Share

Pendekar Pedang Api
Pendekar Pedang Api
Penulis: Fii

Ch. 01 - Tragedi di Desa Huangjin

Keadaan Kekaisaran Qing tengah dilanda masalah serius, perebutan wilayah dan munculnya sekelompok pendekar aliran hitam yang kerap kali menjarah desa saat malam hari menimbulkan kekhawatiran besar, terlebih lagi bagi para penduduk Desa Huangjin. Baru-baru ini dikabarkan telah terjadi pembakaran di desa seberang mereka, Desa Huoyun yang terkenal sebagai desa pandai besi.

Prajurit militer dan para praktisi perang turun tangan untuk menangani masalah serius ini, Sang Kaisar menitah agar berita ini tak menyebar ke mana-mana, memaksa rakyatnya tutup mulut dan telinga akan kabar tersebut.

Saat malam tiba Desa Huangjin dilanda oleh kesunyian yang ganjil, para penduduk dikatakan meninggalkan desa tersebut sebelum matahari terbenam. Namun, di antara kesunyian yang menyelubungi Desa Huangjin hanya ada satu penerangan yang menyala di sebuah rumah sederhana. 

Dari pintu masuk, seorang anak laki-laki berumur 10 tahun baru saja membuka daun pintu ketika seorang lelaki tua renta mengetuknya. 

Redup penerangan lilin menerangi hasil tangkapan Xiao Qizuan, tiga ekor ikan yang diikat menjadi satu dengan tali dari akar pohon. Senyum sederhananya terpampang jelas.

"Hanya ini yang bisa kudapatkan seharian memancing," ujar Xiao Qizuan terdengar serak, di usianya yang senja langkah kaki laki-laki itu gemetaran. Sementara pemuda kecil yang berdiri di ambang pintu membantunya berjalan ke dalam rumah yang hampir menyerupai gubuk.

"Besok biar aku yang menggantikanmu, Kakek." 

Xiao Long membawa ikan di tangan sang kakek, berniat membersihkan dan memasaknya agar bisa mereka makan. Sudah lama mereka tak memakan daging ikan, hanya ada tanaman-tanaman merambat dan juga sayuran liar yang sering dibawa Xiao Long dari hutan menjadi lauk mereka.

Xiao Qizuan mengalihkan topik pembicaraan.

"Jadi mereka benar-benar meninggalkan desa ini? Sungguh sangat disayangkan."

Xiao Long yang sibuk mengeluarkan isi perut ikan di dapur mengangguk, walaupun agak ragu.

"Kabar tentang Zirah Hitam tentu ada benarnya, tapi bukankah itu hanya penjarahan biasa? Lagipula apa yang hendak mereka rampas dari kita?"

Xiao Long mendengkus, pikirnya para warga Desa Huangjin hanya begitu takut harta mereka diambil. Dia menolak pergi bersama mereka saat diajak. 

"Yin'er bagaimana? Apa dia sudah tidur?" 

"Sudah. Perutnya kosong seharian, dia tidak begitu menyukai sayuran." Xiao Long menjawab sekadarnya, lalu menatap kakeknya lurus.

"Besok aku akan pergi ke hutan untuk mencari buruan. Jadi kakek tidak perlu memancing lagi."

"Haish, kau tidak tahu apa-apa soal berburu, Nak. Jaga adikmu saja biar aku yang ke hutan," tolak Xiao Qizuan mentah-mentah. 

Bagaimana dia tidak khawatir, terakhir kali Xiao Long pergi ke hutan anak itu dibuat sekarat oleh sekawanan anjing hutan yang mengeroyoknya, ditambah lagi anak itu tak tahu menahu soal menggunakan senjata tajam. 

Xiao Qizuan pernah menyuruh cucunya itu membunuh seekor kelinci dan Xiao Long sama sekali tidak bisa melakukannya. 

Xiao Long memiliki hati yang terlalu lembut, sehingga dalam pertarungan antara hidup dan mati dia tak tega membunuh musuhnya walau nyawa sendiri yang menjadi taruhan.

Mendengar penolakan itu Xiao Long mencoba untuk memahami. Berpikir jika membicarakan ini besok pagi mungkin Xiao Qizuan akan mengiyakan permintaannya.

Pertengahan malam, udara pengap dan panas berdesir di jalanan Desa Huangjin. Dedaunan kering beterbangan saat angin pertanda badai datang. Malam itu Xiao Qizuan terjaga dalam perasaan was-was.

Terdengar derap-derap langkah kaki di atap rumah lain, Xiao Qizuan bangun dari tempat tidur dan berniat menarik gagang pintu sebelum gedoran keras nyaris membanting pintu rumah tersebut.

Sontak saja daun pintu itu menghantam wajah Xiao Qizuan, di depannya seorang pria berbadan besar juga tinggi dengan sebilah kapak besar di tangan memasang wajah beringas. Dalam keremangan malam, tatapan mata memburunya berhasil membuat Xiao Qizuan gemetar setengah mati.

Hanya membutuhkan beberapa detik, kini berdiri sekitar empat puluh orang membanjiri jalan Desa Huangjin. Bisik-bisik kasar terdengar dari kerumunan tersebut hingga akhirnya sang pemimpin bersuara keras.

"DIAM!"

Sekumpulan laki-laki yang menggunakan baju zirah hitam layaknya kulit kalajengking terdiam dalam barisan, sepakat membungkam mulut saat sang Pimpinan Zirah Hitam bersuara.

Lalu Pimpinan Zirah Hitam menghadapkan tubuhnya pada Xiao Qizuan dengan tatapan penuh selidik.

"Ke mana perginya semua penduduk desa ini?" ucapnya penuh penekanan, tatapan mata merah itu menghunus tepat di bola mata Xiao Qizuan, laki-laki renta itu menjawab dengan kepala tertunduk.

"Sa-saya tidak tahu ...."

"Katakan ke mana mereka pergi?!" ulangnya dengan bentakan, nada bicara laki-laki itu seketika meninggi disertai urat di tangannya yang menonjol. Melihat Xiao Qizuan seolah-olah enggan mengeluarkan suara, Pimpinan Zirah Hitam mengangkat kerah lelaki itu tinggi-tinggi.

"Aku tidak segan memotong kepalamu jika kau tidak segera mengatakannya!"

"Tidak akan saya katakan walaupun harus meregang nyawa!"

Tubuh Xiao Qizuan terbanting menghantam dinding yang terbuat dari anyaman bambu, lelaki tua itu merangkak hingga sebuah pedang menghunus tepat di atas kepalanya."Kesempatanmu hanya sekali ini saja. Aku tidak akan mengulang kalimatku," ancam pria itu. Wajahnya telah merah dilalap murka. 

Xiao Qizuan telah berjanji terlebih dahulu pada para bangsawan desa, jika dia ingin terus tinggal di desa ini maka dirinya harus menutup mulut soal ke mana perginya penduduk Desa Huangjin. Kelompok penjarah ini tahu betul bahwa para bangsawan Desa Huangjin kaya raya dan memiliki harta yang berlimpah.

Berbeda dengan penduduk lain, Xiao Qizuan tak memiliki pilihan lain selain bertahan di Desa Huangjin, mereka tidak memiliki uang bepergian bahkan untuk makan saja kesusahan. Berpindah ke desa lain berarti mereka harus menyiapkan uang makan dan sewa penginapan.

 Xiao Qizuan hanya mengandalkan tangkapan dan hasil buruan untuk mengisi perutnya dan cucunya yang telah yatim piatu. Sejak umur delapan tahun Xiao Long telah kehilangan kedua orang tuanya tepat saat terjadi perang saudara di tanah ini, maka dari itu sebagai satu-satunya orang yang masih dimiliki ikatan darah dengan mereka, Xiao Qizuan memilih untuk mengasuh Xiao Long dan Xiao Yin.

Bunyi dari arah depan membuat Xiao Yin terbangun dan menangis, anak kecil yang baru berusia lima tahun itu merengek hingga membuat saudaranya terbangun.

Saat menyadari keributan tengah terjadi di halaman depan rumahnya Xiao Long segera panik, dia menatap sang kakek yang tengah meringkuk di atas lantai sambil berbicara tanpa suara.

"Lari ...."

"Kakek! Apa yang terjadi?!"

"Hei bocah miskin, sebaiknya kau beritahu kepada kami ke mana perginya keluarga bangsawan Ming sebelum kami mengambil kepalanya!" sahut salah satu dari Zirah HItam sembari mengacungkan pedangnya ke leher Xiao Qizuan.

Xiao Qizuan menggelengkan kepala, memohon cucunya agar tidak buka suara. Walaupun hanya seorang laki-laki miskin, Xiao Qizuan haram mengingkari janji.

Orang-orang dari Zirah Hitam terus mendesak, sementara Xiao Long tak ingin kakeknya mati begitu saja.

 Xiao Yin kembali menjerit, lebih kencang membuat suasana menjadi kian rumit.

"Mereka pergi ke-"

"Xiao Long, tutup mulutmu-!"

Cipratan darah menghambur ke mana-mana, napas Xiao Long tercekat bukan main. Terdengar suara menghantam lantai tak lama kemudian dan yang dilihat anak itu adalah kepala kakeknya yang telah terpenggal jatuh menggelinding ke bawah kakinya. Tatapan mata kosong Xiao Qizuan tertuju ke arahnya seolah-olah menyuruh Xiao Long lari.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Mirles
permulaan yg menyedihkan sekaligus menegangkan kak.
goodnovel comment avatar
Hanny Pangemanan
...cerita bagus
goodnovel comment avatar
Abd Rajab Azis
Awalnya bagus, pasti selanjutnya juga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status