Share

BAB 7 KEINGINAN KI JOKO DAN NI IMAH

Nek Imah bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi dia malah memaksaku melepas pakaianku saat ini, tapi aku menolak.

“Pokoknya Ajeng tidak akan melepas pakaian Ajeng, Ni!” tolakku.

“Tolong  Nak Ajeng, kalau kamu ingin terbebas dari Pangeran Dayu maka lakukan apa yang seperti ninik minta.”

Mendengar apa yang Ni Imah katakan membuatku berpikir sejenak, dan aku akhirnya mau mengikuti keinginan Ki Joki dan Ni Imah dan itu aku lakukan hanya demi bisa terbebas dari pengeran setengah ular itu.

Setelah memeriksa seluruh bagian tubuhku dan organ vitalku, Ni Imah kemudian memintaku untuk mengenakan kembali pakaianku, dan wanita yang sudah renta ini akhirnya memanggil suaminya lagi, dan kami bertiga duduk diam.

Aku tidak tahu sebenarnya ada dengan Ki Joko dan Ni Imah. Bahkan, ketika ninik memeriksa organ vitalku, aku sebenarnya menolak dan merasa risih, tapi Ni Imah memaksaku dan itu dengan alasan yang sama, dan aku akhirnya menurut demi kebaikanku.

“Sungguh beruntung kamu Ajeng, Pangeran Dayu ternyata belum mengigitmu. Kalau tidak, pasti akik tidak akan bisa membantumu,” ucap Ki Joko tiba-tiba dan itu mengejutkanku, “Demi kebaikanmu, Nak Ajeng. Saat ini dan seterusnya kamu harus tinggal di sini sampai akik mengizinkanmu untuk keluar dari tempat ini,” lanjut Ki Joko.

“Mengigit, dan harus tinggal di sini? Apa maksud, Akik?” tanyaku binggung.

Aku benar-benar tidak bisa mencerna apa yang Ki Joko katakan, entah itu karena aku tidak mengerti atau memang aku yang bodoh mengenai hal seperti ini.

Ki Joko yang sepertinya tahu dengan kebingunganku akhirnya menjelaskan semuanya dengan hati-hati dan perlahan, dan aku sangat terkejutnya mendengar semua penuturannya. Bahkan, dari semua yang akik katakan ada satu hal yang membuatku tidak bisa berkata apa-apa dan air mataku akhirnya turun membasahi pipiku tanpa aku minta, tapi kemudian aku hapus.

“Apakah yang akik katakan itu benar?” tanyaku tidak percaya.

“Iya Nak Ajeng, orang yang membuatmu berada di sini saat ini adalah ibumu sendiri, dan Budi kakakmu adalah orang yang diperintah oleh ibumu untuk menyelamatkanmu.”

Rasanya benar-benar tidak bisa aku percaya, ibu dan Mas Budi yang awalnya aku kira tidak menyayangiku dan tega ikut mengorbankanku ternyata merekalah orang-orang yang menyelamatkan hidupku.

Air mataku yang sudah aku tahan sejak tadi, akhirnya turun kembali ketika mengingat apa yang ibu dan kakak tertuaku lakukan untukku.

“Ki, terus ibu dan Mas Budi bagaimana?” tanyaku khawatir dan juga takut, “Apa mereka,” lanjutku. Aku sengaja menjeda kalimatku karena aku takut apa yang aku pikirkan terjadi.

Ki Joko hanya menggeleng menjawab pertanyaanku dan seketika tubuhku terasa tidak memiliki tenaga dan pandanganku langsung gelap.

***

“Bapak , ibu, kalian di sini?”

“Iya, Ajeng. Ibu di sini, dan ibu ingin memberikan ini kepadamu, Nak. Setelah ini kamu harus memulai hidup baru dan tinggalkan desa kita ya, Nak.” Ucap ibu sambil menyerahkan beberapa bunga ke tangan Ajeng.

“Tapi Bu? Ajeng ingin bersama ibu dan bapak.”

“Itu tidak mungkin, Ajeng. Karena sekarang dunia kita sudah berbeda, dan sekarang orang tuamu bukan kami lagi, Nak. Tapi Ki Joko dan Ni Imah, dan kamu harus menurut kepada mereka berdua,” jawab ibu sambil mengusap kepalaku.

Setelah mengatakan hal itu, ibu kemudian mengecup kepalaku dan berjalan ke arah bapak yang berdiri tak jauh dari tempat kami berdua. Lalu mereka berdua kemudian pergi dengan tersenyum sambil melambaikan tangan kepadaku.

Aku yang tidak ingin ditinggl sendiri oleh mereka berdua, akhirnya berlari mengejar kedua orang tuaku hingga terjatuh, tapi mereka tetap melangkah meninggalkanku tanpa menoleh sedikitpun kepadaku, padahal aku sudah berteriak untuk meminta mereka berhenti. Tapi mereka tetap saja meninggalkanku.

“Nak Ajeng,” panggil Ki Joko.

“Ki Joko, Ni Imah, kalian di sini?” ucapku terkejut.

Entah dari mana kedua orang tua renta itu datang. Karena tiba-tiba saja mereka muncul dan berdiri di hadapanku saat ini.

“Ki, Ajeng harus mengejar bapak dan ibu,” ucapku sambil berusaha berdiri.

“Nak Ajeng, ikhlaskan dan biarkan mereka pergi. Karena mereka bukan orang tua Nak Ajeng lagi, kamilah orang tua Nak Ajeng sekarang,” jelas Ki Joko.

“Ajeng tidak mau, Ki. Bagaimanapun juga orang tua Ajeng adalah Pak Dirga dan Ibu Aminah! Bukan Ki Joko dan Ni Imah!” tegasku.

“Bapak, Ibu, tunggu! Jangan pergi, jangan tinggalkan Ajeng!” teriakku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status