Share

Bab 6. Seandainya

Lara diam, tak bergeming mendengar pertanyaan Andin. Dal hati merasa tidak percaya pada apa yang baru saja Andin katakan.

"Dia, dia," jawab Lara terbata.

Lara kembali terdiam sebelum menyelesaikan kalimatnya, kembali menimbang apakah ia harus jujur pada Andin atau tidak.

Tiba-tiba sebuah suara gaduh mengalihkan perhatian mereka. Ada seseorang yang jatuh tersungkur di bawah meja dengan beberapa pecahan gelas berserakan.

"Siapa itu?" gumam Lara merasa heran karena seseorang yang tengah menjadi perhatian banyak orang bahkan tidak bangkit dari posisi telungkupnya.

"Ayolah, ini masih sore," ujar Andin dengan nada tak suka di sebelah Lara.

Lara refleks menoleh kearahnya. Andin menghembuskan napas kasar, seolah jengah ia melangkah dengan menghentakkan kakinya dengan kuat.

"Ayo ikut!" Andin menyeret lengan Lara lalu membawanya mendekat kearah orang yang masih jatuh terlungkup.

"Kamu lagi!" gumam Andin sembari membuang napas kasar di ujung kalimatnya.

"Ada apa ini?" Rio lari terponggoh menghampiri kerumunan.

"Dia lagi, Bang. Apa kita harus membuat papan pengumuman agar menolak dia datang ke club' kita," jawab Andin dengan bersungut.

"Cepat angkat!" perintah Rio pada dua penjaga yang sudah tiba di belakangnya.

"Baik, bang."

Dua penjaga tersebut dengan sigap meraih tubuh yang seolah tidak bedaya lalu mengangkatnya tanpa rasa kasihan membuat Lara refleks memekik.

"Buang dia di luar!" titah Rio pada dua penjaga yang mulai menyeret lelaki itu.

Rasa syok membuat Lara tidak mampu mengeluarkan kaa-kata, namun anehnya kaki ini terus saja melangkah mengikuti mereka yang membawa lelaki tersebut keluar.

"Astaga, berhenti!" ucap Lara pada kedua penjaga saat mereka telah bersiap-siap untuk melemparkan tubuh yang seolah tak berdaya itu ke jalanan.

"Panggilkan taksi. Biar aku antar dia pulang!" ujar Lara mantap.

"Tapi,"

"Aku akan mengantarnya pulang!" Lara kembali menegaskan.

Lara memandangi wajah Fadil yang tengah mabuk. Matanya sudah terpejam namun mulutnya masih merancau kalimat-kalimat yang tidak dapat dimengerti.

"Fadil, bangun, Dil!" Lara menepuk wajah Fadil beberapa kali saat dua penjaga tersebut meletakkannya diatas tanah.

Sebuah taksi berhenti di depan Lara dan ia meminta kedua penjaga untuk membantunya untuk menggotong tubuh Fadil kedalam mobil.

"Terimakasih, Pak," ucap Lara saat hendak pergi.

Lara tidak tahu dimana Fadil tinggal di kota tersebut. Ia juga tidak tahu nomor yang dapat di hubungi untuk menanyakan tempat tinggal Fadil.

Fadil berbaring dengan berbantal paha Lara. Membuat air matanya menetes melihat keadaan Fadil yang baru pertama ia lihat. Ia sudah sering sekali melihat orang mabuk tapi rasanya ia tidak rela jika Fadil ada di antaranya.

"Aku mohon Fadil bangun!" ujar Lara penuh harap.

Lara mencoba mencari ponsel Fadil untuk mencari informasi, namun nihil. Ponselnya dalam keadaan mati dan ia tidak bisa menghidupkannya. Mungkin habis baterai. Pikirnya.

Setelah beberapa lama berputar tanpa tujuan akhirnya Lara memutuskan untuk membawa Fadil kekamar kostnya.

"Terimakasih," ucapnya saat supir taksi telah membantu membopong Fadil kedalam kamar kost, tidak lupa ia berikan uang tip untuk kesediaannya membantunya.

Lata melepas sepatu Fadil, membiarkannya untuk terlelap diatas kasur milik Lara.

Lara mengambil satu buah kaos oblong dan celana pendek dari lemarinya lalu menuju kamar mandi untuk berganti pakaian.

Saat tengah berganti pakaian terdengar Fadil beberapa kali terbatuk membuatnya sedikit was-was hingga mempercepat gerakannya.

"Fadil," pekik Lara saat melihat kondisi Fadil saat itu.

Benar saja, seperti ketakutannya. Saat itu Fadil sudah terduduk di lantai dengan banyaknya cairan berhamburan dari mun-tahannya.

"Kamu terlalu banyak minum, Fadil!" hardik Lara yang tidak di perdulikan Fadil.

Lara berusaha untuk memapah Fadil dan membuatnya berdiri lalu kembali membaringkannya diatas tempat tidur setelah sebelumnya ia melepas kaos oblong yang Fadil kenakan.

Perih hati Lara tak terkira melihat keadaan Fadil. Merasa bersalah atas apa yang ia lihat saat ini.

Lara membersihkan lantai kamar kost dari mun-tahan Fadil lalu kembali dengan membawa air di dalam baskom untuk mengompres badan Fadil yang terasa lengket.

Hati Lara berdesir kala tangannya menyentuh kulit Fadil yang tidak mengenakan baju. Rasa dalam hatinya masih sama, ia masih memuja sosok Fadil meski ada sakit yang teramat dalam kala memandang wajahnya.

Lara menangis sesenggukan disamping Fadil. Bayangan itu kembali hadir dan saat ini semua cinta dan kebencian seakan tengah menyatu menertawakan ia yang tengah berperang dengan dirinya sendiri.

"Lara," lirih Fadil dengan mata terpejamnya.

"Jangan tinggalkan aku lara, jangan tinggalkan aku!"

Fadil menangis dalam tidurnya. Ia seperti seorang yang kesakitan dengan mata yang masih terpejam membuat Lara semakin terisak.

"Fadil, maafkan aku," lirih Lara dengan isakkan.

"Seandainya kamu tahu semuanya, mungkin kamu sudah tidak Sudi menemuiku lagi," imbuhnya.

"Seandainya dia bukan bapakmu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status