Share

Tawanan di kampung sendiri

Setelah perdebatan panjangnya dengan Nasir. Laila yang merasa terzolimi dengan keadaan yang semakin memburuk, hanya bisa menahan rasa berkecamuk dalam benaknya.

Wajah mulus tanpa make-up seperti biasa itu, mencoba menahan diri agar tidak berkata-kata kasar di depan sang papa yang berharap penuh padanya saat itu.

"Laila!" Kembali terdengar suara Nasir memanggil sang putri yang akan masuk ke dalam kamar, mengantarkan sarapan pagi untuk Aban.

Mendengar suara Nasir, Laila hanya tersenyum tipis kemudian meninggalkan pria paruh baya itu sarapan seorang diri di ruang makan.

Begitu sedihnya perasaan Laila, melihat dari sudut mata, Nasir sarapan seorang diri tanpa ia temani seperti biasa. "Maafkan Laila, Pa. Bukan pernikahan seperti ini yang Laila mau berikan sama Papa ..." ucapnya dalam hati penuh penyesalan.

Ingin rasanya Laila mengakhiri pernikahan yang berdampak buruk bagi karir juga kesehatannya. Namun, apalah daya, kini Laila sudah menjadi istri sah dari Aban walau secara agama. Kehidupan yang kini sudah menjadi tanggung jawab sang suami sepenuhnya, tapi jauh dari kata bahagia.

Perseteruan Laila dan Very sang mantan suami kedua, belum menemukan titik terang karena laporan yang tak berujung hingga mengancam karirnya dinonaktifkan sebagai aparatur sipil negara.

Sudah lebih dari empat hari Laila tidak melakukan aktivitas seperti biasa. Ia kembali disibukkan mengurus keluarga kecil yang baru seumur jagung.

Tidak ada penyesalan dalam hati Aban, walau sikap pria dingin itu menjadi berubah karena mengurung diri di dalam kamar kediaman Laila.

"Kamu kenapa enggak bangun-bangun, Baby?" tanya Laila ketika melihat Aban enggan membuka mata.

"Malas!" jawab Aban tanpa mau menoleh.

Ingin rasanya Laila mencekik sang suami yang tidak mau berbincang dengan sang mertua, karena lebih memilih menutup diri dan bergelumun di bawah selimut tebal.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Laila berdecak kesal.

Tanpa pikir panjang, Aban justru membentak sang istri, "Jangan pernah mengganggu tidurku!"

Bagaikan disambar petir siang itu, Laila menggeleng tak menyangka akan dihardik oleh Aban dengan suara lebih keras. Jantungnya seakan berhenti berdetak, ketika sikap Aban benar-benar berubah kasar setelah menikah dengannya.

Beginikah? Jika menikah tanpa perasaan cinta? Kenapa Aban berubah setelah menikah dengan wanita yang dipinangnya beberapa waktu lalu. 

Senja berganti malam, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Laila menghela nafas panjang, ketika melihat sang suami keluar dari kamar mandi. "Kamu mau ke mana, Baby?" tanyanya penuh kelembutan.

"Aku mau pulang ke rumah. Mungkin kita tidak akan bertemu beberapa hari. Setelah itu, kita akan pergi meninggalkan kampung ini!" ucap Aban masih menatap wajahnya di cermin.

Kening Laila mengkerut tak mengerti. Ia tidak memahami apa maksud Aban malam itu. "Kamu empat hari tidur terus, sekarang mau pergi dan tak akan kembali? What happened?"

Mendengar pertanyaan sang istri yang sudah mulai menuntut, Aban menghela nafas dalam lalu berkata, "Mantan istriku sedang mencari keberadaan kamu! Jadi untuk sementara waktu, aku harus pergi dan menunggu anak-anakku di rumah orang tuaku!" tegasnya.

Kedua alis Laila menaut, jantungnya serasa diperas akan kejujuran sang suami yang ia anggap belum bisa move on dari sang mantan istri. "Emang ngapain istri kamu mencari aku, apa ada yang salah? Atau kamu mau balikan sama dia, karena belum bisa menerima aku!"

Aban tersenyum tipis, kemudian mendekati Laila yang duduk di bibir ranjang. Tangan kasar itu mengusap lembut kepala sang istri penuh kasih sayang, "Kamu bicara apa? Aku sayang sama kamu, cinta sama kamu!" ucapnya sambil menatap lekat kedua bola mata indah Laila.

"Tapi!"

Kembali Aban mengecup lembut kening Laila, "Aku pulang ke rumah, ingin tahu bagaimana keadaan di luar sana, Darling."

"Bukan menghindar dari aku?" tanya Laila masih belum percaya sepenuhnya.

"Kamu istriku! Jadi, sampai kapanpun aku akan terus bersama kamu. Aku pergi hanya untuk sementara!" tegas Aban penuh penekanan.

Tidak ingin berdebat, Laila melepas Aban malam itu. Ia mencoba bersahabat dengan keadaan, tapi tak semudah yang terbayangkan dalam benaknya. 

Hampir lebih dua hari Laila menunggu Aban kembali ke kediamannya. Namun, semua itu seperti sia-sia yang tak pernah ada kepastian hubungan pernikahan mereka berdua.

"Kamu di mana, Baby?" tanya Laila melalui seluler.

"Di rumah!" jawab Aban singkat, kemudian mengaktifkan ke video call.

"Kamu nggak pulang ke rumah?" Kembali Laila bertanya menuntut.

Terdengar helaan nafas Aban di seberang sana, "Dengar Laila, aku diminta Kayo untuk tidak meninggalkan rumah kami! Jadi untuk sementara waktu kita begini dulu!"

Laila yang tak terbiasa menghadapi pernikahan seperti itu, langsung membentak sang suami tanpa mau mengerti, "Kamu itu suamiku! Aku memiliki hak atas kamu, Baby!"

Mendengar tuntutan sang istri yang sangat mengejutkan, Aban kembali ternganga lebar. Wajah yang jauh dari kata tampan karena beban pikiran, hanya bisa menjawab, "Kamu mau kita digrebek orang ronda? Seharusnya, kita sama-sama bisa menahan Laila! Tolong, mengertilah bahwa kondisi kita tidak bisa serumah dulu!"

"Terserah! Terserah kamu! Kenapa harus takut, kita sudah menikah!" sesal Laila.

"Tapi kita menikah siri, Laila sayang! Dan aku tidak mau, mantan istriku menuntut seperti mantan suami kamu! Jelas nggak?!" hardik Aban dengan suara keras.

Tidak ingin berdebat, Laila memilih mengakhiri panggilan teleponnya, kemudian melempar benda pipih itu di ranjang.

Hati Laila kembali bergejolak penuh amarah. Ia tidak menyangka bahwa Aban akan meninggalkannya seperti ini. Pernikahan apa ini?! Apakah menikah siri di kampung ini harus diperlakukan seperti tawanan!

Berkali-kali Laila mengumpat, dan terlihat semakin frustasi. Ia tidak bisa keluar dari rumah walau untuk bersosialisasi dengan keluarga karena larangan Niniak mamak.

Dengan penuh keberanian, Laila menghubungi Sirajo untuk menanyakan aturan di kampung halaman sang ibunda, demi mengembalikan Aban yang enggan menemuinya selayak pasangan halal. 

"Pergi lah tinggalkan kampung ini untuk sementara waktu, Laila!" Pinta Sirajo ketika mendatangi kediaman Laila malam itu.

Wajah cantik Laila berubah merah, ia harus meninggalkan Nasir seorang diri, menghilang dari kampung tersebut. "Sampai kapan, Bang?" tanyanya dengan suara pelan. "Apakah dengan aku pergi, Papa akan baik-baik saja?" Ia kembali menunduk karena tak ingin kehilangan kesempatan merawat sang papa yang sudah tinggal sendiri.

Sirajo menghela nafas berat, ia merebahkan tubuhnya di sandaran sofa ruang tamu, "Tinggal lah di kota sampai suasana mulai membaik. Abang tahu kamu pasti sulit berpisah dari Papa, tapi kamu juga harus tahu dengan peraturan adat di kampung kita, Laila!"

Laila mengusap wajahnya sedikit kasar. Ia tidak banyak bicara, membayangkan bagaimana cara hidup di luar sana tanpa persiapan yang cukup paska tuntutan Very yang masih berlanjut. "Oke, aku akan pergi! Coba Abang cari Bang Aban dan bicara dengan dia. Katanya dia akan membawa aku ke Sabang, jadi tanyakan lagi biar pasti!" jujurnya sedikit berbisik.

Sirajo mengangguk mengerti. Tidak ingin berbincang lama dengan Laila, pria berusia kepala empat itu memilih meninggalkan kediaman Laila, mencari keberadaan Aban di kediaman pria bertato tersebut.

Tidak lama, benda pipih milik Laila kembali berdering. Nama yang masih tertulis dengan sebutan 'Mamaku' tertera di layar pintar tersebut.

"Bang Aban?!" tanya Laila dalam hati, mengusap layar gawai yang masih menyala. "Ya, halo."

"Kita pergi malam ini! Kita sudah disuruh pergi dari kampung ini, demi menjaga nama baik Niniak mamak kita, Laila!" jelas Aban.

"Hah, ma-maksudnya?" tanya Laila tidak menyangka akan pergi secepat itu.

"Aku baru bertemu dengan Sirajo, Darling. Malam ini kita harus meninggalkan kampung, agar Niniak mamak kita tidak dicari oleh perangkat nagari untuk sementara waktu!" Aban kembali menjelaskan.

"Apa? Terus, kita mau tinggal di mana? Aku tidak banyak tabungan, Baby!" jelas Laila terdengar panik.

Aban yang tidak suka dengan cara pikir Laila terlalu plin-plan, berkata tegas tanpa memikirkan perasaan sang istri, "Intinya, biar semua aman dulu! Kamu mau ikut atau tidak?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status