Share

Bab 4. Pergi

"La-lara," ucap Lara terbata.

"Kamu cantik banget. Gak salah aku tadi tanya kamu sama Andin."

"Andin?" Lara menaikkan kedua alisnya terkejut.

"Iya, teman kamu 'kan?"

Tatapan Ramos terlihat mulai menelisik membuat Lara risih ditatap dengan pandangan yang seolah menelanjanginya.

"Maaf, ada apa, ya?" tanya Lara dengan berusaha sesopan mungkin.

"Aku sudah lama berkunjung di club' ini tapi belum pernah melihat kamu. Kata Andin kamu sudah lama tapi kenapa aku bisa tidak melihat wanita secantik kamu," Ramos menjawil dagu Lara membuat Lara mundur tidak nyaman.

"Boleh aku mengenalmu lebih dekat?" imbuh Ramos sembari memandang Lara dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

"Maaf, tapi aku."

"Sudahlah tida usah jual mahal. Kalau kamu butuh uang, aku bisa berikan berapapun yang kamu mau," perkataan Ramos semakin membuat Lara tidak mengerti.

"Apa maksud anda?" tanya Lara mulai tidak suka dengan cara bicaranya yang sudah mulai terlihat merendahkannya.

"Sudahlah, cantik jangan pura-pura tidak tahu. Aku tahu kamu bekerja disini berarti kamu sama seperti Andin dan yang lainnya. Ayo sebutkan saja berapa hargamu semalam," ujar Ramos dengan seringai yang sangat menyebalkan.

Lara mengangkat tangan hendak menampar pipi Ramos saat tangan besar Ramos dengan cepat mencekal pergelangan tangan Lara yang terangkat.

Ramos memutar tubuh Lara hingga saat ini ia berada di belakang Lara. Posisinya seperti tengah memeluk Lara dari belakang dan bibirnya mulai mengendus leher jenjang milik Lara, membuat si empunya hampir meneteskan air mata.

"Lepaskan atau aku teriak!" ancam Lara dengan sengit.

"Tidak masalah. Itu justru akan menarik perhatian orang-orang dan menjadikan kita sebagai pusat perhatian yang serasih," kekeh Ramos.

"Lepaskan, ku mohon," lirih Lara yang menciut mendengar pernyataan Ramos.

"Tidak sebelum kamu menemani tidurku malam ini," jawab Ramos tanpa merubah posisi.

"Lepaskan, Ramos!" desis Lara mencoba untuk tidak terintimidasi perlakuan Ramos.

Lara mencoba keluar dari kukuhan Ramos. Suasana yang riuh dan ruang terbatas membuatnya semakin sulit untuk melepaskan diri dari dekapan Ramos yang semakin erat.

"Lepaskan atau aku akan menghajarmu!" ancam Lara dengan nada yang sudah mulai bergetar karena takut.

Di luar dugaan, Ramon malah memutar tubuh Lara dan mencium bibir ranum milik gadis yang itu membuat Lara memejamkan mata dengan takut dan Maar sekaligus saat kepingan demi kepingan memori seakan berputar di kepala. Bayangan malam kelam itu seakan mengejeknya yang tak mampu melawan keadaan.

Lata memekik saat tubuhnya secara tiba-tiba terdorong ke belakang bersamaan dengan tubuh Ramos yang hampir terjungkal.

"Lepaskan dia bajingan!" pekik seorang pria yang berdiri tegak di depan tubuh Ramos yang terjerengkang.

Air mata Lara luruh saat melihat pemandangan yang sebelumnya tidak pernah ia fikirkan.

Riuh ricuh pengunjung seakan langsung terhenti bahkan musik DJ mengalun tanpa adanya sambutan saat semua mata tertuju pada mereka yang seakan menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung club'.

"Fadil," pekik Lara tanpa mengalihkan perhatian dari laki-laki yang tengah menghajar Ramos dengan membabi buta.

Beberapa pengunjung saling berbisik tanpa berniat melerai Fadil yang terus menghajar Ramos tanpa perlawanan membuat Lara mau tidak mau meringsek mendekat kearah mereka.

"Sudah, Fadil lepaskan!" Lirihnya mencoba menghentikan Fadil yang beringas memukuli Ramos.

"Fadil, aku mohon hentikan!" teriak Lara sekuat tenaga membuat kepalan tangan Fadil berhenti di udara.

Dengan tatapan nyalang Fadil menoleh kearahnya.

"Ikut aku!"

"Lepas, akh Fadil, lepas!" pekik Lara kesakitan saat Fadil menyeretnya dengan kasar untuk keluar dari club' meninggalkan orang-orang yang menatap kepergian mereka dengan penuh tanya.

"Fadil, aku mohon lepaskan!" lirih Lara dengan air mata yang kembali mulai menetes.

"Fadil," suara Lara mulai bergetar menahan sakit dan takut secara bersamaan bahkan isaknua pun mulai terdengar.

"Jadi ini yang buat kamu berubah? Iya? Ini yang buat kamu berubah dan ninggalin aku tanpa ada penjelasan apapun? Jawab!" teriak Fadil tepat di depan wajah Lara setelah ia melepaskan cekalan tangannya di pergelangan tangan Lara yang meninggalkan bekas kemerahan.

Lara merasakan tangannya bergetar menahan takut. Ini pertama kali selama ia mengenal Fadil, pemuda itu bersikap kasar bahkan berani berteriak di depan wajahnya. Fadil bukan seperti Fadil yang dulu ia kenal lembut.

"Kamu butuh uang? Berapa? Bilang sama aku! Kamu butuh uang?" Fadil kembali berteriak dengan mata yang mulai memerah.

"Berapa hargamu semalam, hah, berapa? Kamu tinggalin aku cuma buat jual diri disini? Aku akan beli kamu!" lirihnya dengan napas yang terdengar menderu.

Entah kekuatan dari mana Lara mampu menampar pipi Fadil. Hatinya sakit, sangat sakit. Sudah tidak terhitung banyaknya orang yang merendahkan dan mencoba menawarnya, namun rasanya tidak pernah sesakit saat Fadil mengatakannya tepat di depannya saat ini.

"Brengsek kamu, Fadil. Aku memang kerja di tempat itu, tapi bukan berarti aku juga harus ikut menjual diri," jawab Lara dengan dada naik turu menahan emosi dan sakit yang kian bergejolak.

"Satu lagi, aku memang tidak sebaik wanita di luar sana tapi aku juga tidak serendah yang kamu bayangkan. Lebih baik kamu pergi dari hadapanku. Tinggalin aku!" teriak Lara dengan memejamkan mata tidak sanggup melihat Fadil yang masih menatapnya.

"Pergi!" Teriaknya sekali lagi.

"Jangan pernah temui aku lagi dan jangan pernah muncul di depanku!"

Lara memutar badan lalu pergi meninggalkan Fadil yang masih berdiri mematung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status