Sementara itu, di ruangan lain. Rusdi, Alma, Aldi, Andin, Baim, dan Amar yang tidak menyadari hilangnya Santi masih terus memeriksa seluruh isi rumah yang anehnya masih terlihat sangat bersih meski dari bentuk bangunannya mereka yakin sudah lama tidak ditempati.
Mereka terus memeriksa setiap sudut rumah yang tampak terlantar, suasana semakin terasa mencekam. Cahaya senter hanya menerangi sedikit dari ruangan yang gelap gulita itu, dan langkah-langkah mereka yang terdengar seperti gema di koridor kosong semakin menambah ketegangan.Alma, yang sejak awal telah merasa ada yang tidak beres di rumah ini, tiba-tiba merasa sesuatu menyentuh bahunya. Dia berteriak dan mundur cepat. Ternyata, itu hanya sebuah debu yang jatuh dari langit-langit. Namun, suara teriakan Alma rupanya mampu membuat rasa takut semakin merayap ke dalam hati mereka."Kamu kenapa sih, Al? Jangan teriak- teriak terus, ih. Bikin orang jantungan mulu, sih, kamu ini," protes Baim sambil mengusap dadanya yang berdetak lebih kencang karena takut dan terkejut."Aduh, maaf, Im, aku tidak bermaksud mengageti apalagi menakuti kalian. Aku sendiri juga merasa kaget karena debu- debu yang berguguran di bahuku dari langit- langit rumah," jelas Alma yang wajahnya sendiri pun sudah memucat.Melihat wajah temannya itu membuat Baim tidak tega untuk terus memarahi gadis manis di samping kirinya tersebut, hingga dia pun akhirnya hanya membuang napas kasar.Sementara itu, Alma yang merasa tensi takutnya meninggi pun mulai merengek pada Aldi, saudara kembarnya."Al, kita pulang saja, yuk. Aku takut, Al. Rasanya rumah ini begitu aneh dan menakutkan, belum lagi sekarang Santi hilang. Kemana kita harus mencari Santi, Al?""Entah, Al, aku juga tidak tahu. Tapi, kita juga tidak mungkin keluar begitu saja dari rumah ini tanpa Santi. Apa kamu tega meninggalkan dia sendirian di rumah ini?" tanya AldiAlma mendesah perlahan, gadis itu pun merasa tidak akan mungkin tega membiarkan sahabatnya seorang diri di rumah semenakutkan ini tetapi dia sendiri merasa tidak cukup berani untuk tinggal lebih lama lagi."Kamu sabar, ya, Al. Aku janji akan selalu berada di sampingmu, aku akan selalu ada untuk menjaga dan menemanimu hingga akhir hayatku," ucap Aldi seraya memeluk adik kembarnya.Alma hanya mengangguk, tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir mungil gadis itu, hanya tetesan air mata saja yang perlahan mulai menghiasi pelupuk matanya yang indah.Aldi yang merasa kasihan dengan saudara kembarnya ini pun terus menerus berusaha menenangkan Alma sambil berjalan perlahan mengikuti teman-temannya yang lain.Keenam orang itu terus berjalan menyusuri lorong demi lorong, kamar demi kamar, mencari Santi dan juga jalan keluar dari rumah tua ini, hingga akhirnya tibalah mereka di sebuah kamar."Di sini ada kamar, gaes. Apa sebaiknya kita buka saja pintunya dan masuk ke dalam, siapa tau kita akan menemukan petunjuk mengenai rumah ini," kata Rusdi meminta pendapat teman-temannya.Kelima temannya yang lain saling bertukar pandang. Alma yang memang sudah sejak penemuan tulisan merasa takut berada di rumah itu pun menggelengkan kepalanya. Dia hanya ingin cepat keluar dengan selamat dari rumah itu dengan seluruh temannyaAkan tetapi, karena teman-temannya yang lain selain Aldi merasa penasaran seperti Rusdi akhirnya, mereka pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan itu.Rusdi mencoba membuka pintu ruangan yang ternyata menuju ruang bawah tanah. Pintu itu terbuka perlahan, menghasilkan suara yang menggelikan. Mereka melangkah masuk, dan cahaya senter mereka menerangi suasana yang semakin menyeramkan."Al, kita balik ke atas aja, yuk. Aku merasa ada sesuatu yang sangat gelap dan jahat di sini. Aku takut, Al," kata Alma kembali merengek seraya merapat ke lengan Aldi yang di peluknya erat."Aku pun mau seperti itu, Al. Tapi, kita tidak mungkin memisahkan diri dari yang lain, kalau tidak mau bernasib sama seperti Santi. Kamu tenang saja, ya. Aku ada di sini bersamamu, aku tidak akan membiarkanmu terluka," jawab Aldi menenangkan saudaranya. "Jangan takut lagi, ya."Di dalam ruang bawah tanah, mereka menemukan berbagai artefak misterius dan tulisan aneh di dinding. Buku-buku tua yang terbuka di halaman tertentu, seperti ada pesan tersembunyi. Ketika mereka mencoba membaca tulisan itu, suara aneh terdengar di seluruh ruangan."Al, i-itu suara apa?" bisik Alma ketakutan."Entah, aku juga tidak tahu, Al." Alma, yang selama ini menjadi yang paling skeptis, merasa ada yang memegang lengannya. Dia berteriak dan berusaha melepaskan diri, namun tidak ada yang terlihat. Semua orang dalam kelompok itu semakin panik, berusaha mencari jalan keluar dari ruang bawah tanah yang gelap dan menakutkan ini.Bulu kuduk mereka meremang, wajah-wajah mereka pun memucat karena rasa takut yang luar biasa. Kepanikan semakin nyata di wajah keenam remaja itu.Sementara mereka berusaha keluar, pintu ruang bawah tanah tiba-tiba terkunci dengan sendirinya. Mereka terperangkap di dalam, berjuang melawan ketakutan yang semakin memuncak. "Aduh, sekarang kita malah terperangkap di sini. Kita harus bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan? Seandainya tadi kita tidak mengikuti keinginan Rusdi, kita pasti tidak akan terjebak di sini," keluh Amar menyalahkan Rusdi"Sialan kamu, Mar! Bukankah tadi aku memberikan pilihan pada kalian semua dan kalian memilih untuk masuk kemari. Lal
Menjelang dini hari, tidak satupun dari mereka yang bisa tertidur pulas. Karena tidak bisa tidur, mereka memilih untuk mengikuti langkah Andin membaca doa hingga pagi menjelang."Gaes, sepertinya matahari sudah cukup terang di luar. Bagaimana kalau kita coba lagi mencari jalan keluar dari sini, sekaligus mencari keberadaan Santi?" usul Alma."Aku setuju dengan usulmu, Al. Ayo, kita kerjakan sekarang."Mereka berenam pun bergegas membereskan barang- barang mereka dan bersiap mencari jalan keluar dari ruangan gelap tersebut. Baim, Aldi, Amar, dan Rusdi baru saja menyalakan senter ketika tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu.Tiba-tiba, pintu ruang bawah tanah itu terbuka dengan sendirinya, melihat hal itu gegas keenam remaja itu keluar dari ruang bawah tanah ke koridor yang gelap. Mereka tidak ingin menunggu lebih lama lagi dan segera berlari menuju pintu utama. Namun, ketika mencoba membuka pintu tersebut, mereka menyadari bahwa itu juga terkunci."Aargh, sial! Kenapa pintu ini tid
Namun, sayangnya hingga pertanyaan itu hilang ditelan bumi, tak ada satupun temannya yang berminat menjawab pertanyaan tersebut.Andin dan Alma menangis tersedu-sedu, mereka saling berpelukkan satu sama lain. Sementara, Amar, Rusdi dan Aldi saling menatap curiga satu sama lain."Kalian berdua kemarin berada di barisan paling belakang bersama Santi, 'kan? Jangan-jangan kalian yang telah membunuh Santi atau jangan-jangan, Aldi yang sudah melakukan hal itu," tuduh Rusdi pada Alma dan Aldi.Andin yang merasa kaget dengan ucapan Rusdi sontak melepaskan pelukannya dari Alma. Dengan tatapan takut, gadis itu berteriak histeris."Kalian berdua benar-benar kejam, tidak punya belas kasihan! Apa salah Santi pada kalian berdua sehingga kalian tega membunuhnya dengan cara menggantung tubuhnya setelah sebelumnya kalian menganiaya Santi terlebih dahulu!"Alma terhenyak mendengar tuduhan yang dilayangkan oleh Rusdi dan Andin. Dia betul-betul tidak menyangka jika kedua sahabatnya itu sampai hati menuduh
Sementara Baim dan Andin berhasil menghentikan perselisihan antara Amar dan Aldi, mereka segera memutuskan untuk fokus pada tugas yang lebih mendesak. Mereka bersama-sama memikirkan cara untuk menurunkan jasad Santi dari atas tempat yang misterius ini, sambil mempersiapkan segala yang diperlukan untuk memberinya penghormatan terakhir. Di dalam rumah nomor tiga belas yang gelap dan mencekam, misteri semakin dalam, dan ketegangan di antara mereka semakin memuncak."Kita harus secepatnya mencari tangga untuk menurunkan tubuh Santi, masalahnya dimana kita bisa menemukan barang itu?" tanya Baim, "apa kita harus kembali meneliti kembali semua ruangan di rumah ini, hanya untuk mencari sebuah tangga?""Entah, Im. Jika harus kembali ke memeriksa rumah ini, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi. Aku takut, Im," sahut Alma. "Lagipula rumah ini kelihatannya sudah sangat lama tidak ada penghuninya, barang-barang seperti tangga pasti sudah lapuk dimakan usia atau rayap.""Aku tau, Al. Tapi, masa iya
Mereka lalu mengeluarkan beberapa lembar kain tebal yang biasa mereka pakai untuk selimut untuk menutupi jasad Santi dan menyerahkannya kepada Amar. Usai menutupi jenazah salah satu teman karibnya, Amar pun kembali duduk di ruang tamu, tetapi tidak ada satupun suara keluar dari lisan mereka. Ketegangan masih terasa di udara, dan pertanyaan-pertanyaan misterius masih menghantui pikiran mereka. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Dan mengapa Santi harus mati dengan cara yang mengerikan?Keenam sahabat itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, sesekali mereka mengusap tengkuk dan kedua tangan mereka dikarenakan bulu kuduk mereka meremang. Di tengah suasana tegang tersebut, tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh tak beraturan dari perut Amar. "Kamu lapar, Mar?" Rusdi yang duduk paling dekat dengan Andin, auto menanyai Amar tanpa berbasa-basi lagi. "Iya, Rus. Maaf, aku tinggal dulu semuanya. Aku mau mencari bahan makanan yang sukup jawaban untuk kita semua." Usai mengatakan h
Alma merasa cemas dan tidak bisa menenangkan dirinya. Dia terus berdoa dalam hati, memohon agar Amar kembali dengan selamat dari rumah yang misterius itu. Pikirannya terus melayang pada Santi yang telah kehilangan nyawanya di tempat ini, dan dia berharap tidak akan ada korban lain.Waktu terus berlalu, dan ketegangan di ruangan semakin terasa. Mereka semua duduk dalam keheningan yang gelap, hanya diselingi oleh suara-suara aneh dari luar rumah. Mereka tahu bahwa Amar adalah satu-satunya harapan mereka untuk mendapatkan makanan, tetapi kekhawatiran mereka semakin mendalam seiring berjalannya waktu.Andin, Rusdi, Baim, dan Aldi juga merasakan ketegangan yang sama. Mereka saling melemparkan pandangan yang penuh kekhawatiran, tetapi tak ada yang berani mengucapkan kata-kata. Mereka hanya bisa menunggu dan berharap bahwa Amar akan kembali dengan selamat, membawa berita bahwa mereka bisa keluar dari rumah itu dan melanjutkan rencana liburan mereka atau kembali ke rumah dengan membawa jenaza
Setelah beberapa lama berusaha, akhirnya, Amar berhasil mencongkel lemari besar itu. Dengan bernafsu, Amar membuka pintu itu, berharap mendapati beberapa bahan makanan yang bisa dibawanya dan dimakan bersama enam sahabat karibnya Namun, ternyata dugaannya salah, yang Amar dapati saat lemari itu berhasil dibuka adalah sepotong tangan kiri yang terlihat masih sangat segar seperti baru saja dipotong. Alih-alih berteriak meminta pertolongan, Amar malah mengamati potongan tangan yang bersimbah darah itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Potongan tangan ini...sepertinya aku kenal?" Amar bergumam sendiri sambil mengamati potongan tangan itu. Dengan rasa penasaean, pemuda itu mengambil lempengan besi yang tadi dipakainya untuk mencongkel pintu lemari, kemudian memutar potongan tangan tersebut. "Hei, cincin di jari kelingking ini kenapa mirip sekali dengan cincin yang kupakai, ya? Tapi, masa iya, cincinku itu ada yang menyamai, padahal kan itu pesanan khusus." Lagi-lagi Amar hanya menggumam
Dan, bersamaan dengan itu mata Amar terbelalak lebar, mulutnya memuntahkan banyak darah tanpa sempat bersuara, dan pada detik berikutnya warna hitam matanya sudah berganti putih dan kepalanya pun terkulai lemas tanpa daya. Sementara itu, enam sekawan yang terkejut mendengar suara tawa menakutkan dan petir yang bersahutan itu pun saling memeluk sambil menutup wajah dan mata mereka masing-masing. "Al, Ndin, i-itu tadi suara siapa? Kenapa begitu menakutkan, sampai sekarang aku masih merinding." Rusdi menanyai Alma yang terkenal paling sensitif dengan hal-hal gaib di antara mereka. Alma menggelengkan kepalanya karena dia sendiri tidak tahu sosok seperti apa yang tertawa begitu nyaring dan melengking menakutkan tadi. "Hih, kenapa aku berada di sini, di tempat laknat yang merenggut nyawa salah satu teman karibku!" Rusdi mulai kembali memaki karena kesalAndin tersentak mendengar kata-kata makian yang keluar dari mulut Rusdi, dan berteriak hingga mengagetkan teman-temannya yang lain. "A