Share

BAB 8: Berkenalan

Pagi-pagi sekali Rosea sudah terbangun, wanita itu menghabiskan waktunya untuk melakukan olahraga di pagi sebelum memulai aktivitasnya yang lain.

Rosea menekan layar treadmill mempercepat langkahnya menjadi berlari.

Suara ceburan terdengar di sebelah tembok pagar rumah Rosea.  Jarak rumahnya dengan rumah tetangga sebelah hanya terpisah oleh dua buah pagar yang saling berdampingan, karena itu Rosea bisa mendengar suara berisik pesta semalam.

Jika mengingat kejadian pesta semalam, Rosea kini tersenyum geli mengingat bagaimana pesta yang meriah berakhir dengan kedatangan polisi, setengah jam setelah itu tetangganya memanggil banyak tukang bersih-bersih untuk merapikan rumahnya di pagi buta.

Suara ceburan air terdengar lagi menandakan tetangga Rosea tengah berenang.

Setelah lama Rosea bergerak, dia memutuskan turun dari treadmill untuk minum dan mengusap peluh keringat yang membasahi wajahnya.

 “Hallo tetangga.”

“Uhuk” Rosea tersedak kaget melihat kehadiran Atlanta yang kini muncul tiba-tiba di balik tembok rumahnya. “Ada apa?” tanya Rosea sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan.

Atlanta tersenyum menawan, bola matanya yang kekuningan seperti emas itu terlihat terang, rambutnya yang basah meninggalkan banyak tetesan air yang membasahi wajah tampannya.

Rosea menyipitkan matanya, dia merasa terngganggu karena sejak semalam Atlanta terus-terusan tersenyum kepadanya.

“Apa senyum-senyum?” decih Rosea terganggu.

Tiba-tiba Atlanta memanjat naik tembok, melewati pagar rumahnya sambil bertelanjang dada dan masih mengenakan celana renang dengan tubuh yang basah kuyup.

“Apa yang kamu lakukan?” teriak Rosea panik.

“Apa?” Tanya balik Atlanta yang kini melompat memasukan pekarangan rumah Rosea.

“Mau apa kamu masuk?” teriak Rosea ketakutan, Rosea khawatir jika tetangganya akan balas dendam padanya.

Dengan tenang Atlanta melangkah mendekat, pria itu berdiri di hadapan Rosea dalam jarak yang cukup dekat sampai-sampai Rosea bisa melihat tanda merah di dada Atlanta bekas ciuman.

Rosea menarik napasnya dengan kesulitan, konsentrasinya  buyar karena tidak dapat menghindar untuk mengagumi kesempurnaan fisik yang di miliki Atlanta.

Tangan kokoh Atlanta terulur  mengajak bersalaman. “Kita belum berkenalan.”

Rosea terdiam dalam keterpukauannya untuk beberapa saat, dengan cepat tangannya menyambut tangan Atlanta dan menggenggamnya dengan kuat.

 “Aku Atlanta, siapa namamu?”

 “Rosea. Panggil Sea,” jawab Rosea terbata, dengan sangat cepat dia kembali melepaskan diri dari genggaman Atlanta.

Atlanta terdiam sejenak melihat Rosea dengan seksama, kondisinya semalam sedikit mabuk membuat dia tidak melihat wajah Rosea dengan benar. Samar kening Atlanta mengerut, pria itu teringat sesuatu yang sudah cukup lama terlupakan.

“Kamu pernah ke Botswana?” tanya Atlanta tiba-tiba.

“Ada urusannya dengan kamu?”

Atlanta menggeleng terlihat ragu untuk bertanya lebih karena takut salah orang.

“Mau apa kamu ke sini?”

“Untuk pesta semalam.” Atlanta bersedekap dengan dengan mata yang sedikit menyipit menatap penuh perhitungan. “Perlu kamu tahu, aku akan selalu mengadakan pesta sekitar satu atau dua bulan sekali di rumah. Ke depannya ku harap kamu terbiasa dengan pesta di rumahku.”

Kepala Rosea mendongkak membalasa tatapan Atlanta. “Kamu bisa mengadakan pesta selama itu tidak berisik,” jawabnya dengan enteng.

“Tidak ada pesta yang tidak berisik.  Jika tidak berisik, itu bukan pesta namanya, namun smedi,” protes Atlanta dengan serius.

“Jika kamu tetap membuat pesta yang berisik. Jangan membuat pesta.”

“Itu hakku.”

“Jika kamu membicarakan masalah hak. Aku akan melaporkannya lagi seperti semalam. Aku memiliki hak untuk melapor jika terganggu,” debat Rosea tidak mau kalah.

 “Apa yang kamu katakan itu berlebihan. Hidup jangan terlalu serius,” Atlanta sedikit menyindir.

Rosea langsung bertolak pinggang terlihat tidak terima, dia pindah dan membuat rumah pribadi karena ingin hidup tenang dan bebas.  Jika Rosea harus mendengarkan banyak pesta yang sangat berisik mengganggunya, itu sama saja seperti masih tinggal bersama orang tuanya.

“Dengar ya. Secara hukum, siapapun bisa melaporkan tetangganya yang menyebalkan. Kamu harus tahu ya, aku bisa menuntut kamu berdasarkan pada pasal 593 KUH pidana, kamu bisa di kurung bila membuat gaduh dan riuh sehingga ketentraman tetangga kamu menjadi terganggu,” ancam Rosea tidak main-main 

Atlanta mengusap wajahnya yang basah karena tetesan air dari rambutnya yang basah, bibirnya yang penuh dan sedikit basah itu sedikit terbuka saat membuang napasnya dengan gusar.

“Kamu bicara seperti itu untuk mengancam aku?” tanya Atlanta dengan suara merendah.

Bola mata Rosea memutar, “Aku tidak mengancam, hanya mengingatkan.”

Bibir Atlanta menekan, menahan perkataan yang hanya menimbulkan perdebatan panjang. Sekali lagi Atlanta mengusap wajahnya, “Baiklah, kita lihat saja nanti. Sampai jumpa.”

Dalam satu gerakan Atlanta membalikan tubuhnya dan segera pergi memanjat tembok dengan mudah, kepergian pria itu tidak lepas dari perhatian Rosea yang kini terlihat penasaran apakah tetangganganya membencinya atau tidak.

Tapi, kenapa Atlanta menanyakan Botswana?

Rosea pernah ke sana untuk membeli berlian tiga tahun yang lalu bersama kekasihnya.

To Be Continued..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status