“Bapak, ibu, jangan tinggalkan Ajeng!” teriakku sambil mencari mereka
“Nak, Nak, bangun Nak!” panggil seorang wanita terdengar di telingaku.
Aku yang masih berusaha mencari kedua orangku akhirnya terbangun dan membuka mataku, dan ternyata ada seorang wanita tua sedang duduk di hadapanku saat ini, dan semua yang aku lihat tadi ternyata hanya mimpi dan sekarang ….
“Ka –kalian siapa? Aku di mana?” ucapku sambil terengah-engah.
“Kamu di rumah kami, Nak. Tadi pada saat akik mencari kayu di hutan, akik menemukanmu dan membawamu ke gubuk tua kami ini, Nak.”
“Akik?” ucapku sambil menatap seorang pria tua yang berada di samping wanita tua yang berbicara denganku.
“Iya, akik. Ini Ki Joko dan saya Ni Imah,” ucap Ni Imah sambil menatap suaminya.
“Ki Joko?”
Mendengar nama Joko membuatku ingat pesan Mas Budi, bahwa aku harus mencari seseorang bernama Ki Joko bila sudah keluar dari hutan. Apakah kakek ini yang di maksud dengan Ki Joko?
Aku yang tidak mau membuang waktu akhirnya langsung bertanya kepada Ki Joko dan Ni Imah tentang Ki Joko yang Mas Budi maksud, dan ternyata orang yang bernama Ki Joko adalah pria tua yang ada di hadapanku saat ini, dan itu membuatku tercengang.
“Jadi benar, akik adalah Ki Joko?” tanyaku tidak percaya.
“Iya saya Ki Joko, Nak. Anak siapa, kalau akik boleh tahu?” jawab Ki Joko.
“Saya Ajeng, kek. Adiknya Mas Budi, putra Pak Dirga Atmaja.”
“Budi?” ucap Ki Joko terlihat sambil mengingat-ingat.
Aku yang sudah tidak sabar menunggu jawaban Ki Joko akhirnya langsung bangun dan duduk di hadapan akik dan ninik, dan menatap mereka berdua.
“Akik ingat, Budi putra sulung Pak Dirga Atmaja itu bukan? Pria terkaya di desa sebelah?”
“De –desa sebelah?” ucapku terkejut.
“Maksud akik apa? Ini desa apa memangnya, Ki?” lanjutku.
“Ini Desa terlarang, Nak Ajeng. Desa yang jarang di jamah sama orang karena letaknya di tengah hutan terlarang, dan penduduk di sini juga hanya sepuluh orang saja,” jelas Ki Joko.
“Hah? Benarkah itu, Ki? Terus apa ada hubunganya desa ini dengan hujan terlarang di sana dan goa di hutan itu, Ki?” tanyaku takut.
Ki Joko dan Ni Imah kemudian saling memandang satu sama lain setelah mendengar penuturanku. Bahkan, mereka juga tiba-tiba diam dan akik langsung keluar dari ruangan ini.
Sebenarnya ada apa ini? Mengapa setelah aku berbicara tentang goa itu akik dan ninik bersikap seperti itu? Apa mereka tahu sesuatu?
Aku benar-benar penasaran dengan semua ini, tapi bila aku salah melangkah pasti mereka juga akan tidak memberitahuku.
“Nak Ajeng,” panggil Ni Imah membubarkan lamunanku.
“I –iya Ni, ada apa?”
“Nak Ajeng istirahat dulu saja, ninik akan keluar menyiapkan makanan untukmu. Kamu pasti lapar ‘kan?”
Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Ni Imah. Karena memang aku sangat lapar sekali saat ini dan tentu saja aku juga sangat haus, jadi dengan sedikit rasa malu akhirnya aku meminta minum kepada Ni Imah dan dia pun mengangguk.
“Ni, Ni Imah. Ninik di mana?”
Aku yang terbangun karena lapar dan haus setelah beristirahat, akhirnya berusaha mencari keberadaan Ni Imah di sekitar gubuk ini, tapi aku tidak menemukannya. Bahkan bayangannya saja juga tidak ada, begitupun juga dengan Ki Joko.
“Apakah mereka pergi ataukah mereka?”
Aku yang takut terjadi apa-apa pada mereka karena diriku, akhirnya berusaha mencari keberadaan mereka berdua walau kedua kakiku masih terasa sakit. Bahkan, aku juga bertanya kepada orang yang memiliki rumah tidak jauh dari rumah Ki Joko, tetapi mereka tidak melihatnya juga.
Dalam kebingungan, aku akhirnya tetap mencari mereka hingga langkahku tiba-tiba berhenti ketika melihat sosok yang aku cari.
“Ni Imah, Ki Joko?” teriakku sambil berlari menghampiri mereka, “Akik dan ninik dari mana?” lanjutku sambil mengatur napasku setelah berlari.
“Maafkan ninik, Nak Ajeng. Tadi ninik dan akik mencari makanan untuk kita, dan ketika ninik ingin memberitahu Nak Ajeng, ternyata Nak Ajeng sudah tertidur. Jadi ninik tidak berani membangunkan,” tutur Ni Imah
“Iya Nak, maafkan kami berdua karena tidak memberitahumu,” tambah Ki Joko.
“Tidak apa-apa Ni, Ki. Ajeng hanya khawatir kalau kalian—.”
“Kami kenapa, Nak?” tanya Ki Joko penasaran.
“Ajeng takut kalau akik dan ninik hilang,” jawabku sambil menunduk.
Mendengar apa yang aku ucapkan, Ni Imah kemudian memberikan singkong yang dibawanya kepada suaminya dan mendekatiku. Ni Imah kemudian berkata kepadaku bahwa mereka tidak mungkin hilang. Karena mereka sudah sejak lama tinggal di sini, dan di sini tidak ada apa-apa.
Aku tahu sebenarnya Ni Imah berusaha menenangkanku saja, karena dari sorot mata Ni Imah tidak berkata seperti itu, begitupun dengan Ki Joko.
Kami bertiga kemudian kembali ke gubuk, dan aku pun membantu Ni Imah menyiapkan makanan untuk kami, dan setelah semua matang kami bertiga akhirnya menikmati hidangan sederhana itu.
Uhukk! Uhukk!
“Pelan-pelan, Nak Ajeng. Jangan terburu-buru,” ucap Ni Imah sambil memberiku segelas air untuk aku minum.
“Iya Ni, maaf.”
Setelah kami bertiga selesai makan, aku kemudian berniat membantu Ni Imah membereskan sisa makanan kami, tetapi Ni Imah melarangku dan memintaku menemani akik, dan aku pun hanya mengangguk.
“Nak Ajeng, kalau boleh akik bertanya. Bagaimana bisa, Nak Ajeng sampai di hutan terlarang ini?” tanya Ki Joko tiba-tiba.
“Panjang ceritanya, Ki. Tapi Ajeng kemari karena Mas Budi yang menyuruh Ajeng, dan sekarang Ajeng tidak tahu Mas Budi ada di mana.”
“Lo, memangnya kalian habis dari mana? Dan kalau boleh kakek tahu kenapa Nak Budi menyuruhmu menemui akik?”
Aku akhirnya mau tidak mau menjelaskan kepada Ki Joko apa yang terjadi hingga aku bisa sampai di tempat ini. Bahkan, aku juga menunjukkan secarik kertas yang aku bawa bersamaku ketika aku berada di gubuk di mana aku di kurung sebelumnya.
“Apa Nak Ajeng … maksud akik. Apa Nak Ajeng anak perempuan satu-satunya di keluarga Pak Dirga?”
“Iya Ki, dan saya adalah adik bungsu Mas Budi.”
Ki Joko kemudian termenung dan memejamkan matanya untuk beberapa saat, dan ketika akik bersikap seperti itu tiba-tiba suasana di sekitar rumah langsung berubah.
Suara gemuruh angin mulai menggoyangkan seluruh pohon yang ada di sekitar rumah ini, bahkan pintu yang terlihat tua juga membuka dan menutup hingga mengeluarkan bunyi yang menyakitkan telinga hingga Ni Imah yang melihat keadaan itu langsung masuk dan mengunci rapat pintu rumah, dan tidak lama akik langsung membuka matanya dan suara bising itu pun langsung menghilang tanpa bekas.
“Nak Ajeng, sepertinya kamu harus tinggal di sini dulu ya nak. Kalau tidak Pangeran Dayu pasti akan membawamu ke alamnya lagi,” ucap Ki Joko.
“Maksud, Akik?” tanyaku ketakutan.
“Iya Nak Ajeng, kamu ini pengantinnya Pangeran Dayu dan saat ini dia sedang mencarimu. Kalau kamu sampai kembali sekarang, maka kamu akan dibawa ke alamnya lagi, dan itu artinya usaha masmu selama ini akan sia-sia,” terang Ki Joko.
“Usaha, Mas Budi? Apa maksud, Ki Joko. Ajeng tidak mengerti. Tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, Ki? Ajeng mohon!”
“Begini Ajeng. Kalau kamu mau mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi, maka kamu harus tenang dulu, Nak. Baru akik akan memberitahumu semua apa yang akik tahu.” Aku pun kemudian mengangguk mendengar penuturan Ki Joko, dan pria yang sudah sangat berumur itu kemudian menceritakan kepadaku kebenaran yang selama ini tidak aku ketahui dan bagaimana aku bisa menjadi pengantin Pangeran Dayu. “Jadi bapak selama ini kaya raya karena pe –pesugihan, Ki?” tanyaku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar, dan aku tidak bisa mempercayai semua ini. “Iya Ajeng, dan itu sudah bapakmu lakukan sejak lama, dan akiklah orang yang memberitahu bapakmu tentang Pangeran Dayu.” “Terus ibu? Apa ibu juga tahu dan mengikut apa yang bapak lakukan, Ki?” “Apakah pada saat pernikahanmu malam itu dengan Pangeran Dayu ibumu tidak hadir, Ajeng?” “Ibu, ibu … hiks hiks hiks. Aku benar-benar tidak bisa meneruskan kata-kataku bila mengingat wanita yang melahirkanku itu, dan aku pun akhirnya menghapus air mataku
Nek Imah bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi dia malah memaksaku melepas pakaianku saat ini, tapi aku menolak.“Pokoknya Ajeng tidak akan melepas pakaian Ajeng, Ni!” tolakku.“Tolong Nak Ajeng, kalau kamu ingin terbebas dari Pangeran Dayu maka lakukan apa yang seperti ninik minta.”Mendengar apa yang Ni Imah katakan membuatku berpikir sejenak, dan aku akhirnya mau mengikuti keinginan Ki Joki dan Ni Imah dan itu aku lakukan hanya demi bisa terbebas dari pengeran setengah ular itu.Setelah memeriksa seluruh bagian tubuhku dan organ vitalku, Ni Imah kemudian memintaku untuk mengenakan kembali pakaianku, dan wanita yang sudah renta ini akhirnya memanggil suaminya lagi, dan kami bertiga duduk diam.Aku tidak tahu sebenarnya ada dengan Ki Joko dan Ni Imah. Bahkan, ketika ninik memeriksa organ vitalku, aku sebenarnya menolak dan merasa risih, tapi Ni Imah memaksaku dan itu dengan alasan yang sama, dan aku akhirnya menurut demi kebaikanku.“Sungguh beruntung kamu Ajeng, Pangeran Dayu tern
“Nak Ajeng ada apa, Nak. Apa kamu bermimpi buruk?” panggil Nek Imah.“Ni Imah?” ucapku sambil menatap wanita tua yang sedang duduk di sampingku.Aku yang masih binggung dengan semua yang terjadi kemudian berusaha untuk bangkit dan duduk, tetapi entah mengapa tubuhku terasa tidak bertenaga dan sangat lemah. Bahkan untuk menggerakkan tanganku pun terasa susah.“Nak Ajeng, jangan bangun dulu. Sekarang lebih baik Nak Ajeng beristirahat lebih dulu, ninik akan mengambilkan makanan untuk Nak Ajeng,” ujar Ni Imah.Wanita tua itu kemudian bangkit setelah mengatakan hal itu, tapi aku lalu menarik tangannya dan bertanya kepadanya apa yang terjadi padaku. Tapi Ni Imah tetap memintaku untuk beristirahat dan dia beserta suaminya akan menjelaskan nanti setelah aku pulih, dan aku hanya bisa menurut dengan kondisiku saat ini.Aku yang masih terbaring di tempat tidur hanya bisa mengingat-ingat apa yang terjadi. Tapi tak berselang berapa lama, Ki Joko dan Ni Imah masuk bersama ke dalam gubuk mereka ini.
“I –itu,” jawab Ni Imah terdengar ragu, “Sudah, tidak usah dipikirkan Nak Ajeng, biar ninik singkirkan dulu ramuan ini, nanti bila Nak Ajeng sudah tidak mual, nanti Nak Ajeng harus meminumnya,” lanjut Ni Imah terlihat berusaha mengalihkan pembicaraan.“Tapi, Ni Imah. Mengapa Ajeng harus meminumnya? Ramuan itu bau sekali dan Ajeng tidak mau meminumnya!” tolakku.“Nak Ajeng, dengarkan ninik dulu. Ramuan ini sengaja akik buat agar tubuh Nak Ajeng kembali seperti semula, dan Nak Ajeng bisa berjalan lagi. Jadi tolong di minum walau sedikit saja,” jawab Ni Imah.Aku yang tetap menolak akhirnya memalingkan wajahku, tapi Ni Imah dengan sabar menjelaskan kepadaku apa yang akan terjadi kepadaku kalau aku tidak meminumnya dan itu membuatku takut.Aku tidak tahu apakah ramuan itu benar-benar berkhasiat atau tidak seperti apa yang dikatakan Ni Imah, dan bisa saja itu juga racun yang bisa membahayakan nyawaku. Karena aku tidak tahu terbuat dari apa ramuan itu, tapi bila aku tidak mencobanya bisa s
Ki Joko dan Ni Imah kemudian saling memandang satu sama lain, dan Ni Imah lalu mengangguk kepada suaminya.“Itu ramuan penyembuh yang sengaja akik buat untukmu, Nak Ajeng.” Jelas Ki Joko.“Ramuan penyembuh?” ucapku terkejut.Ki Joko kemudian menjelaskan kepadaku mengapa dia memberiku ramuan itu, dan itu untuk memulihkan kondisiku seperti semula, dan yang paling membuatku tercengang dari perkataan Ki Joko adalah, pria tua renta itu tahu tentang mimpiku sebelum aku terbangun hingga aku bisa jadi seperti ini.“Jadi semua ini karena ulah Pangeran Dayu, Ki?”“Iya, Nak Ajeng. Karena kamu adalah pengantinnya dan dia sedang mencarimu saat ini,” jawab Ki Joko.Mendengar Ki Joko mangatakan hal itu, rasa takut mulai menghinggapiku. Bagaimana bila pengeran setengah ular itu bisa menemukanku. Apakah dia akan membawaku lagi? Ataukah?“Ki, apa Pangeran Dayu akan menangkapku dan membawaku lagi bila menemukanku di tempat ini? Apa aku akan menjadi pengantinnya lagi bila aku tertangkap?” tanyaku penasar
"Nak Ajeng," panggil Ni Imah mengejutkanku. Aku yang masih terpaku dengan apa yang ada di depanku, akhirnya menoleh ke arah wanita yang sudah memanggilku dan mata Ni Imah langsung tertuju pada benda yang aku lihat tadi, lalu memandangku. "Ba –bagaimana bisa Nak Ajeng sampai ke tempat ini? Siapa yang membantumu, Nak?" "Ajeng jalan sendiri, Ni.""Jalan sendiri?" ucap Ni Imah dengan mata melebar. Aku hanya mengangguk mendengar apa yang Ni Imah ucapkan, dan tak lama wanita tua itu langsung menghampiriku dan mengajakku pergi dari tempat itu. "Tunggu dulu, Ni. Boleh Ajeng tanya sesuatu?" tolakku. Ni Imah yang berdiri di sampingku hanya diam menatapku, dan aku lalu bertanya kepadanya tentang apa yang baru saja aku lihat. "Itu hanya akar-akaran saja yang direbus akik, Nak Ajeng.""Tapi, Ni. Ajeng tadi seperti melihat ular yang mati di sebelah kuali yang berisi air itu, dan air dalam kuali itu baunya seperti ramuan yang akik berikan kepada Ajeng," sanggahku sambil menatap wanita tua yan
Ki Joko dan Ni Imah hanya diam dan saling menatap ketika aku bertanya tentang ramuan yang ada di tanganku saat ini. Tapi Ki Joko lalu mendekatiku dan duduk di sampingku. "Mengapa Nak Ajeng menanyakan hal itu? Apa ada yang salah dengan ramuan yang akik buat, Nak Ajeng?" tanya Ki Joko. "Hmmm ... itu. Tadi Ajeng melihat bangkai ular di dekat kuali di dapur yang terdapat aroma seperti ramuan ini, Ki." Jelasku dengan perasaan tak karuan. "Bangkai ular?" tanya Ki Joko dengan wajah tak bisa aku artikan. Bahkan pria tua itu juga terlihat sambil melirik istrinya. "I –iya, Ki. Tadi Ajeng melihatnya di sana, tapi setelah Ni Imah datang. Bangkai ular itu anehnya tidak ada lagi," jelasku sambil sesekali menatap Ni Imah. Mendengar apa yang aku katakan, Ki Joko tidak langsung menjawabku lagi. Tapi dia melihat istrinya sambil menghela napas, dan Ni Imah kemudian aku mengangguk, dan itu membuatku semakin binggung dan juga penasaran dengan apa yang mereka sembunyikan. "Apa Nak Ajeng benar-benar i
"Sudah, Nak Ajeng. Lebih baik Nak Ajeng beristirahat dulu saja seperti apa yang akik katakan," sela Ni Imah. "Tidak, Ni. Ajeng tidak akan beristirahat sampai akik dan ninik memberitahu Ajeng. Kalau tidak lebih baik Ajeng mati saja!" ancamku. "Nak Ajeng!" bentak Ki Joko dan Ni Imah bersamaan. "Kalau memang Nak Ajeng ingin mati, mengapa dulu Nak Ajeng melarikan diri dari Pangeran Dayu? Dengan begitu kami tidak perlu susah-susah menyembunyikan dan menyembuhkan Nak Ajeng!" ucap Ki Joko tanpa memandangku, lalu keluar. Aku yang terkejut dengan apa yang baru saja Ki Joko ucapkan hanya bisa membeku. Karena aku tidak menyangka reaksi Ki Joko akan seperti itu, dan itu membuatku merasa bersalah dan menyesal mengatakan hal seperti tadi. "Nak Ajeng maafkan akik ya, Nak. Akik tadi bukan bermaksud berkata kasar kepada Nak Ajeng, tapi akik dan ninik hanya ingin Nak Ajeng cepat sembuh dan kembali pulih," ucap Ni Imah membubarkan lamunanku. "I –iya, Ni. Ajeng juga minta maaf sudah mengecewakan ni