"Tidak Pak, Ajeng tidak mau!” teriakku sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan bapak.
Ketika aku berjalan mengikuti bapak, aku mendengar suara seperti deburan ombak yang menghantam karang. Bahkan, kakiku juga basah dengan cipratan air yang aku tidak tahu itu datang dari mana.
“Ini di mana? Mengapa ada suara ombak?” batinku.
“Pak, bapak akan bawa Ajeng ke mana?” teriakku.
“Maafkan bapak, Ajeng. Bapak tidak punya pilihan lain.”
Bapak terus saja menarik tanganku ke tempat yang aku tidak aku ketahui, aku hanya bisa mendengar deburan ombak serta kakiku yang menginjak karang. Hingga akhirnya bapak berhenti di depan pintu goa.
“Pak, untuk apa kita ke sini? Ajeng mau pulang, Pak!” teriakku sambil berusaha melepaskan tangan bapak dari tanganku.
Bapak terus saja menatap ke depan tanpa menghiraukan rintihanku, dan entah mengapa aku merasa ada yang aneh dari sikap bapak saat ini.
Bapak terus saja berdiri tanpa berkedip dan aku juga melihat walah samar-samar mulut bapak seperti mengucapkan sesuatu tetapi aku tidak bisa mendengar apa itu.
“Ajeng, maafkan bapak. Bapak dan ibumu tidak memiliki pilihan lain lagi, dan hanya kamu yang bisa menolong kami Nak,” ucap bapak tiba-tiba.
“Maksud bapak apa? Menolong apa maksud bapak?”
Bapak bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi malah menarikku untuk masuk ke dalam goa itu bersamanya.
Ada rasa ngeri ketika aku dan bapak mulai memasuki goa itu, entah mengapa bulu kudukku langsung berdiri dan aku juga mencium bau wangi yang tidak bisa aku gambarkan. Aroma wangi ini bukan hanya seperti wangi bunga yang aku kenal tetapi sesuatu yang lain, antara wangi bunga bercampur dengan dupa dan bau kemenyan.
“Ini di mana? Mengapa di dalam goa terdengar ramai sekali?” batinku sambil mencari suara yang aku dengar.
Bapak terus saja menarikku hingga kami menuju ke sebuah taman yang di tumbuhi banyak bunga yang beraneka warna dan wangi yang semerbak. Selain itu, di sini juga terdapat hiasan janur yang dibentuk cantik selayaknya orang yang sedang mengadakan hajatan pernikahan.
Benar-benar aneh mengapa di dalam goa yang tadinya gelap sekarang menjadi terang ketika kami berada di taman dan di dalam goa itu juga ada banyak pelayan yang menunduk dan diam ketika kami datang.
Ini sebenarnya ada apa? Siapa yang akan menikah? Pertanyaan itu benar-bernar berputar dalam pikiranku, hingga akhirnya kami tiba di sebuah istana yang sangat megah.
“Bagaimana bisa di dalam goa ada istana semegah ini? Ini istana siapa?” batinku.
Aku terus saja memandang sekitar ketika bapak menarikku, dan akhirnya kami sampai di sebuah ruangan di dalam istana ini, dan di sana ternyata ada seseorang yang sedang duduk di atas sebuah kursi yang sangat megah.
“Salam hormat kepada tuanku, Pangeran Dayu. Hamba sebagai pengikut setia tuanku ingin memberikan persembahan kepada tuanku Pangeran Dayu,” ucap bapak bergetar sambil menuduk.
“Pangeran Dayu?” ucapku lirih sabil manatap pria tampan dan tinggi yang sedang duduk di kuri singgasananya.
“Bapak apa maksud semua ini? Apa yang bapak maksud persembahan?” lanjutku sambil mengoncang tubuh bapak, tetapi bapak tetap terdiam.
Aku yang panik kemudian berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan bapak, tapi cengkraman tangan bapak bukannya melonggar malah mencengkramku lebih erat dari sebelumnya, hingga pergelangan tanganku terasa akan putus.
“Pak, tolong lepaskan Ajeng!” ucapku sambil berusaha melepas tanganku, hingga air mataku akhirnya turun membasahi pipiku, hingga suara tangis seseorang yang aku kenal akhirnya menghentikanku dan ketika aku menoleh, itu ternyata adalah suara tangis wanita yang telah melahirkanku.
“Ibu, ibu!” panggilku, “ Tolong Ajeng, Bu. Tolong lepaskan, Ajeng!” teriakku sambil menangis dan menatap ibu. Tetapi bukannya ibu menolongku, ibu malah membuang muka sambil menangis ketika aku memohon kepadanya, dan itu membuat hatiku teriris melihat perlakuan wanita yang melahirkanku itu.
Melihat sikap ibu yang seperti itu, aku akhirnya berhenti menangis dan menatap bapak. Bapak juga tetap menunduk membisu dan bisa aku lihat air matanya pun menetes, tapi langsung dihapus dan tetap memegang tanganku.
Aku yang binggung dan ketakutan akhirnya terduduk di lantai hingga suara seorang pria mengejutkanku.
“Pelayan, siapkan dia!” perintah Pangeran Dayu tiba-tiba.
Aku yang terkejut mendengar suara itu langsung mengangkat kepalaku dan menatapnya, tetapi tiba-tiba dua orang wanita cantik memegangiku dan menarikku paksa untuk ikut dengan mereka, sedangkan bapak?
Bapak akhirnya melepaskan genggaman tangannya, dan membiarkanku pergi bersama dengan para pelayan itu dan itu membuatku sangat terkejut hingga aku tidak bisa berkata apa-apa.
“Lepaskan! Lepaskan aku! Aku ingin bersama bapak dan ibuku, lepaskan!” teriakku sambil berontak, tetapi ternyata tenaga para pelayan wanita itu lebih kuat dariku sehingga aku akhirnya kehabisan tenaga dan pasrah mengikuti mereka, dan ketika kami akan masuk ke dalam sebuah ruangan tiba-tiba aku melihat seseorang pria.
Ya, dia pria yang sama yang tidak mau menampakkan wajahnya. Melihat pria itu aku kemudian teringat kertas yang dia berikan, dan aku kemudian mengingat-ingat kembali isi tulisan dalam kertas itu.
Dalam kertas itu tertulis bahwa aku harus mengikuti semua acara yang akan dilakukan, dan pada saat aku akan dibawa ke dalam kamar pengantin maka akan ada orang yang akan membantuku, dan aku harus mengikutinya.
Setelah ingat dengan isi tulisan dalam kertas yang aku dapat, aku kemudian mengikuti apa yang dilakukan para pelayan sambil mencari orang yang di maksud dalam tulisan itu.
“Auuu, apa yang kau lakukan?” teriakku, ketika seorang pelayan mencoba membuka bajuku.
“Maaf tuan putri, tapi kami harus membuka baju tuan putri dan menggantinya dengan pakaian ini,” jawab seorang pelayan wanita tua yang tiba-tiba masuk dengan membawa nampan berisi pakaian yang terlihat aneh.
“Aku tidak mau memakai pakaian itu!” teriakku.
“Maaf tuan putri, tapi anda harus memakainya.”
“Aku tidak mau! Aku bilang tidak mau ya tidak mau!” bentakku.
Mendengar penolakkanku, para pelayan wanita yang berdiri di sampingku akhirnya berusaha melepas paksa pakaian yang aku kenakan, dan itu artinya mereka akan tahu tentang kertas itu.
“Aku akan memakainya sendiri!” bentakku.
Para pelayan yang ada di dalam ruangan ini kemudian saling memandang, dan pelayan wanita tua yang ada di sampingku akhirnya mengangguk, dan memberikan nampan yang dia bawa kepadaku.
“Mari tuan putri,” ajak pelayan wanita tua.
Aku kemudian mengikuti wanita tua itu dan beberapa pelayan wanita lainnya menuju ruang utama, di mana aku dan bapak pertama kali bertemu dengan Pangeran Dayu. Ketika aku baru saja melangkah memasuki ruangan itu, alangkah terkejutnya aku. Karena kedua orang tuaku yang awal kami datang menunduk dan seperti pelayan, kini tengah duduk di kursi megah yang tidak jauh dari Pangeran Dayu. Bahkan apa yang mereka kenakan saat ini juga sama dengan apa yang aku kenakan saat ini.
“Bapak, Ibu!” panggilku lirih.
Mereka berdua bukanya menjawab panggilanku, tetapi malah terseyum tanpa mengucapkan sepatah kata-kata pun, dan itu membuatku binggung dan merasa aneh. Bahkan, raut wajah mereka yang tadinya terlihat sedih kini berubah menjadi bahagia.
“Cepat mulai acara pernikahan ini!” teriak Pangeran Dayu.
Semua yang ada di dalam ruangan ini pun bersorak, dan pelayan yang ada di sampingku saat ini kemudian membawaku menuju ke Pangeran Dayu.
Takut, marah, dan tidak tahu lagi perasaan apa yang ada di dalam hatiku saat ini. Begitu aku melangkah mendekati Pangeran Dayu, langkahku langsung terhenti ketika aku menatap wajahnya, ternyata kedua matanya berwarna merah dan menyala, sedangkan kakinya.
“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi!” teriakku, ketika aku tahu dia ternyata ….
"Aku mohon! Tolong lepaskan aku!” teriakku sambil menangis, tetapi ekor Pangeran Dayu tiba-tiba langsung melilit tubuhku dan sekujur tubuhku terasa akan diremukkan.Pangeran Dayu kemudian menarikku dengan ekornya dan membawaku ke hadapannya, bisa aku lihat mata yang tadinya hanya merah sekarang berubah menjadi merah menyala dan tampak mengerikan, dan itu membuatku bertambah takut.Setelah menatapku berapa lama, akhirnya Pangeran Dayu melonggarkan lilitanya di tubuhku dan entah mengapa setelah dia menatapku tadi, pikiranku menjadi kacau dan aku melihatnya menjadi pria tampan nan rupawan seperti pertama kali aku melihatnya, dan aku langsung tersenyum kepadanya.“A –aku di mana?”Aku yang masih merasa pusing kemudian memandang ke sekitar, dan ternyata aku berada di dalam kamar yang sangat indah dan wangi. Bahkan, di atas meja juga ada lilin dan bunga, dan ketika aku melihat ke arah pintu, ternyata pintu itu tertutup dan di ruangan ini
“Bapak, ibu, jangan tinggalkan Ajeng!” teriakku sambil mencari mereka“Nak, Nak, bangun Nak!” panggil seorang wanita terdengar di telingaku.Aku yang masih berusaha mencari kedua orangku akhirnya terbangun dan membuka mataku, dan ternyata ada seorang wanita tua sedang duduk di hadapanku saat ini, dan semua yang aku lihat tadi ternyata hanya mimpi dan sekarang ….“Ka –kalian siapa? Aku di mana?” ucapku sambil terengah-engah.“Kamu di rumah kami, Nak. Tadi pada saat akik mencari kayu di hutan, akik menemukanmu dan membawamu ke gubuk tua kami ini, Nak.”“Akik?” ucapku sambil menatap seorang pria tua yang berada di samping wanita tua yang berbicara denganku.“Iya, akik. Ini Ki Joko dan saya Ni Imah,” ucap Ni Imah sambil menatap suaminya.“Ki Joko?”Mendengar nama Joko membuatku ingat pesan Mas Budi, bahwa aku harus mencari seseorang ber
“Begini Ajeng. Kalau kamu mau mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi, maka kamu harus tenang dulu, Nak. Baru akik akan memberitahumu semua apa yang akik tahu.” Aku pun kemudian mengangguk mendengar penuturan Ki Joko, dan pria yang sudah sangat berumur itu kemudian menceritakan kepadaku kebenaran yang selama ini tidak aku ketahui dan bagaimana aku bisa menjadi pengantin Pangeran Dayu. “Jadi bapak selama ini kaya raya karena pe –pesugihan, Ki?” tanyaku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar, dan aku tidak bisa mempercayai semua ini. “Iya Ajeng, dan itu sudah bapakmu lakukan sejak lama, dan akiklah orang yang memberitahu bapakmu tentang Pangeran Dayu.” “Terus ibu? Apa ibu juga tahu dan mengikut apa yang bapak lakukan, Ki?” “Apakah pada saat pernikahanmu malam itu dengan Pangeran Dayu ibumu tidak hadir, Ajeng?” “Ibu, ibu … hiks hiks hiks. Aku benar-benar tidak bisa meneruskan kata-kataku bila mengingat wanita yang melahirkanku itu, dan aku pun akhirnya menghapus air mataku
Nek Imah bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi dia malah memaksaku melepas pakaianku saat ini, tapi aku menolak.“Pokoknya Ajeng tidak akan melepas pakaian Ajeng, Ni!” tolakku.“Tolong Nak Ajeng, kalau kamu ingin terbebas dari Pangeran Dayu maka lakukan apa yang seperti ninik minta.”Mendengar apa yang Ni Imah katakan membuatku berpikir sejenak, dan aku akhirnya mau mengikuti keinginan Ki Joki dan Ni Imah dan itu aku lakukan hanya demi bisa terbebas dari pengeran setengah ular itu.Setelah memeriksa seluruh bagian tubuhku dan organ vitalku, Ni Imah kemudian memintaku untuk mengenakan kembali pakaianku, dan wanita yang sudah renta ini akhirnya memanggil suaminya lagi, dan kami bertiga duduk diam.Aku tidak tahu sebenarnya ada dengan Ki Joko dan Ni Imah. Bahkan, ketika ninik memeriksa organ vitalku, aku sebenarnya menolak dan merasa risih, tapi Ni Imah memaksaku dan itu dengan alasan yang sama, dan aku akhirnya menurut demi kebaikanku.“Sungguh beruntung kamu Ajeng, Pangeran Dayu tern
“Nak Ajeng ada apa, Nak. Apa kamu bermimpi buruk?” panggil Nek Imah.“Ni Imah?” ucapku sambil menatap wanita tua yang sedang duduk di sampingku.Aku yang masih binggung dengan semua yang terjadi kemudian berusaha untuk bangkit dan duduk, tetapi entah mengapa tubuhku terasa tidak bertenaga dan sangat lemah. Bahkan untuk menggerakkan tanganku pun terasa susah.“Nak Ajeng, jangan bangun dulu. Sekarang lebih baik Nak Ajeng beristirahat lebih dulu, ninik akan mengambilkan makanan untuk Nak Ajeng,” ujar Ni Imah.Wanita tua itu kemudian bangkit setelah mengatakan hal itu, tapi aku lalu menarik tangannya dan bertanya kepadanya apa yang terjadi padaku. Tapi Ni Imah tetap memintaku untuk beristirahat dan dia beserta suaminya akan menjelaskan nanti setelah aku pulih, dan aku hanya bisa menurut dengan kondisiku saat ini.Aku yang masih terbaring di tempat tidur hanya bisa mengingat-ingat apa yang terjadi. Tapi tak berselang berapa lama, Ki Joko dan Ni Imah masuk bersama ke dalam gubuk mereka ini.
“I –itu,” jawab Ni Imah terdengar ragu, “Sudah, tidak usah dipikirkan Nak Ajeng, biar ninik singkirkan dulu ramuan ini, nanti bila Nak Ajeng sudah tidak mual, nanti Nak Ajeng harus meminumnya,” lanjut Ni Imah terlihat berusaha mengalihkan pembicaraan.“Tapi, Ni Imah. Mengapa Ajeng harus meminumnya? Ramuan itu bau sekali dan Ajeng tidak mau meminumnya!” tolakku.“Nak Ajeng, dengarkan ninik dulu. Ramuan ini sengaja akik buat agar tubuh Nak Ajeng kembali seperti semula, dan Nak Ajeng bisa berjalan lagi. Jadi tolong di minum walau sedikit saja,” jawab Ni Imah.Aku yang tetap menolak akhirnya memalingkan wajahku, tapi Ni Imah dengan sabar menjelaskan kepadaku apa yang akan terjadi kepadaku kalau aku tidak meminumnya dan itu membuatku takut.Aku tidak tahu apakah ramuan itu benar-benar berkhasiat atau tidak seperti apa yang dikatakan Ni Imah, dan bisa saja itu juga racun yang bisa membahayakan nyawaku. Karena aku tidak tahu terbuat dari apa ramuan itu, tapi bila aku tidak mencobanya bisa s
Ki Joko dan Ni Imah kemudian saling memandang satu sama lain, dan Ni Imah lalu mengangguk kepada suaminya.“Itu ramuan penyembuh yang sengaja akik buat untukmu, Nak Ajeng.” Jelas Ki Joko.“Ramuan penyembuh?” ucapku terkejut.Ki Joko kemudian menjelaskan kepadaku mengapa dia memberiku ramuan itu, dan itu untuk memulihkan kondisiku seperti semula, dan yang paling membuatku tercengang dari perkataan Ki Joko adalah, pria tua renta itu tahu tentang mimpiku sebelum aku terbangun hingga aku bisa jadi seperti ini.“Jadi semua ini karena ulah Pangeran Dayu, Ki?”“Iya, Nak Ajeng. Karena kamu adalah pengantinnya dan dia sedang mencarimu saat ini,” jawab Ki Joko.Mendengar Ki Joko mangatakan hal itu, rasa takut mulai menghinggapiku. Bagaimana bila pengeran setengah ular itu bisa menemukanku. Apakah dia akan membawaku lagi? Ataukah?“Ki, apa Pangeran Dayu akan menangkapku dan membawaku lagi bila menemukanku di tempat ini? Apa aku akan menjadi pengantinnya lagi bila aku tertangkap?” tanyaku penasar
"Nak Ajeng," panggil Ni Imah mengejutkanku. Aku yang masih terpaku dengan apa yang ada di depanku, akhirnya menoleh ke arah wanita yang sudah memanggilku dan mata Ni Imah langsung tertuju pada benda yang aku lihat tadi, lalu memandangku. "Ba –bagaimana bisa Nak Ajeng sampai ke tempat ini? Siapa yang membantumu, Nak?" "Ajeng jalan sendiri, Ni.""Jalan sendiri?" ucap Ni Imah dengan mata melebar. Aku hanya mengangguk mendengar apa yang Ni Imah ucapkan, dan tak lama wanita tua itu langsung menghampiriku dan mengajakku pergi dari tempat itu. "Tunggu dulu, Ni. Boleh Ajeng tanya sesuatu?" tolakku. Ni Imah yang berdiri di sampingku hanya diam menatapku, dan aku lalu bertanya kepadanya tentang apa yang baru saja aku lihat. "Itu hanya akar-akaran saja yang direbus akik, Nak Ajeng.""Tapi, Ni. Ajeng tadi seperti melihat ular yang mati di sebelah kuali yang berisi air itu, dan air dalam kuali itu baunya seperti ramuan yang akik berikan kepada Ajeng," sanggahku sambil menatap wanita tua yan