Share

BAB 2: Anak Siapa?

Suara riang nyanyian anak-anak terdengar dari sebuah bus yang kini bergerak di jalanan, anak-anak kecil di dalamnya terlihat senang menikmati perjalanan pulang mereka dari sekolah.

Di antara ramaiannya anak-anak yang bernyanyi, terdapat seorang anak laki-laki yang kini tengah duduk di kursi paling belakang sambil menopang pipinya yang kemerahan. Anak itu memilki mata yang biru dan rambut pirang, dia terlihat berbeda dari anak-anak lainnya.

Anak itu terlihat memilih duduk dalam kesendirian dan mengasingkan diri dari keramaian, wajah mungilnya memasang raut muka yang sedih karena harus segera pulang dan kembali rumahnya yang membosankan.

Anak itu bernama Prince.

Prince lebih suka diam sendirian dan memperhatikan setiap belokan jalan yang di lewatinya di daripada harus bergabung bersama teman-temannya.

Bus sekolah itu memasuki area perumahan dan mengantarkan beberapa anak kecil yang tinggal di sana, anak-anak yang turun dari bus sudah di tunggu babysitter maupun orang tuanya.

Prince masih duduk di tempatnya, memperhatikan satu persatu teman-temannya sudah turun dari bus hingga menyisakan dirinya seorang.

Prince memutuskan melompat turun dari kursi dan melewati beberapa kursi lainnya yang kini sudah kosong. Prince memutuskan untuk duduk di kursi belakang sopir.

“Prince, kamu akan turun di mana?” tanya Jannah.

Jannah adalah salah satu sopir yang bertugas mengantar jemput semua murid yang masih bersekolah di taman kanak-kanak.

“Toko nenek,” jawab Prince singkat.

“Baiklah,” Jannah mengangguk.

Selama ini Prince selalu turun di tiga tempat, terkadang di rumahnya, rumah kakek-neneknya, terkadang pula di depan toko neneknya karena keluarganya sibuk dengan pekerjaan mereka.

“Bu Jannah, bisakah mengemudinya lebih pelan?” tanya Prince.

Jannah tersenyum ramah dan mengangguk setuju, wanita itu membelokan kemudinya keluar dari area perumahan dan pergi menuju tempat di mana Prince akan di turunkan.

***

Selesai merapikan rumah, Rosea memutuskan pergi ke taman umum mencari suasana baru yang bisa dia nikmati di kala santai, keberadaan taman yang tidak terlalu jauh membuat Rosea bisa menempuhnya sambil berjalan santai dalam waktu beberapa menit.

Rasa puas memenuhi hati Rosea karena di dekat wilayah perumahannya ada banyak taksi yang tersedia, semua keperluan dari tempat hiburan, restaurant,  tempat nongkrong, hotel, tempat olahraga, mall dan gerai barang-barang mewah, berkumpul begitu mudah untuk di jangkau.

Rosea beruntung bisa membeli tanah dari kakek misterius dengan harga yang murah, entah ke mana perginya kini kakek misterius yang baik hati itu, sudah hampir setengah tahun mereka tidak bertemu.

Dengan langkah lebarnya Rosea berlari melintasi jalanan mencari tempat duduk yang tersedia di pinggir lapangan.

Sejenak Rosea terdiam, wanita itu melihat bangku yang akan di dudukinya sudah di tempati oleh seorang anak kecil. Rosea berdeham cukup keras membuat anak laki-laki yang duduk itu langsung mendongkakan kepalanya.

“Hay, aku boleh ikut  duduk di sini tidak?” tanya Rosea seraya menunjukan tempat kosong di samping Prince.

Tanpa bersuara Prince mengangguk memperbolehkan, Prince kembali memperhatikan beberapa anak remaja yang tengah bermain bola.

Rosea langsung duduk dan mengeluarkan macbooknya, sejenak wanita itu meluangkan waktunya untuk memeriksa laporan-laporan yang masuk mengenai toko perhiasannya yang sudah beberapa hari ini dia tinggalkan karena sibuk mengurus kepindahan.

Setelah lebih dari dua puluh menit berkutat dengan laporan yang masuk, Rosea kembali menutup macbooknya dan memasukannya ke dalam tas, kini dia mengeluarkan sekotak makanan yang di bawanya dari rumah.

Rosea membuka penutup makanan dan melihat nasi goreng buatannya, dengan cepat dia mengambil sendok dan mulai menyuapkan sesendok nasi bercampur udang, telur, sosis dan makanan lainnya yang terasa sedikit basah gurih di mulutnya.

Baru satu suap Rosea memakan makananya, kini dia tidak dapat mengunyahnya lagi ketika menyadari anak kecil yang duduk di sampingnya, kini tengah memperhatikannya.

Aroma masakan Rosea membuat Prince langsung mengalihkan perhatiannya dari anak-anak yang bermain bola.

“Mau?” tanya Rosea berbasa-basi.

Prince menegakan tubuhnya untuk melihat isi isi kotak makanan Rosea. Prince menelan salivanya dan tidak menjawab karena ragu. Makanan yang di bawa Rosea sangat menggodanya, namun Prince tidak bisa menerima tawarannya karena neneknya akan marah besar jika Prince makan sembarangan.

 “Usiamu berapa?” Suara Rosea merendah dan sedikit lebih lembut.

Prince tertunduk mencoba mengingat usianya sekarang.

 “Ini memakai micin, aku masak memakai micin karena micin itu enak. Tapi anak di bawah lima tahun tidak boleh memakannya,” jelas Rosea memberitahu.

Prince mangangkat kepalanya dan memperhatikan Rosea yang kembali menyuapkan makanannya.

 “Enam tahun,” jawab Prince untuk pertama kalinya membuka suara.

Rosea menelan makananya perlahan, wanita itu langsung membuang mukanya dan menyodorkan kotak makananya. “Kalau mau, kamu boleh makan satu suap saja,” tawar Rosea yang terdengar seperti anak kecil yang sedang berusaha merelakan makanan kesukaannya di makan orang lain.

Prince mengerjap kaget karena ada orang asing yang baik dan juga hangat kepadanya.

Masih dengan perasaan ragunya Prince mengambil kotak makanan Rosea dan menempatkannya di pangkuannya. Sekali lagi Prince memperhatikan isi kotak makanan Rosea dengan penuh ketelitian.

“Apa ini tidak berbahaya?” tanya Prince tidak terduga.

Pupil mata Rosea melebar, pertanyataan anak kecil itu terdengar cukup sombong dan tidak sopan untuk dia dengar. “Jika berbahaya, aku tidak akan mungkin memakannya.”

“Siapa yang memasak?” tanya Prince lagi, jawaban Rosea sama sekali belum mampu menghilangkan keraguan di hatinya.

“Aku.”

“Kenapa tidak juru masak yang membuat?”

Rosea melongo kaget, pertanyaan anak itu semakin terdengar sombong dan membuat jiwa susah Rosea meronta-ronta.

To Be Continued..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status