Share

Tangisan

"Mengapa anak perempuan yang kamu lahirkan,Dek?" tanya Mas Rudi.

"Hust, enggak boleh asal ngomong!" bentak Bu bidan.

"Cepat di azanni (iqomatkan) putrinya!" perintah Bu bidan kepada Mas Rudi.

"Bisa azan enggak?" Bu bidan kembali bertanya.

"Biarin Lisna tidur, dia kecapekan jangan digangu!" perintah Bu bidan kepada Mas Rudi.

"Iya," jawab Mas Rudi, singkat.

Sayup kudengar suara percakapan Mas Rudi dan Buk Bidan. Bidan yang biasanya ramah dan lembut, entah mengapa dia berbicara dengan nada ketus pada Mas Rudi.

Aku ketiduran sampai pukul tujuh pagi. Ternyata sudah ramai orang yang datang di rumah Bu bidan, untuk melihat bayiku. 

Mas Rudi datang dengan membawa susu formula untuk bayi. Karena Asiku belum keluar dan bayinya menangis terus. Rupanya tadi pagi Mas Rudi disuruh mencuci baju dan kain yang terkena darah. 

Aku hanya bisa nyengir kuda dan tersenyum getir, melihat Mas Rudi membual menjelek-jelekkan diriku di depan semua orang.

  

Sebenarnya aku belum mau pergi dari kediaman Bu bidan, badan terasa remuk. Ternyata sakit sekali setelah melahirkan. Tubuhku tidak bisa bangun, aku merasa seperti mau mati saja.

Bu bidan desa akan pergi ke Puskesmas di kota untuk tugas. Jadi aku harus pulang ke rumah.

 Diriku di gendong oleh Mas Rudi, dibawa keluar rumah Bidan, karena akan dijemur pada hangatnya matahari pagi.

Ibu pulang terlebih dahulu membawa bayiku. Mas Rudi ikut pulang dengan membawa tas kecil perlengkapan bayi. Katanya dia mau datang untuk menjemput. 

Dua jam lamanya aku menunggu di bawah matahari pagi yang semakin panas. Rasa haus dan lapar bercampur sakit. Berharap ada orang lewat di dekatku, yang duduk di depan rumah Bidan yang jaraknya hanya kurang lebih seratus meter. Melewati dua rumah lagi sampai di rumah ibu. Namun, aku tidak mampu menggerakan kaki untuk pulang.

"Lisna mengapa kamu panasan disini?" Tanya Bibik. 

"Aku dijemur, Bik, aku mau pingsan tidak bisa jalan," jawabku, sambil berusaha membuka mata yang mau terpejam.

" Loh, kamu belum dibawa pulang Lisna?" Tanya Bu bidan, yang tiba-tiba keluar dari rumahnya, dia sudah siap untuk berangkat ke dinas, sepertinya dia terkejut .

"Bik, tolong panggilkan suaminya!" Perintah bu bidan kepada Bibik. 

"Iya, Bu Bidan," jawab Bibik.

"Aku sudah mau pergi, aneh aku nyuruh dia pulang nanti sore ngeyel, giliran boleh pulang malah ditinggal di sini. Suamimu itu gimana sih?" Tanya Bu bidan, aku hanya tersenyum, sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

Bik Darsih pun berlari menuju rumahku, sambil berteriak memanggil nama ibuku. Semua orang keluar dari rumah termasuk tetanggaku, maka menjadi heboh lah suasana pagi itu.

Ibuku beralaskan lupa karena sampai di rumah menjemur baju, yang tadi sudah dicuci oleh Mas Rudi. Lalu bayiku menangis, karena terlalu sibuk jadi melupakan diriku yang dijemur pada panasnya terik matahari pagi.

Ayahku setelah selesai mengubur ari-ari, dia pergi ke pasar untuk membeli aneka jamu untukku, sedangkan Mas Rudi sampai di rumah dia mandi, sarapan, lalu tidur alasannya mengantuk gara-gara menjaga diriku semalaman. Aku melahirkan tepatnya pada pukul tiga pagi.

Mereka semua berlari ke arahku, yang duduk menggigil tanpa selimut di cuaca yang mulai panas, aku digendong seperti di film india oleh Mas Rudi. Hatiku terasa sangat bahagia, merasa jika dia sudah berubah.

Selama tiga bulan aku tinggal dirumah orang tuaku bersama putri kecilku. Mas Rudi hanya datang menjenguk kami setengah bulan sekali, itu pun menginap selama satu malam saja.

Kedua orang tua Mas Rudi menjenguk satu kali saja, saat kami bikin syukuran. Dia sama sekali tidak masuk ke kamar apalagi menggendong bayi, mungkin dia merasa kecewa, karena aku melahirkan bayi perempuan, tapi itu kan semua sudah menjadi takdir. Anak laki-laki atau anak perempuan yang lahir, itu bukan salahku.

********

Dengan berat hati kedua orang tuaku mengantarkan aku ke hutan, yang disebut kebun.

Air mata ibu dan ayahku berderai saat melihat tempat yang kutempati selama ini. Sebuah gubuk panggung kecil, yang terbuat dari papan. Atas untuk tempat tidur dan menyimpan baju, juga bahan pangan, sedang di bawah untuk menyimpan hasil kebun dan kayu bakar. Jika ada orang bertamu akan duduk di luar, bersebelahan aku memasak, yang tidak pantas disebut sebagai dapur.

Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, orang tuaku bersama mertuaku, mereka sesekali melihat ke arahku sambil tersenyum.

 Seandainya Mas Rudi tidak berjanji akan lebih menyayangiku, pasti aku tidak mungkin mau kembali ke hutan ini lagi.

Air mata berderai saat melepas kepulangan orang tuaku, entah mengapa aku merasa sangat takut dan sedih.

"Lisna kamu sudah punya anak, jadi harus lebih dewasa. Tidak boleh minggat kalau mau pulang beritahu Rudi, supaya kamu bisa diantar pulang, jadi orang tuamu tidak menilai jelek suamimu, padahal kamu sendiri yang ngeyel. Jadi perempuan itu harus pinter jaga martabat suami di depan orangtua dan saudaramu. Harus bangun pagi enggak boleh malas, suami bangun sarapan harus sudah matang. Laki-laki kerjanya di kebun mencari duit, perempuan memasak sambil jaga anak, jadi jangan ngerepotin suami, seperti Ayukmu itu masak suaminya suruh nyuapin anaknya. Tidak boleh seperti itu ya! Itu namanya ngelunjak dan bla bla bla bla," ocehan ibu mertua, dia memberikan nasehat yang terdengarannya aneh menurutku.

********************

Mas Rudi beberapa hari ini selalu marah kepadaku. Bahkan dia mulai menampar dan menendang. Mana janjinya yang akan lebih menyayangi? Aku kena gombalnya atau istilah kerennya kena prank.

Gubuk kini di rehab lagi karena musim hujan tiba, cuaca menjadi sangat dingin. Di bawah gubuk dibuat ruangan lagi, sebuah amben permanen dan tempat masak, yang diberi pembatas geribik. Aku tidak merasa malu lagi saat sedang memasak, karena sudah tertutup, amben permanen itu sengaja dibuat untuk meletakkan putriku yang mulai aktif, dan jika ada tamu bisa digunakan sebagai tempat duduk, karna kami tidak memiliki kursi.

Aku menginginkan baju baru, karena sebentar lagi hari raya Idul Fitri. Putri kecilku juga dari baru lahir, hingga sekarang selalu memakai baju bekas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status