Share

Bab 7. Ruang Bawah Tanah

"Entah, aku juga tidak tahu, Al."

Alma, yang selama ini menjadi yang paling skeptis, merasa ada yang memegang lengannya. Dia berteriak dan berusaha melepaskan diri, namun tidak ada yang terlihat. Semua orang dalam kelompok itu semakin panik, berusaha mencari jalan keluar dari ruang bawah tanah yang gelap dan menakutkan ini.

Bulu kuduk mereka meremang, wajah-wajah mereka pun memucat karena rasa takut yang luar biasa. Kepanikan semakin nyata di wajah keenam remaja itu.

Sementara mereka berusaha keluar, pintu ruang bawah tanah tiba-tiba terkunci dengan sendirinya. Mereka terperangkap di dalam, berjuang melawan ketakutan yang semakin memuncak.

"Aduh, sekarang kita malah terperangkap di sini. Kita harus bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan? Seandainya tadi kita tidak mengikuti keinginan Rusdi, kita pasti tidak akan terjebak di sini," keluh Amar menyalahkan Rusdi

"Sialan kamu, Mar! Bukankah tadi aku memberikan pilihan pada kalian semua dan kalian memilih untuk masuk kemari. Lalu, sekarang setelah semuanya terjadi, kalian menyalahkan aku?!" Rusdi melotot ke arah Amar karena tidak terima dengan kata-kata pemuda itu.

Baim yang memang tidak suka dengan perkelahian atau perselisihan apa pun bentuknya, langsung menengahi agar permasalahan itu tidak berlanjut.

Akan tetapi, Rusdi tidak menerimanya. Pria muda itu bersikap seolah-olah Baim dan Amar bersekongkol untuk menyalahkan tawaran yang tadi dia berikan.

Perselisihan pun kembali meruncing, kali ini Baim kembali terseret dalam perdebatan dengan Rusdi yang memang keras kepala.

"Sudah cukup kalian semua! Tidak seharusnya kalian berdebat dan berkelahi di saat seperti ini! Kita harus bersatu untuk menemukan Santi dan jalan keluar dari rumah ini. Jadi, berhentilah berkelahi!" sentak Alma dengan kemarahan yang memancar dari sorot matanya yang indah

"Tapi, Al... ." Rusdi berusaha mendebat Alma, tetapi gadis itu dengan segera menyentak Rusdi agar tidak terlalu banyak bicara hal yang tidak penting dan bersikap lebih sabar.

"Kalian juga, Amar, Baim. Kita semua di sini panik, takut dan kebingungan, jadi tolong jangan memperkeruh suasana. Jangan mudah terpancing dengan hal yang tidak penting," tandas Alma dengan wajah merah menahan marah.

"Sudah, Al. Redakan emosimu, sabar," ucap Aldi dan Andin seraya mengusap-usap lengan Alma supaya kemarahan gadis itu mereda.

Rusdi, Baim, dan Amar terdiam mendengar kata-kata Alma. Mau tidak mau mereka bertiga pun menuruti perkataan gadis manis itu.

Akhirnya, setelah beberapa lama dalam kegelapan yang mencekam, mereka mencoba mencari cara untuk membuka pintu yang terkunci. Amar mengambil senternya dan menyinari sekeliling pintu, mencari tanda-tanda mekanisme kunci atau sesuatu yang bisa membantu mereka keluar.

Akan tetapi, ketika cahaya senter mencapai salah satu dinding, mereka semua melihat sesuatu yang membuat bulu kuduk mereka merinding. Di dinding itu tergambar sebuah bayangan gelap yang terlihat seperti sosok manusia dengan tangan terulur ke arah mereka. Amar segera mematikan senter, dan suasana semakin mencekam.

"Si-siapa itu tadi, Mar?

"Entah, aku pun tidak tahu," sahut Amar.

Akhirnya, karena rasa takut yang luar biasa sedangkan pintu masih terkunci dari luar, sementara rasa lelah dan lapar sudah mendera. Mereka pun memutuskan untuk memakan bekal mereka dan menunggu di sana hingga tertidur sambil berharap pintu itu bisa kembali terbuka.

Walaupun kelelahan, tetapi mereka bertujuh tidur dalam keadaan tidak tenang. Mereka seringkali terjaga, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bergantian

Mereka merasa bahwa ada kehadiran yang tidak terlihat di dalam ruangan itu. Suara-suara aneh bergema di sekitar mereka, seperti bisikan-bisikan yang tak terdengar jelas. Andin mulai berdoa dengan gemetar, berharap agar mereka bisa keluar dari situ dengan selamat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status