Share

Damien Curtis

Cahaya matahari terasa begitu hangat, menerpa tubuh indah Majandra yang tengah berjemur dalam balutan bikini two piece berwarna putih. Kaca mata hitam ikut membuat wanita berusia dua puluh lima tahun tersebut merasa kian nyaman, karena tak terganggu oleh silaunya sinar sang surya. Sesekali, Majandra menggerakkan kaki jenjangnya. Wanita muda berambut cokelat tembaga itu mengeluh pelan, saat dering panggilan dari telepon genggamnya terus berbunyi.

“Astaga! Mengganggu sekali!” gerutu Majandra. Dia meraba meja di dekatnya, lalu mengambil ponsel yang diletakkan dalam dompet khusus keluaran brand ternama dunia. “Hallo,” sapa Majandra dengan gaya bicara anggun dan berkelas. Hal itu menunjukkan status sosial yang wanita cantik tersebut miliki.

“Hallo, Nyonya LaRue,” balas suara seorang wanita dari seberang sana. Seseorang yang tak lain adalah Agathe.

“Hai, Agathe. Ada apa? Kuharap, kau tidak mengganggu liburanku,” ujar Majandra tak acuh. Dia menaikkan kacamata hitam, meletakkannya di sela-sela rambut bagian atas.

“Ah, maafkan aku. Kau pasti sedang menikmati hangatnya cahaya matahari di Maldives. Namun, aku merasa harus segera memberitahukan hal penting ini padamu, sayangku,” ujar Agathe.

Seketika, Majandra membetulkan posisi duduknya. Wanita itu seakan sudah tahu berita penting apa yang akan Agathe sampaikan. Itu pasti tak jauh dari sesuatu yang berhubungan dengan Alexandre dan Lea.

“Semoga kau sudah siap mendengarnya. Singkirkan benda-benda berbahaya yang ada di dekatmu, sayang,” ujar Agathe, seakan ingin bermain-main terlebih dahulu dengan rasa penasaran Majandra. “Satu lagi, aku juga tak ingin jika kau sampai mengamuk di tempat umum,” ledeknya disertai tawa renyah.

“Aku akan melemparmu dengan gelas, karena kau terlalu bertele-tele!” gerutu Majandra. Dia kembali menurunkan kacamatanya. Majandra kemudian meneguk minuman yang sudah tersedia di meja.

Agathe terus tertawa. Dia tak pernah sakit hati dengan apapun yang Majandra katakan. Wanita yang sudah berteman lama dengan Majandra tersebut, sangat mengenal sahabatnya itu. Majandra memang kerap berkata apa adanya. Namun, itulah yang Agathe sukai, karena sahabatnya tersebut bukan seseorang yang suka berpura-pura. “Aku melihat suamimu, sayang” ucap Agathe mengawali ceritanya.

“Semua wanita senang melihat suamiku,” balas Majandra seraya meletakkan kembali gelas yang dipegangnya ke atas meja.

“Ya. Akan jauh lebih menyenangkan andai dia berjalan seorang diri,” sahut Agathe. Ucapan wanita itu menyiratkan sesuatu.

Majandra yang awalnya duduk sambil menyilangkan kaki, segera berdiri lalu melepas dan melemparkan pelan kacamata hitamnya di kursi santai. Dia meletakkan tangan kiri di pinggang. Sementara, sepasang mata abu-abunya bergerak dengan beraturan ke kiri dan kanan. Dia harus menyiapkan diri untuk apa yang akan didengarnya, dari kelanjutan kabar penting yang diberikan Agathe.

“Apa kau melihatnya bersama wanita itu?” tanya Majandra setelah dirinya terdiam. Perasaan wanita itu mulai tak karuan.

“Ya, tentu saja. Kau berharap suamimu dekat dengan wanita selain model cantik itu? Cukuplah berpikir bodoh, Majandra. Seorang Lea Farez saja sudah menjadi ancaman serius untukmu. Terlebih, dia memiliki tubuh yang sangat seksi,” ujar Agathe memanas-manasi.

“Sialan kau!” Majandra mendengkus kesal. “Aku tidak peduli secantik apa dia?” gerutunya.

“Ah, ya,” sahut Agathe menghentikan tawanya. “Aku akan mengirimkan fotonya padamu. Tetaplah di situ.” Tanpa berpamitan terlebih dulu, Agathe menutup sambungan telepon tadi.

Beberapa saat kemudian, dering pesan di ponsel Majandra berbunyi. Wanita dengan bikini putih itu langsung membukanya. Di layar, tampaklah beberapa foto yang memperlihatkan kebersamaan Alexandre LaRue bersama Lea. Di salah foto yang dikirimkannya, Agatha menambahkan keterangan.

[Cobalah untuk menelusuri profilnya di mesin pencarian. Aku tahu bahwa kau penasaran.]

Majandra mengembuskan napas dalam-dalam. Dia tak berniat membalas pesan tadi. Wanita itu memilih kembali ke kamar untuk berdiam diri di sana. Majandra benar-benar tak melakukan apapun, selain menonton televisi hingga malam tiba. Namun, rasa jenuh mulai menyergapnya. Wanita bertubuh semampai tersebut turun dari tempat tidur, lalu mengeluarkan gaun malam yang sengaja dibawa dari Perancis.

Majandra tak ingin memikirkan apa yang Alexandre lakukan. Dia datang ke Maldives untuk berlibur dan bersenang-senang. Wanita itu sudah terlalu lelah dengan masalah rumah tangga yang dijalaninya selama kurang lebih tiga tahun, bersama sang pemilik perusahaan property ‘La Bougenville’ tersebut. Kali ini, dia hanya ingin memanjakan diri dengan caranya.

Wanita cantik itu mendatangi tempat hiburan malam di dekat penginapan. Hingar-bingar musik penuh keceriaan, menghentak kencang mengiringi kemeriahan suasana. Kebanyakan yang datang ke tempat tersebut, merupakan wisatawan mancanegara.

Majandra duduk sendiri menikmati segelas minuman.

Kecantikan serta kemolekan tubuh wanita dua puluh lima tahun tersebut, ternyata menarik perhatian seorang pria tampan berambut gelap. Pria itu menghampiri Majandra, yang tak peduli dengan suasana sekitarnya. “Permisi,” sapa pria tadi ramah.

Majandra menoleh, lalu menaikkan sebelah alisnya. “Astaga. Kau lagi.” Dia menggeleng seraya berdecak pelan.

“Aku tak tega, jika melihat wanita cantik duduk sendiri,” ucap si pria sok akrab. Dia duduk di sebelah Majandra yang tak merasa terganggu. Wanita dengan gaun malam pendek itu justru lebih fokus pada minuman yang tengah dinikmatinya. “Kau tinggal di kota apa? Paris, Lyon, Nice, Nantes?”

Majandra tak langsung memberikan jawaban. Dia justru memperlihatkan tangan kiri dengan jari manis berhiaskan cincin kawin. “Aku tinggal di Paris. Namun, sayangnya aku sudah menikah.”

Pria tampan tadi menggaruk kening, lalu tersenyum kalem. “Oh, baiklah. Lalu, di mana suamimu? Sejak kemarin malam, kau selalu terlihat sendirian.” tanyanya. Dia tak mengalihkan tatapan, dari paras cantik Majandra yang sangat memesona.

“Suamiku?” ulang Majandra seraya tersenyum kelu. “Suamiku ada di Perancis.” Dia menggoyang-goyangkan sisa minuman dalam gelas, lalu meneguknya hingga habis.

Pria tampan itu manggut-manggut. “Suamimu pria yang sangat berani, karena membiarkan istrinya pergi jauh seorang diri. Apakah dia tidak takut, karena bisa saja kau diculik pria asing?” guraunya.

Majandra tertawa renyah diiringi gelengan pelan. Dia meletakkan gelas kosong yang dipegangnya. “Itu tidak mungkin, Tuan. Percaya atau tidak, aku adalah pemegang sabuk biru. Aku bisa menjaga diri dari pria-pria nakal yang suka mencari perhatian.” Wanita cantik bermata abu-abu tersebut membalas tatapan lekat si pria. 

Ada kekaguman yang terpancar, dari sorot mata abu-abu pria tampan tadi. Dia mengembuskan napas berat, lalu tersenyum kalem. “Baiklah. Aku tidak akan berani berbuat macam-macam padamu,” ujarnya. “Namun, daripada kau hanya sendirian, izinkan aku untuk menraktirmu minum.”

“Maafkan aku. Akan tetapi, aku akan kembali ke penginapan sekarang. Aku tidak suka jika terlalu mabuk. Dua gelas saja sudah cukup bagiku,” tolak Majandra. Dia turun dari bangku bulat yang yang didudukinya.

“Kalau begitu, izinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Damien Curtis. Kita berasal dari negara yang sama.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status