Share

Diungkit ungkit

Uang yang diberikan mas Hans memang sudah kuduga ini seperti yang bulan sebelumnya, nafkah? Sebenarnya bukan lebih tepatnya uang belanja untuk sekeluarga karna ada ibu mertuaku juga. 

Sehari hanya dua puluh ribu, tapi tetap ku syukuri walau ini kurang tetap ku cukupkan, tak masalah jika harus ambil uang warung ku untuk kebutuhan dapur dan sumur. 

Ku kantongi uang itu dengan baik, biasanya aku belanja mingguan ke pasar lumayan bisa menghemat uang ini , belum lagi jika token listrik dirumah ibu sudah habis, tentu saja aku yang mengisinya satu bulan full. 

Tapi itu tetap tak terlihat dimata mertuaku, selalu saja aku yang salah dan tak becus mengurus keuangan jika aku minta tambahan pada mas Hans. 

Padahal bukannya aku boros, tapi kebutuhan yang semakin banyak dan bahan yang semakin mahal, minyak sayur saja sudah tujuh belas ribu di warung. 

Aku merapikan baju yang sudah dilipat ke lemari masing-masing, punya ibuku lah yang paling banyak. Walau sudah kulipat terkadang masih dapat omelan karna kurang rapi, padahal sudah dilipat saja harus nya terimakasih .

Yeri dan lisa juga belum pulang sebentar lagi harus madrasah sore. Aku melanjutkan menyapu halaman yang sudah kotor karna dedaunan yang berjatuhan, setiap pagi dan sore selalu. 

Ternyata yeri dan lisa berlari bersama dari ujung jalan sana sudah terlihat, mereka mendekatiku yang hendak mulai menyapu. 

"Buk, ibuk, " Teriak lisa dan yeri dari kejauhan. 

"Jangan lari nanti jatuh kalian ," Ujarku. 

Dengan nafas tersengal, lisa hendak mengatakn sesuatu padaku. 

"Buk, nia beli sepeda baru buk, dari tadi kita ngejar nia yang pakai sepeda, mau pinjem tapi nggak boleh nanti rusak katanya, " Ujar lisa. 

"Kita kapan buk dibelikan sepeda kayak nia, " Ujar yeri. 

"Sabar ya, kalau bapak ada uang pasti beli 2 untuk kalian, " Kataku menenangkan. 

Jangankan beli sepeda, sekedar beli camilan saja aku masih berpikir 100 kali. Aku harap anakku bisa mengerti keadaan ibunya ini. 

"Yaudah kalian mandi habis itu berangkat madrasah ya, " Perintah ku. 

 Mereka berdua hanya mengangguk lesu, karna aku tak mengiyakan permintaannya,hanya memberi mereka harapan. 

Dari dalam ibu teriak memanggilku, aku yang menyapu halaman seketika terhenti mendengar teriakan ibu. 

"Sarah,,kok kamu gak masak buat sore sih , bukannya udah dikasih uang sama Hans, " Ujar ibu dari dalam. 

Aku menghampiri ibu yang ternyata ada di meja makan, dengan tangan dipinggang bak majikan sedang memanggil pembantunya. 

"Ada apa buk, sarah lagi nyapu halaman, ibu teriak-teriak, 

" Mana masakan buat sore, ibu lapar apa suamimu juga gak lapar, gimana sih jadi istri dari tadi ngapain aja, "ujar ibuku. 

" Iya bu, sebentar lagi sarah masak, tad"belum selesai aku bicara sudah dipotong ibu. 

"Halah, udahlah jangan banyak alasan, sana masak, " Ujar ibuku. 

Aku hanya mengangguk, dengan hatiku yang sedikit sakit, jadi apa yang kulakukan seharian ini, apa aku hanya santai saja, bahkan untuk santai saja aku tak sempat,tapi juga tak dilihat oleh mertuaku. 

Aku mulai mengambil bahan dikulkas, masih tersisa untuk satu kali masak lagi .besok aku sudah harus belanja mingguan. 

Ibu meninggalkan ku yang sedang masak di dapur, bahkan sekarang aku memasak saja bukan termasuk kerja, yang ada di pikirannya aku hanya pengangguran dan hanya meminta uang pada suamiki. 

Setelah hampir satu jam, tersaji dimeja makan sayur asem dan kering tempe, beserta sambal terasi buatanku. 

Tiba-tiba, dian datang dari pintu belakang membawa piring ."wah udah mateng nih, aku minta dikit mbak ,aku belum masak malah suamiku pulang, "ujarnya enteng. 

" Kamu ngapain aja dirumah sampe gak masak buat suamimu, ini hanya cukup untuk makan sore kami dian, "Ujarku baik-baik. 

Karna bahan hanya sedikit ,jadi porsinya hanya untuk berlima saja, untukku ,suamiku  mertua dan kedua anakku. 

" Pelit banget sih, kalo gak cukup ya mbak masak mie instant aja lah, suamiku lagi kelaperan juga, "ujar dian. 

" Masak dong dian kamu kan udah jadi istri, jangan males, dari tadi kemana aja, giliran udah mateng ,kecium aja sampe rumahmu langsung kesini, enak banget kamu kira mbak hanya tukang masak, "Ujarku.

" Yaelah mbak sama sayur asem gini aja pelit banget, aku aja pernah ngasih ke anak mbak aku gak pelit, balas budi dong, minta syurnya aja gak boleh, "ujar dian ketus. 

Aku hanya menghela nafas, dian tetap mengambil nasi segunung dan sayur asem serta kering tempe, kerupuk lisa dan yeri pun tak luput dibawanya. 

Mengelus dada melihat kelakuan adik iparku ini, bagaimana ada perangai seperti itu, pergi tanpa berucap terimakasih. 

Aku memutuskan mandi karna badanku sudah bau bawang, mas Hans sudah duduk di teras depan tangannya melambai kearahku, kudekati mas Hans. 

"Buatkan aku kopi dulu ya sar, udah selesai masaknya, katanya kamu belum masak, " Ujar Mas Hans. 

"Udah mas baru selesai, ini mau mandi ," Ujarku. 

"Yaudah buatin kopi dulu lah buat aku, " Usjjr mas Hans. 

Aku mengangguk dan berjalan kembali ke dapur membuatkan kopi untuk mas Hans, ia suamiku aku harus menurut saja, kubawakan lagi secangkir kopi panas untuknya diteras depan. 

Lisa dan yeri sudah pulang dari madrasah, sebentar lagi makan bersama, aku segera mandi agar badanku segar kembali. 

Badanku segar kembali, setelah mandi dan segera menuju meja makan, ternyata mas Hans dan ibu serta lisa dan yeri sudah makan duluan. 

Aku mendekati mereka, ku lihat hanya nasi yang tersisa, perutku padahal keroncongan dari siang belum makan, kenapa dihabiskan lauk nya, memang sih hanya sedikit, tak apalah yang penting mereka kenyang. 

"ini nih biang kerok nya yang ngabisin lauk, belum pada makan udah makan duluan, " Ujar ibu mertua ku sambil melirik ku. 

Apa maksudnya bicara seperti itu, bahkan sesuap saja aku belum makan. 

"Gak sopan tau nggak sar, suami belum makan kamu udah makan duluan, " Tambah ibu. 

"Buk aku belum makan, bahkan dari siang aku belum makan, " Ujarku. 

"Halah bohong kamu, lauk tinggal dikit, nasi tinggal separo gini kamu masih ngelak  bukan kamu yang makan, terus siapa setan, " Ujar ibu. 

"Tadi dian yang kesini minta lauk dan nasi untuk suaminya ,buk maaf kalau aku lancang, jangan menuduh ku seperti itu, bahkan aku lapar sekarang dan hanya tinggal nasi, dian yang meminta nya tadi bukan aku yang memakannya sendirian ," Ujarku ketus .

Aku langsung pergi dari ruang makan, tanpa meninggalkan kata apapun.. 

"Gak mungkin dian minta, dia kan bisa beli sendiri, toh uangnya lebih banyak, alasan saja tu istrimu, " Ujar ibu. 

"Udahlah buk, masalah sayur aja dipermasalahin, pusing aku, " Ujar mas Hans. 

"Bukannya beresin nih meja makan malah pergi kekamar, dasar pemalas banget kamu, " Ujar ibu. 

Nextt

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status