Share

P 200 J Bab 5

"Diamlah jangan bawel," ucapku. Dia merentangkan tangannya, kuberikan sebuah tanda merah di dadanya. Kembali kancing kutautkan setelahnya, senyum tipis menghias bibirku.

Kami berdiri berhadapan, kenapa ada rasa sedih saat akan melepasnya. Rasa apa ini, aku sendiri tak memahaminya. Kupaksanan senyumku, walau ada yang perih dalam hatiku. Tapi kenapa ada sakit menyapa dada ini.

"Jaga diri ya," ucapnya. Kedua tanganya menyentuh bahuku, aku mengangguk pelan. Apa yang harus kujaga, aku menertawakan diriku sendiri.

"Jaga rahasia kita," ucapnya lagi. Kembali aku hanya sangup mengangguk.

"Apakah kita akan bertemu kembali suatu hari nanti?" tanyaku padanya.

"Entahlah, terima kasih untuk malam yang begitu mengesankankan, kita tim yang hebat." Pria itu tersenyum lebar.

"Terima kasih sudah mendengar kisahku," ucapku lagi.

Pria itu mengangguk, mengusap rambutku pelan, berbalik badan berjalan kepintu.

"Selamat tinggal, terima kasih untuk semuanya," ucapnya menoleh kearahku, sesaat kemudian membuka pintu dan menghilang di baliknya.

Entah kenapa, ada rasa sedih yang terus mendekapku, aku menangis yah tapi kenapa? Apa yang kutangisi? Harusnya aku bahagia mimpiku akan segera terwujud. Tapi disisi lain, ini pintu gerbang menuju neraka yang sebenarnya.

Surga kami menyebutnya, setelah ini aku akan melayani pria-pria lainnya. Barang baru sepertiku, akan dijual dengan harga yang mahal, itu artinya uang tak akan menjadi masalah lagi bagiku.

Terdengar pintu berderit, Mami Erna dan Jenny menghampiriku sambil menebar pandangannya ke sekeliling kamar. Jenny langsung menuju tidur.

"Wow," ucapnya pelan sambil menutupkan jari ke mulutnya. Mami Erna tersenyum melihatnya.

"Kamu menangis?" tanyanya, saat memindai wajahku.

"Apakah saya harus tertawa setelah melepas keperawanan saya?" ucapku.

Wanita bertubuh montok itu tersenyum puas. Dan kembali melihat ke sekeliling.

"Tapi kamu beruntung, cowok ganteng yang merengut keperawananmu hahaha." wanita itu tertawa.

"Ihh cucok bener, eike juga mau hihihi," timpal Jenny. Dia terlihat mengambil gambar dengan ponselnya entah untuk apa.

"Dah pulang, pakaianmu ada di lemari, Mami tunggu diluar," ucap Mami Erna lagi. Aku mengangguk pelan. Beranjak ke lemari mengambil baju gantiku. Mengamati sebentar seisi ruangan sebelum aku meninggalkan kamar itu.

Rumah yang sangat besar, seperti istana tapi aku tak nampak siapapun sampai aku ke garasi dan masuk ke mobil Mami Erna. Aku duduk bersebelahan dengan Mami Erna, Jenny duduk di depan di samping Pak Rahman, sopir Mami Erna.

"Bayaranmu sudah Mami siapkan, juga hadiah yang sudah Mami janjikan. Kamu mami beri libur satu minggu setelah itu kamu akan kembali bekerja," jelas Mami Erna padaku. Aku mengangguk mengerti.

"Bukan pekerjaan yang berat bukan, enak-enak di bayar, dapat uang. Berdoa saja dapat pelanggan tampan seperti semalam," ucap Mama Erna.

Ponsel di tangannya terlihat bergetar. Buru-buru diangkatnya.

"Iya Tuan Bram."

"Hahahhaaha, tau setampan itu saya sendiri yang turun tangan,Tuan."

"Hahaha, terima kasih, senang bekerjasama dengan Tuan."

Mami Erna masih menyisakan tawa, walau panggilan sudah berakhir, tangannya masih menari lincah di atas layar ponselnya. Entah apa yang di lihatnya, dia tertawa puas sekali sepertinya.

~

"Aku tidak memberimu uang cash, ini Buku Tabunganmu, ini ATM mu ada Pin-nya juga, buku tabunganmu di simpan di sini, kamu lihat saja saldonya dua puluh juta ya," jelas Mami Erna sesamanya kami di rumah Mami Erna, Dia menunjuk isi buku tabunganku. Mataku membulat angka nolnya banyak sekali setelah angka dua.

"Ini baju, ponsel dan perhiasan untukmu, sebagai hadiah. Dan Tuan Bram menambahi dua juta cash sebagai hadiah untukmu. Tumben, rejekimu itu ambilah," tambah Mami Erna, senyumku terlulas cerah.

"Rahman yang akan mengantarkan kamu pulang, satu minggu lagi Rahman juga yang jemput, jangan berfikir melarikan diri, Mami pasti menemukanmu," pesannya lagi. Aku mengangguk mengerti.

Setelah beberapa bulan tak boleh keluar, apalagi pulang, rasanya rindu sekali. Aku sempatkan meminta tolong Pak Rahman, untuk mampir ke toko pakaian, membeli baju untuk Mama Ella, kakak, dan keponakanku. Tak lupa belanja berbagai jajanan serta mainan untuk kedua keponakan kembarku.

Sesampainya di rumah, lima lembar uang ratusan aku selipkan di kemeja Pak Rahman, sebagai ucapan terima kasih. Ucapan terima juga dia berikan padaku.

Mama Ella menyambutku dengan air mata bukan tawa, aku tau apa artinya. Bukan maksudnya menjualku, dia terpaksa melakukan ini semua. Dan aku tak pernah menyalahkannya.

~

Tak banyak yang aku lakukan selama liburan, bahkan aku hampir tak keluar rumah. Dua kali aku keluar, itupun hanya untuk mengambil uang, aku berikan pada Mama Ella untuk membayar kontrakan.

Waktu liburku telah habis, Pak Rahman kembali menjemputku. Setelah malam itu, nyaliku tak sebesar dulu. Ada rasa engan pergi, ada rasa tak rela membayangkan tubuh ini di jamah banyak pria. Tapi aku bisa apa? Sepertinya aku harus bersahabat dengan takdir. Menikmati semua apa yang mungkin sudah di gariskan untukku.

Tiba-tiba rasa sedih itu kembali, bahkan ternyata aku tak bahagia saat nyata telah memiliki banyak uang. Hanya rasa senang, bisa membalas kebaikan Mama Ella yang sudah mengasuhku semenjak bayi, selebihnya tak ada. Semua hampa ...

"Kenapa neng?" tanya Pak Rahman menyadari aku menyeka berulang kali air mataku.

" Nggak apa-apa Pak," jawabku kemudian.

Malam itu aku masih beruntung, tapi akankah malam-malam selanjutnya akan ada lagi keajaiban. Itu tak mungkin, dan aku tak ada pilihan lain, aku tak bisa lari. Kalaupun bisa, bagaimana nasib Mama Ella, pasti kena imbasnya.

Zanna, bersiaplah sayang. Bersahabatlah dengan takdirmu nikmati surga duniamu. Dengan begitu kau tak akan terluka, menikmati semua dengan ikhlas, tanpa rasa terpaksa.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
semoga, zana brtemunprua yg tulus mencintainya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status