Share

Pembatalan pernikahan

Mendengar namanya disebut begitu saja oleh Laila, Aban menatap kebingungan. Ia tidak pernah mendengar sang istri menyebut nama walau dalam keadaan kalut sekali pun.

"Apa maksudmu menyebut nama saja?" tanya Aban dengan rahang menggeram.

"Ogh, tidak-tidak! Maaf, aku permisi!" jawab Laila meninggalkan ruang tamu yang masih ada pihak keluarga menantikan pernyataan dari mereka berdua.

Akan tetapi, ketika Laila meninggalkan ruang tamu yang masih ada pihak Niniak mamak di sana.

Gegas Sirajo menahan langkah kaki Laila agar mengehentikan langkahnya. "Tunggu Laila!"

Mendengar suara bariton dari abang sepupunya di hadapan Nasir juga Kayo selaku abang kandung dari Aban, Laila menelan ludahnya. Ada rasa ketakutan yang ia rasakan, ketika menghentikan langkahnya menunju kamar.

Laila menoleh ke arah Sirajo, berusaha tersenyum, walau hatinya enggan untuk bersahabat malam itu. "Ya, Bang!" Ia mengedarkan pandangannya ke arah lain, menutupi rasa gugup akan kesalahan fatal yang mereka lakukan berdua.

"Duduk lah, Laila." Sirajo kembali berusaha untuk berkata lembut, walau sesungguhnya hati bergemuruh ingin membentak sang adik sepupu yang tidak paham adat istiadat di kampung mereka.

Tidak ada pilihan, Laila duduk di samping Nasir, menatap ke arah Aban yang memilih duduk di samping kirinya berjarak dua meter.

Tanpa pikir panjang, Sirajo membuka pembicaraan mereka, "Gini Laila, Ban ..." tenggorokannya kembali seperti tercekat, karena Nasir juga menatap ke arahnya.

Dengan tenang, Laila kembali tersenyum tipis. "Ya, Bang! Ada apa? Bicara saja, mungkin aku telah banyak mendatangkan masalah di kampung ini," tuturnya dengan wajah memerah malu.

Tak banyak bicara, Sirajo menceritakan semua peraturan di kampung halaman mereka yang tidak mengizinkan menikah siri, karena satu alasan.

"Sejak awal, saya sudah mengatakan kepada kalian berdua, agar menyelesaikan semua legalitas perceraian supaya tidak ada tuntutan dari mantan pasangan kalian sebelumnya!" jelas Sirajo penuh penekanan.

"Ingat Laila, kampung kita ini memiliki adat yang keras, ditambah laporan Sinta selaku istri dari Aban yang belum diceraikan resmi oleh suamimu!" Sirajo mematik rokok yang terletak di meja ruang tamu, menoleh ke arah Kayo juga Aban dan terakhir mengalihkan pandangannya ke Laila dan Nasir.

Kepala Laila seakan berdenyut, ia semakin tak kuasa menahan rasa bercampur aduk akan keputusan yang mereka ambil beberapa waktu lalu. Kali ini, ia memikirkan keadaan Nasir yang sudah tinggal sendiri di kediaman sebesar itu, kemudian memijat pelan kepala yang semakin berdenyut.

"Jadi, bagaimana cara agar kami bisa hidup normal selayaknya pasangan suami istri yang lain, Bang?" tanya Laila.

Dengan penuh ketegasan, Sirajo dan Kayo berkata serempak, "Tinggalkan kampung ini! Jangan sampai surat nikah siri kalian tersebar hingga ke perangkat nagari, karena kalian akan membayar denda!"

Kedua bola mata Laila membulat besar, ia tersenyum tipis tak percaya. Dua kesalahan fatal yang ia lakukan menjadi bumerang bagi kehidupan barunya dan Aban setelah menikah. "Ma-maksudnya?" tanyanya tidak terima dengan aturan adat di kampung mereka.

"Ya, kita harus pergi meninggalkan kampung ini, Darling!" jelas Aban berusaha menenangkan Laila.

Kening Laila mengkerut masam, ia menoleh ke arah Nasir yang langsung mengurut dada atas keputusan dari kedua Ninik mamak terpandang di kampung itu. "Bagaimana dengan Papa, Bang?" tanya Laila masih ragu akan keputusan Sirajo dan Kayo.

Sirajo menghembuskan asap rokok perlahan, menjawab pertanyaan Laila dengan penuh kelembutan, "Sejak awal kamu meminta untuk menikah siri dengan Aban, Abang sudah mengatakan kami tidak menganjurkan karena kamu itu adikku! Tapi saat ini, perangkat nagari sedang mencari bukti surat nikah siri kalian, dan akan di sidangkan di wali nagari, kemudian kita wajib membayar denda."

Ingin rasanya Laila memaki dua orang terpandang yang ada di hadapannya kini, karena peraturan adat yang tidak masuk akal baginya. "Bang, kami menikah, bukan berzinah!" tegasnya meminta perlindungan.

Namun, Sirajo justru menjawab dengan tegas, "Di kampung kita ini memiliki adat yang cukup keras, Laila! Jadi ini sudah peraturan nagari, tidak bisa dibantah!"

Laila terdiam, jantungnya berdegup kencang, napas seakan memburu ingin mengakhiri pernikahannya dengan Aban sesegera mungkin. Ia tidak suka membuang waktunya hanya untuk peraturan yang tidak memberikan kenyamanan terhadap pernikahan siri mereka.

Perlahan Laila menghembuskan nafasnya, berusaha tenang menatap Aban penuh amarah. "Bagaimana kalau kita membatalkan pernikahan ini? Karena aku tidak bisa meninggalkan Papa sendirian!"

Dengan permintaan Laila yang tak menghargai perasaannya sebagai seorang suami, Aban tertawa kecil akan keputusan singkat sang istri. "Tidak bisa dibatalkan begitu saja, Laila! Datuk Kayo dan Datuk Sirajo sudah tahu pernikahan kita, dan kamu menjadi tahanan kota hingga persidangan dengan mantan suamimu! Apa kamu tidak percaya denganku?" tuturnya benar-benar tersulut emosi, tapi berusaha meredam.

Spontan Laila menjawab, "Aku minta cerai! Aku akan hadapi semua sendiri, karena aku sudah biasa sendiri!" tegasnya membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka berdua.

Aban yang mengetahui bagaimana kerasnya watak Laila, mencoba mendekati sang istri untuk menenangkan.

Akan tetapi, Laila justru memilih pergi meninggalkan mereka tanpa mau bicara lagi.

"Laila!" panggil Sirajo tak suka dengan cara sang adik sepupu.

"Laila!" Aban mengejar Laila, tanpa memperdulikan panggilan keluarga yang tidak senang melihat pria kurus itu memasuki kediaman Nasir malam itu.

Namun, sebagai mertua yang paham akan agama, Nasir justru menahan Kayo dan Sirajo yang mencoba mengejar Aban. "Sirajo, biarkan Aban menyelesaikan masalahnya dengan Laila!" tegasnya.

"Tapi, Pak!" Sirajo mencoba membantah karena keadaan kampung yang kurang kondusif malam itu.

Nasir yang tidak sepaham dengan aturan adat di kampung halaman almarhumah sang istri, hanya berkata, "Biarkan mereka berdua! Ini rumah saya!" hardiknya tak terima dengan tindakan Sirajo dan Kayo yang sudah berdiri di depan pintu kamar Laila.

Kayo hanya menuruti kehendak Nasir dengan wajah merah padam. Ia cukup terkejut melihat pria paruh baya itu, justru sangat menyukai Aban yang memiliki masa lalu cukup kelam, tapi diperlakukan baik oleh pria yang biasa disapa Pak Haji tersebut.

"Besok saya suruh Aban bertemu dengan kalian! Malam ini, biarkan Laila beristirahat dan menyelesaikan masalahnya dengan Aban!" Kembali Nasir menegaskan, agar dua pria dewasa tersebut meninggalkan kediamannya.

Tak ingin berdebat, Kayo dan Sirajo meninggalkan kediaman Keluarga Laila. Sementara itu Laila di dalam kamar justru tengah berdebat dengan Aban.

"Ya, aku mau kita berpisah! Kamu selesaikan masalah mu dengan mantan istrimu, aku selesaikan masalah dengan mantan suamiku! Kalau kita berjodoh, pasti akan bertemu lagi!" Pinta Laila tanpa menoleh ke arah Aban.

Suami mana yang mau di perlakuan seperti itu. Aban justru mendekap tubuh Laila yang sudah sah menjadi istrinya secara agama dari belakang, kemudian mencium tengkuk Laila penuh kerinduan.

"Please, aku tidak pernah berpisah darimu, Darling! Karena aku sayang dan cinta sama kamu!" kecupnya berulang kali membuat bulu halus itu meremang.

"Tapi, Babyhh?"

"Tapi apa, hmm?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status