidaknya, dia bisa tetap bersama dan melihat pria itu setiap saat. Masalah hati dan perasaan, wanita asal Meksiko tersebut yakin bahwa Alexandre akan menyadari posisi serta menganggap keberadaannya yang selama ini selalu diabaikan.

Keesokan paginya, Majandra sudah siap untuk berangkat ke bandara. Liburan yang seharusnya dilakukan bulan depan, terpaksa harus dimajukan demi menjaga kewarasan pikiran. Seperti itulah yang biasa Majandra lakukan. Dia tahu dan sadar betul, bahwa apa yang dirinya lakukan sama saja dengan melarikan diri dari masalah. Namun, Majandra tak tahu harus bagaimana. Menghindar akan jauh lebih baik daripada mendengar kata cerai.

Majandra duduk termenung di dalam mobil, hingga dirinya tiba di bandara. Dia sengaja datang ke sana mendekati waktu yang ditentukan, agar dirinya tak menunggu terlalu lama. “Terima kasih, Felix,” ucap Majandra, saat sang sopir membantu mengeluarkan barang bawaannya. Ya, Majandra berangkat ke bandara hanya diantar sopir pribadi. Itu sudah menjadi hal yang biasa bagi wanita itu.

Sekitar setengah jam kemudian, pesawat yang akan membawa Majandra pergi jauh dari Perancis telah mengudara. Sekitar sebelas jam perjalanan harus dia tempuh, hingga akhirnya tiba di tempat tujuan. Alexandre memang sudah memesankan berbagai hal yang dibutuhkan sang istri selama menikmati masa liburannya. Majandra patut bersyukur. Setidaknya, pria itu masih menunjukkan sedikit kepedulian.

“Ah, nyaman sekali.” Majandra mengempaskan tubuh indahnya ke tempat tidur berlapis sprei warna putih. Tak dapat dipungkiri bahwa dirinya teramat lelah, setelah melakoni perjalanan panjang seorang diri. Namun, Majandra sudah tak tahan untuk menikmati suasana pantai dan angin malam yang menyejukkan. Istri Alexandre LaRue tersebut meraih sling bag kecil, lalu beranjak keluar kamar penginapan.

Suasana malam di resort mewah itu terlihat sangat indah. Majandra tersenyum kelu. Andai saja dia bisa menikmati keindahan itu bersama Alexandre, mungkin semuanya akan menjadi jauh lebih sempurna. Majandra melangkahkan kaki di jembatan kayu yang menjorok ke tengah laut. Dalam pencahayaan lampu warna kuning yang berjajar rapi sepanjang jembatan kayu tadi, dia berdiri seorang diri. Majandra sempat menerima pesan dari Agathe.

[Apa kau jadi berangkat ke Maldives?]

[Aku sudah tiba beberapa saat yang lalu]

Majandra berswafoto, untuk memberikan bukti kepada Agathe bahwa dirinya sudah berada di tempat bak surga dunia itu. Senyum indah nan ceria terlukis jelas di paras cantiknya, seakan bahwa dia tidak sedang menghadapi masalah rumah tangga yang pelik. Wanita cantik dua puluh lima tahun tersebut mengambil beberapa foto, lalu mengirimkannya kepada Agathe.

“Selamat datang Maldives. Semoga kau bisa membantuku tidur nyenyak,” gumam Majandra pada diri sendiri. Dia memejamkan mata, ketika angin malam menerpa wajahnya yang lelah, tapi tetap terlihat cantik.

“Kau datang ke Maldives hanya untuk tidur nyenyak? Sayang sekali,” ujar seorang pria yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah kiri Majandra.

Majandra yang tengah terpejam, segera membuka mata. Dia menoleh ke samping, pada sosok pria berjaket hoodie warna putih. Pria itu berambut gelap dengan iris mata abu-abu. “Kau bicara padaku?” tanya Majandra sedikit menjaga jarak.

“Andai saja angin bisa kuajak berbincang,” ujar si pria yang berdiri gagah, sambil memasukkan kedua tangan ke saku jaket.

“Kalau begitu, selamat mencoba,” balas Majandra menanggapi. Dia tak ingin terlibat ke dalam percakapan yang semakin jauh, dengan pria asing tadi. Majandra langsung berlalu dari sana. Wanita itu memilih kembali ke kamar penginapannya.

“Jadi, kau berasal dari Perancis?” tanya si pria setengah berseru. Namun, Majandra tak memedulikan pertanyaannya sama sekali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status