Share

BAB 4 HARI PERNIKAHAN

"Aku mohon! Tolong lepaskan aku!” teriakku sambil menangis, tetapi ekor Pangeran Dayu tiba-tiba langsung melilit tubuhku dan sekujur tubuhku terasa akan diremukkan.

Pangeran Dayu kemudian menarikku dengan ekornya dan membawaku ke hadapannya, bisa aku lihat mata yang tadinya hanya merah sekarang berubah menjadi merah menyala dan tampak mengerikan, dan itu membuatku bertambah takut.

Setelah menatapku berapa lama, akhirnya Pangeran Dayu melonggarkan lilitanya di tubuhku dan entah mengapa setelah dia menatapku tadi, pikiranku menjadi kacau dan aku melihatnya menjadi pria tampan nan rupawan seperti pertama kali aku melihatnya, dan aku langsung tersenyum kepadanya.

“A –aku di mana?”

Aku yang masih merasa pusing kemudian memandang ke sekitar, dan ternyata aku berada di dalam kamar yang sangat indah dan wangi. Bahkan, di atas meja juga ada lilin dan bunga, dan ketika aku melihat ke arah pintu, ternyata pintu itu tertutup dan di ruangan ini tidak ada siapapun kecuali aku.

Aku kemudian berusaha mengingat-ingat kembali apa yang terjadi, dan ketika aku akan bangun tiba-tiba terdengar suara seseorang membuka pintu, sehingga aku langsung memilih berpura-pura tidur seperti tadi.

“Ajeng, Ajeng, ayo bangun!” ucap seorang pria sambil mengoyangkan tubuhku.

“Mas Budi,” ucapku lirih, tetapi Mas Budi langsung menutup mulutku dan menyuruhku diam.

“Dengarkan Mas, Ajeng! Apapun yang terjadi nanti kamu cukup diam dan jangan pernah bersuara, dan sekarang kamu pakai ini dan mas akan menunggumu di sini,” ucap Mas Budi sambil menyerahkan sebuah pakaian kepadaku.

“I –ini apa Mas?”

“Sudah cepat pakai, kita tidak punya waktu lagi!”

Mas Budi kemudian membantuku bangun, dan dia kemudian berdiri di depan pintu seperti mengawasi sesuatu. Sedangkan aku, akhirnya dengan susah payah berhasil mengganti pakaian aneh yang aku pakai tadi dengan pakaian yang diberikan Mas Budi, dan pakaian ini setelah aku perhatikan ternyata seperti pakaian pelayan yang tadi melayaniku.

“Mas Budi,” panggilku lirih.

Melihatku yang sudah berganti pakaian, Mas Budi kemudian menarikku menjauh dari pintu, dan dia kemudian membawaku ke belakang tempat tidur dan ternyata di sana ada sebuah papan yang terlihat sedikit terbuka.

“Mas, ki—.”

Belum juga aku menyelesaikan kalimatku, Mas Budi sudah menutup mulutku lagi dan dia kemudian menggeleng dan aku pun mengangguk.

Aku yang masih merasa pusing dan lemah akhirnya mengikuti langkah Mas Budi, dan sepanjang perjalanan aku mengikutinya kakak tertuaku itu menyuruhku untuk melangkah hat-hati dan tanpa suara hingga kami tiba di suatu tempat yang berbau sangat busuk sampai aku ingin memuntahkan isi perutku, tetapi sesuai apa yang Mas Budi katakan tadi aku tidak boleh bersuara sehingga aku harus menahannya dan itu sangat menyiksaku.

Aku dan Mas Budi yang menahan rasa mual dan ingin muntah sejak tadi akhirnya memuntahkan apa yang ada di perut kami, dan sekarang kami berada di sebuah hutan.

“Mas, ki –kita di mana?” 

“Kita di hutan terlarang Ajeng, dan sekarang kamu sudah aman.”

“Maksud, Mas?”

“Dengar, Ajeng! Mas tidak bisa menjelaskan semua sekarang. Sekarang kamu pergi ke alamat ini dan cari orang bernama Ki Joko, dia akan menceritakan segalanya kepadamu.”

“Tetapi Mas?” 

“Sudah Ajeng, cepat pergi! Kalau tidak nyawa kita berdua akan menjadi taruhanya. Satu hal lagi, jangan pernah menoleh ke belakang ketika kamu berjalan hingga kamu keluar dari hutan ini. Sekarang kamu cepat pergi!” ucap Mas Budi kemudian mendorongku ke arah yang ada di depanku, dan ketika aku akan menoleh untuk melihat kakak tertuaku itu Mas Budi lalu mengingatkanku untuk tidak menoleh.

Aku yang ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa akhirnya mengikuti apa yang dikatakan kakak tertuaku itu, dan aku melangkahkan kakiku yang sangat perih dengan hati-hati masuk ke dalam hutan.

Suara binatang dan angin malam benar-benar membuat bulu kudukku merinding, tetapi aku harus segera keluar dari hutan ini dan menemukan Ki Joko seperti apa yang Mas Budi, dengan begitu akan tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi bagaimana dengan nasib bapak, ibu dan Mas Budi.

Ketika pikiranku memikirkan nasib mereka langkahku tiba-tiba berhenti dan aku ingin kembali, tetapi akhirnya pesan dari Mas Budi terngiang lagi di kepalaku sehingga aku langsung memutuskan berjalan lagi  dan akan menolong mereka bila aku sudah selamat dan menemukan Ki Joko.

Entah sudah berapa jam aku berjalan, tetapi aku masih belum juga keluar dari hutan yang menyeramkan ini, sehingga aku akhirnya memutuskan untuk beristirahat dan duduk di sebuah pohon di mana aku berdiri saat ini.

***

“Ah, aku di mana?” ucapku sambil perlahan membuka mataku yang masih terasa berat.

Silaunya cahaya matahari yang mengenaiku saat ini benar-benar membuatku tidak bisa melihat, sehingga aku harus menutupi kedua mataku dengan tanganku, dan ketika aku sudah bisa melihat dengan jelas. Aku kemudian memandang sekitar, dan ternyata aku masih di dalam hutan ini.

“Berarti tadi hanya mimpi saja,” gumamku sambil berusaha berdiri.

Aku yang merasa sangat haus dan lelah kemudian mencari air di sekitar tempatku berdiri, tetapi aku tidak menemukannya sehingga aku memutuskan untuk meneruskan perjalananku sambil mencari air untuk aku minum.

Untung saja aku sebelumnya sudah menandai ke mana arah aku akan pergi ketika beristirahat tadi malam, kalau tidak aku pasti akan kembali ke tempat mengerikan itu, dan tentu saja aku akan bertemu dengan pria yang bernama Pangeran Dayu.

"Sekarang ke mana aku harus mencari air?" ucapku lirih sambil menatap sekitar, tapi aku belum juga menemukan sumber air. Sehingga aku memutuskan untum berjalan lagi mencarinya. 

Sepanjang perjalanan aku mencari air, bayangan tentang manusia ular itu kembali terlintas. Pada saat acara itu, di mataku sebenarnya Pangeran Dayu adalah sosok pria tampan dan rupawan, tetapi setelah aku mencoba mengingat-ingat lagi ketika aku setelah dibawa pelayan menemuainya aku langsung merasa ngeri dan jijik.

Bagaimana tidak, pria yang berwajah tampan seperti yang aku katakan tadi ternyata adalah seorang pangeran dengan tubuh setengah manusia dan berkaki ular, atau lebih tepatnya berekor ular.

"Ya Tuhan, semoga aku tidak bertemu dengan manusia ular itu lagi. Bahkan, untuk mengingatnya saja aku." Aku sengaja tidak melanjutkan kata-kataku, karena bulu kudukku tiba-tiba berdiri begitu aku mengingat manusia ular itu. 

Aku kemudian berusaha melupakan bayangan pria berekor ular tadi, tetapi entah mengapa bayangan itu tetap terngiang di kepalaku. Bahkan, ketika aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi selanjutnya setelah dia menangkapku dengan ekornya, tetapi aku tetap tidak bisa mengingatnya dan itu membuatku sakit kepala. Sehingga aku memutuskan untuk melupakannya dan meneruskan perjalananku.

Rasa haus, lapar dan lelah sudah mulai menyerangku saat ini, bahkan kakiku juga hampir tidak bisa aku gerakkan lagi untuk berjalan sehingga aku kemudian duduk dan tiba-tiba kepalaku terasa sangat pusing dan mataku tiba-tiba menjadi kabur dan gelap.

“Bapak, ibu,” teriakku memanggil kedua orang tuaku yang berjalan menjauhiku.

Aku kemudian berusaha menyusul mereka, tetapi entah mengapa semakin aku kejar bapak dan ibu kian menjauh. Bahkan, ketika akhirnya terjatuh karena mengejar mereka, bapak atau ibu bukannya menolongku, tetapi mereka malah melambaikan tangan kepadaku dan menghilang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status