Share

P 200 J Bab 4

Aku bangun dari dudukku, dan mulai memutari kamar, sial tak ada satupun benda tajam yang bisa digunakan. Kubuka pintu kamar mandi, sama saja.

"Kamu cari apa?" tanyanya ikut berdiri, pemuda itu terlihat bingung.

"Sesuatu yang tajam, buat nyayat biar keluar darah," jelasku padanya.

"Yah, ketauanlah kalau lihat ada yang luka. Pasti papa meminta untuk mengecek semuanya," ucap Kenzi

"Lalu?" tanyaku, Kenzi mengangkat pundaknya.

Kami kembali duduk, bersisian di tepian ranjang, mencoba mencari kembali ide, bagaimana untuk mendapatkan darah tanpa terlihat luka. Aku menemukan ide kembali saat memainkan bibirku, kutoleh pria muda di sampingku dengan senyum menyeringai.

Kenzi mengerutkan kening dan menyipitkan matanya melihat senyum anehku. Aku mulai merapat dan mendekatkan wajahku padanya, dia mencondongkan tubuhnya ke belakang. Kutangkup wajah itu dengan kedua tanganku, kutaut bibir itu.

"Auchh, gadis gila apa yang kamu lakukan?" Kenzi mendorongku, memegangi bibirnya.

"Cepetan," ucapku menunjuk sprei, darah segar keluar dari bibirnya, aku baru saja mengigit kuat bibir dalam pria muda itu. Darah segar membasahi bibir dan mulutnya, dia masih bergeming melihat darah di tanganya selepas mengusap bibirnya.

Buru-buru aku mendorong tubuhnya ke atas ranjang. Kenzi mulai paham sepertinya, dia mengusapkan bibirnya di atas sprei berwarna putih itu. Kenapa darahnya terus keluar, apa terlalu keras aku mengigitnya tadi.

Aku mengambil tissu di atas nakas dan memberikan padanya.

"Sakit tau," serunya padaku, aku hanya memainkan bibirku.

"Kan kamu bilang, harus bagian yang nggak kelihatan," alasanku.

"Kenapa bukan bibirmu sendiri?"

"Ye, kan aku cuma bantuin."

"Kamu kan punya kepentingan juga akan hal ini," ucapnya lagi.

"Sudah, yang penting kan beres, bawel banget kayak emak-emak," sungutku.

"Siapa bilang beres?"

"Pa lagi?" tanyaku.

Malu-malu pria muda itu menjelaskan. Dia benar mana ada cuma darah saja, ah kenapa aku tak memikirkannya.

"Terus gimana?, kamu aja nggak doyan sama aku," ucapku.

"Ya, aku sendiri."

"Ya sudah sana,"

"Mana bisa kalau kamu di sini, sana masuk kamar mandi," suruhnya padaku.

"Ihh, ribet amat," ucapku, kemudian beranjak malas masuk ke kamar mandi.

"Jangan ngintip," teriaknya.

"Ih, siapa juga," balasku.

Lumayan lama aku berdiam di dalam kamar mandi, tak ada ada suara tapi sedikitpun tak berniat mengintipnya. Entahlah apa yang kurasakan sekarang, semua diluar bayanganku, harusnya aku berjibaku memberikan pelayanan terbaikku, menyerahkan keperawananku, pada pria yang sudah membayarku.

Setelah beberapa lama, ada teriakan sudah dari luar kamar mandi. Akupun segera keluar, terlihat dia menarik spreai, membuatnya berantakan. Kemudian beranjak kekamar mandi, aku memindai ranjang yang sudah awut-awutan itu. Tersenyum miris, kami dua insan dengan permasalahan berbeda bekerja sama dalam satu misi, penipuan.

"Bagaiamana?" tanyanya selepas keluar dari kamar mandi, " seperti habis terjadi pertempuran seru bukan?"

"Pertempuran?" tanyaku bingung.

"Polos banget sih kamu," ucapnya.

Kembali dia menjelaskan dengan bahasa yang dapat kumengerti. Aku tertawa, lucu saja, semoga tak ada yang curiga.

"Terus kita ngapain?" tanyaku. Aku duduk diatas karpet tebal, bersandar di pingiran ranjang, menarik bantal kemudian mendekapanya.

Pria muda itu ikut duduk di sampingku. Sesaat kami hanya diam, hingga kami mulai saling bercerita, dia lebih banyak bercerita, beda denganku, tak ada hal menyenangkan yang bisa aku bagi, tak ada kisah lucu, atau kisah lainnya.

Entah mulai jam berapa kami tertidur, mataku mengerjap, pria muda itu masih terlelap, dalam posisi duduk menyandar di ranjang. Begitupun saat aku bangun, aku bersandar di lengannya. Kupindai wajah itu, pria ini sangat tampan. Rambutnya hitam tebal, alis yang indah, hidung mancung, bibir .. ah bibir itu masih terlihat sedikit bengkak karena gigitanku semalam.

Kenapa pria sekeren ini harus suka dengan pria juga. Apakah pria yang dekat dengannya juga sekeren ini. Terus, bagaimana cara mereka bercumbu kalau sesama pria. Ah, aku merinding sendiri membayangkannya.

Sepertinya sudah mau pagi, aku beranjak kekamar mandi, membersihkan diriku, ada rasa lega dan kecewa, takut, dan bahagia semua menjadi satu. Apa yang terjadi, terjadilah pusing kepalaku memikirkannya. Air hangat kualirkan dari atas kepalaku, bergerak turun.

Aku tak tau sekarang dimana, Jenny membawaku ke sebuah rumah yang cukup besar, dan langsung memasukkan aku kekamar ini. Sebelum dia pergi dia hanya mengingatkanku kembali cara melayani pemesanku.

Pria itu masih tertidur saat aku keluar dari kamar mandi. Aku jongkok didekatnya, menepuk pipinya pelan. Dia membuka satu matanya, kemudian menguap beberapa kali. Baru melihat ke arahku yang masih jongkok disampingnya.

"Mandi?" tanyanya memperhatikan rambutku yang setengah basah. Aku mengangguk pelan, kemudian berdiri. Pria itu mengapai tanganku, memintaku menariknya.

"Badanku sakit semua," keluhnya, kemudian merenggangkan tanganya keatas kepalanya, memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Baru berjalan kemudian ke kamar mandi. Tak berapa lama dia sudah keluar, terlihat segar dan tampan.

"Ada apa?" tanyanya padaku, saat menyadari kuterus menatapnya. Aku hanya menggelengkan kepalaku. Dia merapikan dirinya di depan cermin, di sampingku.

"Ada apa lagi?" tanyanya lagi, saat aku membuka kembali beberapa kancing bajunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status