"Gaes, apa kalian merasakan sebuah kejanggalan di sini?" tanya Alma dengan sedikit berteriak pada keenam temannya yang berjalan di depannya.
"Kejanggalan apa, Al? Aku sama sekali tidak merasakan apa-apa, kecuali rasa lelah karena sejak tadi hanya melihat hutan dan hutan lagi. Aku ingin cepat istirahat rasanya," jawab Santi yang berjalan persis di depannya."Ish, kamu ini, San. Bagaimana dengan kalian apa di antara kalian ada yang merasakan keanehan di tempat ini?" seru Alma mengulangi pertanyaannya pada teman-temannya yang lain.Mendengar seruan Alma, Rusdi yang memimpin rombongan remaja pendaki itu pun menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya, lalu menghampiri Alma yang berada di baris kedua dari belakang.Melihat Rusdi mendatangi Alma, semua temannya yang lain pun mengikuti jejak langkahnya. Semua mengerumuni Alma dan bertanya apa maksud dari pernyataan gadis itu barusan"Ck, kalian ini! Apa di antara kalian tidak melihat atau merasa ada sebuah keanehan di tempat ini?" Alma berdecak kesal karena keenam temannya itu tidak mengerti apa maksud ucapannya tadi"Keanehan apa yang kamu maksud, Al? Kami sama sekali tidak merasakan apa-apa, ya, kan, gaes?" Rusdi bertanya teman-temannya yang lain seolah ingin menegaskan bahwa itu adalah kekeliruan Alma.Sekali lagi Alma berdecak kesal, dengan nada keras gadis itu menyuruh ke enam sahabatnya untuk mengamati hutan tempat mereka berada saat ini dan mengamatinya dengan lebih teliti dan fokusKarena merasa penasaran, Santi pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Alma. Gadis itu memindai penampakkan hutan yang berada tepat di depannya dengan wajah serius dan pada menit berikutnya gadis cantik itu mengerutkan dahinya.Melihat sikap Santi, Amar, yang diam-diam menyimpan rasa pada Santi mendekati gadis berambut sebahu itu dan bertanya, "ada apa, Yang? Kenapa dahimu berkerut dalam seperti itu?"Santi tidak segera menjawab pertanyaan Amar, dia memilih untuk mengamati lagi pemandangan di hadapannya lalu mengambil sebuah pisau lipat dari dalam tas carriernya dan menggurat sebuah pohon besar yang tidak jauh darinya dengan tanda X dan beberapa tulisan yang sedikit lebih kecil ukurannya, seolah ingin membuat sebuah tanda.Usai membuat tanda itu, dia memberi kode pada Alma dan mengajak ke lima sahabatnya untuk kembali melangkah mengikuti jalan yang ada di depan mereka. Pertanyaan demi pertanyaan yang datang tidak dihiraukan oleh Santi dan AlmaKarena merasa kesal dengan sikap Santi yang dianggapnya mulai aneh karena terpengaruh dengan kata-kata Alma, Baim memerintahkan mereka untuk menghentikan langkah dan dengan sedikit menyentak, dia kembali bertanya pada Santi tentang apa yang terjadi."Sst, kamu diam dulu, Im. Ikuti saja apa yang aku dan Alma lakukan, nanti kalian akan tahu apa maksud kami berdua," jawab Santi.Selesai mengatakan hal itu, Santi kembali mengajak Alma berjalan diikuti oleh Aldi, Amar, Baim, dan Andin yang masih tidak mengerti maksud kedua gadis yang sekarang memimpin rombongan mereka. Sementara Rusdi yang merasa kesal, akhirnya terpaksa mengikuti karena tidak ingin kawan-kawan karib dan gadis yang ditaksirnya berada dalam bahaya.Dalam keheningan karena adanya perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka, tujuh sekawan itu berjalan menyusuri jalan setapak, hingga akhirnya Alma dan Santi meminta semuanya untuk berhenti.Sebelum semuanya bertanya, Sinta mengajukan sebuah pertanyaan kepada ke lima muda mudi yang tengah beristirahat sejenak karena merasa lelah."Gaes, kalian melihat sesuatu tidak?"Empat temannya yang sejak awal sudah merasa heran dengan sikap Alma dan Santi hanya saling bertukar pandang dan akhirnya menggeleng secara bersamaan, kecuali Baim yang masih memasang tampang kesal kepada Alma karena dianggap telah mempengaruhi Santi hingga menjadi aneh seperti itu.Santi menoleh ke arah Alma dan meminta salah satu dari enam sahabatnya itu untuk menjelaskan apa yang sebetulnya sedang terjadi saat itu."Kalian coba lihat pemandangan sekitar kita. Apa kalian menemukan sesuatu yang pernah kalian lihat sebelumnya di sini, di tempat ini?" ucap Alma akhirnyaRusdi, Amar, Andin, Aldi, Baim langsung memindai sekitar mereka, mencoba mencari tahu perbedaan atau persamaan apa yang ada di tempat itu. Setelah beberapa saat, empat dari lima muda mudi itu menggeleng. Mereka mengatakan bahwa tidak menemukan apa pun di tempat itu yang terlihat aneh atau ganjil.Hanya Baim yang masih mengamati keadaan sekitarnya dengan serius dan berulang-ulang. Pengamatan pemuda itu tiba-tiba saja berhenti pada satu titik, dahinya mengerut dalam. Untuk lebih meyakinkan apa yang dilihatnya, pria muda itu berjalan mendekati sesuatu yang menarik perhatiannya."San, ini guratan yang kamu buat tadi sebelum kita meninggalkan tempat ini beberapa menit yang lalu bukan?"Santi tersenyum, kemudian berjalan mendekati Baim, lalu mengusap beberapa goresan yang tadi torehkan di batang pohon yang berada di sebelah kanannya.Karena merasa penasaran, ke empat temannya yang masih berdiri dengan wajah bingung pun mendatangi Santi yang masih tersenyum misterius dan Baim yang tampak mulai ketakutan.Empat orang remaja itu mengamati goresan di batang pohon yang ada di depan mereka, membaca tulisan yang ada di sana, dan seketika mata mereka membelalak karena merasa ketakutan, sepertinya mereka mulai paham dengan apa yang terjadi."10920, 16.30. Itu tanggal hari ini dan jam saat kamu menggores pohon ini, kan, San? Apa ini artinya kita sejak tadi hanya berputar-putar saja di sini?" tanya Andin, wajah ayunya menampakkan rasa takut yang mulai dirasakannya."Iya dan aku sudah mencoba menyampaikan hal ini pada kalian, tetapi kalian semua sama sekali tidak memahami maksudku. Hanya Santi yang pada akhirnya menyadari semuanya," sahut Alma tiba-tiba.Rusdi, Aldi dan Amar yang berdiri membelakangi Alma menoleh ke belakang, ke arah Alma yang menghampiri mereka berenam sambil memindai wajah para sahabatnya satu demi satu."Maafkan kami, Al, kami sudah tidak mempercayaimu," ucap Amar mewakili teman-temannya yang lain.Alma mengacungkan kedua jari jempol tangannya, menandakan bahwa dia tidak mempermasalahkan apa yang sudah terjadi sebelumnya. Gadis itu lalu menghela napas dalam, menunduk sesaat kemudian mengedarkan pandangannya ke arah teman-temannya secara bergantian."Bagaimana, kalian sudah paham, kan, apa maksudku tadi?""Maksudmu kita tersesad, Al. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita tidak mungkin bermalam di tengah hutan seperti ini, kan? Di sini tidak ada tanah lapang dan landai untuk mendirikan tenda, Alma," sahut Baim dengan nada centil mengalahkan teman-teman perempuannya"Yup, kita tersesad. Yang perlu kita lakukan saat ini adalah kita harus berusaha keluar dari sini dan menemukan tempat yang pas untuk bermalam," jelas Alma."Tapi, bagaimana caranya kita bisa keluar dari sini, Al? Bukankah sejak tadi kita hanya berputar-putar saja di sini," sela Rusdi.Alma menghela napasnya, beban yang dia rasakan saat ini tidaklah ringan karena dia dan para sahabatnya harus mencari jalan keluar dari hutan yang telah menyesadkan mereka tersebut. Alma sendiri pun sebenarnya tidak tahu bagaimana cara agar mereka bisa keluar dari tempat itu, tetapi dia harus tetap terlihat tenang agar yang lain tidak bertambah panik."Kurasa satu-satunya cara saat ini adalah dengan cara meminta pada Sang Pencipta supaya tabir yang ada di depan kita terbuka dan kita bisa menemukan jalan keluar dari hutan ini," ucap Alma lalu kembali melanjutkan kalimatnya, "buang rasa takut kalian, yakinlah kita akan keluar dari sini."Teman-teman Alma menganggukkan kepalanya kemudian saling bertukar pandang satu sama lain dengan wajah khawatir. Sejujurnya rasa takut mulai menggelayuti perasaan mereka masing-masingKelima remaja belasan itu saling berbisik, mereka bingung sekaligus takut dengan keadaan yang harus mereka hadapi saat ini, sementara itu alam mulai menunjukkan adanya perubahan waktu. Melihat hal tersebut, ketujuh bersahabat tersebut mulai memanjatkan doa dan saat terdengar suara orang mengaji pertanda waktu azan Magrib akan segera tiba, mendadak terdengar sebuah teriakan yang mengagetkan mereka"Gaes, lihat!"Suara teriakan Amar mengejutkan keenam sahabatnya yang lain. Sontak mereka berenam menghampiri Amar yang terlihat senang."Apa, Mar? Kenapa kamu berteriak seperti itu, apa ada sesuatu?" tanya Rusdi.Amar tidak berkata apa-apa, dengan wajah tegang dia hanya menunjuk ke arah depan. Serentak keenam temannya itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Amar."Gaes, kalian lihat itu tidak?" Kali ini giliran Aldi yang bertanya pada teman-temannya."Jalan setapak! Apakah ini sebuah petunjuk?" kata Andin."Bisa jadi, ayo kita ikuti saja jalan ini!" ajak Alma.Kemudian mereka pun mengikuti jalan setapak tersebut berbaris dua-dua. Andin dan Rusdi yang berjalan di urutan paling akhir. Keduanya saling bergandeng tangan, terutama Andin. Gadis itu terlihat sedikit khawatir yang berbalut dengan rasa takut. Rusdi yang melihat perubahan wajah gadis di sampingnya semakin merapatkan gandengan tangannya. Bahkan lengan Rusdi sudah melingkar pada bahu gadis itu. Pemuda itu membisikkan kata perlin
"Tidak bisa dibuka? Apa maksudmu dengan kata tidak bisa dibuka, Mar. Jangan bohong kamu," kata Santi mulai panik."Aku tidak bercanda, San. Ini betul-betul tidak bisa dibuka sama sekali," jawab Amar mulai panik"Apa?!" pekik Alma.Gadis berambut hitam panjang itu pun akhirnya melangkah maju mendekat pada daun pintu. Jemarinya menyentuh gagang pintu dan perlahan mulai menarik ke bawah. Alma merasa aneh, lalu dia mencoba lagi. Kali ini dengan penuh tenaga bahkan gagang tersebut di naik turunkan dengan cepat.Dahi gadis itu mengerut dalam. Dia merasa bingung dan aneh, di dalam hatinya dia sampai berpikir kenapa bisa seberat ini, seperti ada yang mengganjal pintu itu sehingga tidak bisa dibuka.Selama beberapa menit, gadis itu menggerak-gerakkan handel pintu. Dia bahkan sampai mengeluarkan sebuah kawat yang sangat pipih untuk membobol kunci pintu itu, tetapi semuanya terasa sia-sia. Pintu itu tetap tidak bisa dibukaSementara itu, di belakangnya, keenam temannya menunggu dengan wajah tega
Sementara itu, di ruangan lain. Rusdi, Alma, Aldi, Andin, Baim, dan Amar yang tidak menyadari hilangnya Santi masih terus memeriksa seluruh isi rumah yang anehnya masih terlihat sangat bersih meski dari bentuk bangunannya mereka yakin sudah lama tidak ditempati.Mereka terus memeriksa setiap sudut rumah yang tampak terlantar, suasana semakin terasa mencekam. Cahaya senter hanya menerangi sedikit dari ruangan yang gelap gulita itu, dan langkah-langkah mereka yang terdengar seperti gema di koridor kosong semakin menambah ketegangan.Alma, yang sejak awal telah merasa ada yang tidak beres di rumah ini, tiba-tiba merasa sesuatu menyentuh bahunya. Dia berteriak dan mundur cepat. Ternyata, itu hanya sebuah debu yang jatuh dari langit-langit. Namun, suara teriakan Alma rupanya mampu membuat rasa takut semakin merayap ke dalam hati mereka."Kamu kenapa sih, Al? Jangan teriak- teriak terus, ih. Bikin orang jantungan mulu, sih, kamu ini," protes Baim sambil mengusap dadanya yang berdetak lebih
"Entah, aku juga tidak tahu, Al." Alma, yang selama ini menjadi yang paling skeptis, merasa ada yang memegang lengannya. Dia berteriak dan berusaha melepaskan diri, namun tidak ada yang terlihat. Semua orang dalam kelompok itu semakin panik, berusaha mencari jalan keluar dari ruang bawah tanah yang gelap dan menakutkan ini.Bulu kuduk mereka meremang, wajah-wajah mereka pun memucat karena rasa takut yang luar biasa. Kepanikan semakin nyata di wajah keenam remaja itu.Sementara mereka berusaha keluar, pintu ruang bawah tanah tiba-tiba terkunci dengan sendirinya. Mereka terperangkap di dalam, berjuang melawan ketakutan yang semakin memuncak. "Aduh, sekarang kita malah terperangkap di sini. Kita harus bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan? Seandainya tadi kita tidak mengikuti keinginan Rusdi, kita pasti tidak akan terjebak di sini," keluh Amar menyalahkan Rusdi"Sialan kamu, Mar! Bukankah tadi aku memberikan pilihan pada kalian semua dan kalian memilih untuk masuk kemari. Lal
Menjelang dini hari, tidak satupun dari mereka yang bisa tertidur pulas. Karena tidak bisa tidur, mereka memilih untuk mengikuti langkah Andin membaca doa hingga pagi menjelang."Gaes, sepertinya matahari sudah cukup terang di luar. Bagaimana kalau kita coba lagi mencari jalan keluar dari sini, sekaligus mencari keberadaan Santi?" usul Alma."Aku setuju dengan usulmu, Al. Ayo, kita kerjakan sekarang."Mereka berenam pun bergegas membereskan barang- barang mereka dan bersiap mencari jalan keluar dari ruangan gelap tersebut. Baim, Aldi, Amar, dan Rusdi baru saja menyalakan senter ketika tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu.Tiba-tiba, pintu ruang bawah tanah itu terbuka dengan sendirinya, melihat hal itu gegas keenam remaja itu keluar dari ruang bawah tanah ke koridor yang gelap. Mereka tidak ingin menunggu lebih lama lagi dan segera berlari menuju pintu utama. Namun, ketika mencoba membuka pintu tersebut, mereka menyadari bahwa itu juga terkunci."Aargh, sial! Kenapa pintu ini tid
Namun, sayangnya hingga pertanyaan itu hilang ditelan bumi, tak ada satupun temannya yang berminat menjawab pertanyaan tersebut.Andin dan Alma menangis tersedu-sedu, mereka saling berpelukkan satu sama lain. Sementara, Amar, Rusdi dan Aldi saling menatap curiga satu sama lain."Kalian berdua kemarin berada di barisan paling belakang bersama Santi, 'kan? Jangan-jangan kalian yang telah membunuh Santi atau jangan-jangan, Aldi yang sudah melakukan hal itu," tuduh Rusdi pada Alma dan Aldi.Andin yang merasa kaget dengan ucapan Rusdi sontak melepaskan pelukannya dari Alma. Dengan tatapan takut, gadis itu berteriak histeris."Kalian berdua benar-benar kejam, tidak punya belas kasihan! Apa salah Santi pada kalian berdua sehingga kalian tega membunuhnya dengan cara menggantung tubuhnya setelah sebelumnya kalian menganiaya Santi terlebih dahulu!"Alma terhenyak mendengar tuduhan yang dilayangkan oleh Rusdi dan Andin. Dia betul-betul tidak menyangka jika kedua sahabatnya itu sampai hati menuduh
Sementara Baim dan Andin berhasil menghentikan perselisihan antara Amar dan Aldi, mereka segera memutuskan untuk fokus pada tugas yang lebih mendesak. Mereka bersama-sama memikirkan cara untuk menurunkan jasad Santi dari atas tempat yang misterius ini, sambil mempersiapkan segala yang diperlukan untuk memberinya penghormatan terakhir. Di dalam rumah nomor tiga belas yang gelap dan mencekam, misteri semakin dalam, dan ketegangan di antara mereka semakin memuncak."Kita harus secepatnya mencari tangga untuk menurunkan tubuh Santi, masalahnya dimana kita bisa menemukan barang itu?" tanya Baim, "apa kita harus kembali meneliti kembali semua ruangan di rumah ini, hanya untuk mencari sebuah tangga?""Entah, Im. Jika harus kembali ke memeriksa rumah ini, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi. Aku takut, Im," sahut Alma. "Lagipula rumah ini kelihatannya sudah sangat lama tidak ada penghuninya, barang-barang seperti tangga pasti sudah lapuk dimakan usia atau rayap.""Aku tau, Al. Tapi, masa iya
Mereka lalu mengeluarkan beberapa lembar kain tebal yang biasa mereka pakai untuk selimut untuk menutupi jasad Santi dan menyerahkannya kepada Amar. Usai menutupi jenazah salah satu teman karibnya, Amar pun kembali duduk di ruang tamu, tetapi tidak ada satupun suara keluar dari lisan mereka. Ketegangan masih terasa di udara, dan pertanyaan-pertanyaan misterius masih menghantui pikiran mereka. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Dan mengapa Santi harus mati dengan cara yang mengerikan?Keenam sahabat itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, sesekali mereka mengusap tengkuk dan kedua tangan mereka dikarenakan bulu kuduk mereka meremang. Di tengah suasana tegang tersebut, tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh tak beraturan dari perut Amar. "Kamu lapar, Mar?" Rusdi yang duduk paling dekat dengan Andin, auto menanyai Amar tanpa berbasa-basi lagi. "Iya, Rus. Maaf, aku tinggal dulu semuanya. Aku mau mencari bahan makanan yang sukup jawaban untuk kita semua." Usai mengatakan h