Rosea memeluk kotak makanan yang di berikan oleh Prince, ada sepercik kesenangan yang menyentuh hatinya memikirkan Prince dengan tulus menyiapkan makanan berwarna merah muda untuknya.
“Aku akan mengembalikan kotak makananmu lagi nanti. Aku akan membalasnya, kamu suka makanan apa?” tanya Rosea.
Mata Prince berbinar senang, “Aku suka makanan laut dan kue keju. Jadi, mulai besok kita akan saling bergantian memberikan makanan?” tanyanya dengan polos. Prince berpikir saling membalas makanan layaknya surat menyurat.
Prince tidak tahu jika Rosea akan membalas kebaikan Prince hanya sebagai formalitas saja. Perhatian Rosea beralih ke sisi, melihat Adam yang keluar dari mobil.
Rosea menatap jam di tangannya dan menyadari bahwa dia sudah lebih dari tiga menit bicara dengan Prince.
Rosea segera berdiri, “Om” sapa Rosea dengan canggung. “Maaf saya tidak bermaksud mengganggu perjalanan Anda dengan putera Anda,” tambah Rosea lagi langsung menjelaskan.
Adam memasang wajah datar tidak bersahabat. “Saya sopir pribadi Prince. Panggil saya Adam.”
Rosea tertunduk, pantas Prince sangat tidak mirip sedikitpun dengan Adam.
“Saya Rosea, panggil saja Sea,” kata Rosea.
Samar Adam mengangguk dan masih memasang ekspresi datarnya. “Jika Anda memiliki waktu. Ayah Prince ingin bertemu,” ucap Adam tanpa basa-basi.
Bibir Rosea mengatup rapat, sebuah kebingungan terlukis di matanya. Untuk apa ayah Prince ingin bertemu?.
“Benarkah Adam? Sea, ayo bertemu ayah,” ajak Prince ikut angkat bicara setelah cukup lama diam dan mendengarkan percakapan Adam bersama Rosea.
“Tapi, untuk apa?” tanya Rosea bingung.
“Hanya ingin mengenal Anda,” jawab Adam.
Jawaban Adam yang mencurigakan membuat Rosea takut.
“Maaf sepertinya tidak bisa, saya sibuk dan harus segera pulang,” tolak Rosea mendadak gagap.
Rosea merasakan ada sesuatu yang aneh, sangat aneh baginya karena dia dan Prince kemarin hanya saling menyapa dan kini Prince memberikan makanan, lalu ayah Prince ingin bertemu. Rosea patut curiga.
Mendengar penolakan Rosea, Adam mendekat beberapa langkah dan tertunduk, pria itu segera berkata, “Sikap Anda kepada Prince cukup mencurigakan. Patut di pertanyakan, kenapa anak kecil seperti Prince bisa akrab dengan orang asing apalagi dia sudah dewasa. Jika Anda menolak tawaran bertemu dengan ayah Prince, Anda akan semakin menambah kecurigaan kami. Jika Anda orang baik-baik, ikutlah dengan kami. Tapi, jika Anda menolak, saya bisa memastikan bahwa Anda akan di terror dalam waktu beberapa minggu ke depan.”
Wajah Rosea memucat kaget mendengarkan apa yang Adam katakan cukup menakutkan. “Ta,tapi untuk apa kami bertemu?” gagap Rosea.
“Untuk memastikan apakah Anda orang baik atau bukan. Jika Anda merasa Anda orang baik tanpa memiliki rencana apapun kepada Prince, ikuti saja keinginan ayah Prince.”
“Baiklah, saya akan ikut,” jawab Rosea dengan napas tertahan. Andai Rosea tahu bahwa orang tua Prince adalah orang yang menakutkan, mungkin dia tidak akan pernah mau menyapa dan berbicara dengan Prince.
***
Rosea duduk dengan gelisah di sisi Prince, beberapa kali dia mengusap telapak tangannya yang kini berkeringat dingin karena takut. Sepanjang perjalanan Rosea tidak dapat berpikir baik, kepalanya di penuhi oleh pikiran yang buruk dan kecurigaan takut terjadi sesuatu kepadanya.
“Sea, minumlah,” Prince memberikan sebuah minuman kotak pada Rosea.
“Terima kasih” Dengan cepat Rosea mengambil minuman itu dan menegaknya, mendadak tenggorokannya menjadi kering karena gelisah.
Adam yang menyetir di depan sesekali melihat ke belakang dan memperhatikan Rosea, sikap waspada Adam yang mengintimidasi membuat Rosea kian di landa ketakutan.
“Prince, apa kamu tahu kenapa ayah kamu ingin bertemu aku?” Rosea mulai mencari tahu.
“Memang ayah seperti itu. Dia selalu ingin ikut berkenalan dengan teman aku.”
“Memangnya kita temanan?” tanya Rosea spontan.
Kebingungan langsung terlihat jelas di wajah Prince yang tidak tahu harus menjawab apa. Anak itu terdiam dan hanya bisa meremas celana pendek yang di kenakannya.
Adam yang sejak tadi terus memperhatikan mulai merasakan situasi di mana Prince mungkin akan menangis karena tidak bisa menjawab.
“Saya pikir kalian berteman,” Adam menjawab.
“Ya, tapi apa Prince tidak malu berteman orang dewasa seperti saya?” tanya Rosea lagi.
“Tidak,” jawab Prince dengan cepat penuh keyakinan.
Rosea mengangkat minuman kotak di tangannya dan memberi isyarat kepada Prince untuk untuk bersulang. “Cheers.”
Bibir mungil Prince perlahan tersenyum, anak itu membenturkan kotak minumannya dengan Rosea. Prince sering melihat saat ayahnya berbicara akrab dengan orang-orang asing, mereka terlihat senang saat bersulang minuman. Mungkin itu juga yang Rosea pikirkan saat bisa berteman dengannya. Itulah yang Prince pikirkan.
Tidak berapa lama mereka sampai di kantor Leonardo, Rosea mengedarkan pandangannya melihat bangunan di depannya yang ternyata kantor keuangan. Adam membawa mobilnya menuju parkiran bawah tanah.
Rosea dan Prince segera keluar.
“Ayo masuk,” Prince menarik Rosea masuk melalui pintu samping kantor.
“Bagaimana dengan Adam?” Rosea melihat ke belakang dan tidak melihat keberadaan Adam.
“Dia akan menyusul.”
Rosea segera mengikuti langkah Prince, pandangan Rosea mengedar melihat ke sekitar dan memperhatikan nama kantor tempat bekerja ayah Prince sangat familiar untuknya.
Sesaat kepala Rosea tertunduk melihat ke bawah, Rosea baru tersadar jika kini dia memakai sandal jepit yang serharga di bawah sepuluh ribu, sandal yang dia kenakan terlihat sangat kontras dengan lantai marmer yang di pijaknya. Beruntung Rosea memakai dress dan memakai make up, setidaknya rasa malunya bisa sedikit tertutupi.
“Ngomong-ngomong, ayah kamu kerja di sini?” tanya Rosea penasaran. Kedatangannya dengan Prince mendapatkan banyak perhatian orang, hebatnya beberapa karyawan yang bekerja tersenyum akrab ke arah Prince.
Dengan polosnya Prince mengangguk.
“Apa boss perusahaan tidak marah jika kita masuk sembarangan ke kantor di jam kerja?”
“Aku sudah sering datang ke sini. Di sini aku juga sering bermain. tidak ada yang marah.”
“Wah, boss ayah kamu baik sekali.”
“Ayahku sangat bekerja keras, karena tidak ada yang memarahi ayah,” cerita Prince dengan bangga.
“Ooh.. itu artinya ayah kamu karyawan yang teladan,” jawab Rosea penuh kekaguman.
Suara dehaman kecil Adam yang kini berada di belakang membuat Rosea kembali menegakan tubuhnya.
Adam menyembunyikan senyuman gelinya karena Prince tidak tahu jabatan ayahnya sebagai apa, padahal Leonardo pemilik saham terbesar di perusahaan. Bisa di katakan, Leonardo sebagai bossnya di sini.
“Mari,” Adam segera berjalan paling depan memandu Prince dan Rosea menuju lift.
Kebingungan Rosea kian bertambah karena Adam pergi menuju ke lift khusus pimpinan. Rosea segera melangkah masuk dan berdiri di samping Prince.
“Apakah kita tidak salah masuk lift?” tanya Rosea khawatir.
“Tidak ada yang salah,” jawab Adam.
Tidak berapa lama lift berhenti dan terbuka begitu mereka sudah berada di lantai empat.
“Ayo Sea! Terima kasih sudah mengantar kami Adam,” Prince langsung menarik tangan Rosea untuk keluar lift, satu tangan kecilnya melambai kepada Adam yang kini kembali pergi ke bawah.
“Sea lihat itu. Aku sering bermain di sini.” Prince menunjuk sebuah ruangan berpintu kaca yang menunjukan ada begitu banyak maianan anak yang tersimpan di dalam layaknya sebuah taman bermain.
Rosea hanya bisa mengusap dagunya dan berpikir keras dengan apa yang di lihatnya. Rosea tidak mengerti sama sekali, bagaimana bisa kantor keuangan memiliki ruangan khusus bermain?
Derap langkah seseorang terdengar.
“Prince,” Leonardo memanggil.
Prince langsung menengok dan melihat Leonardo dengan senyuman lebar dan mata berbinar. “Ayah,” panggil Prince.
Langkah Leodarno terhenti, namun perhatiannya langsung tertuju pada Rosea yang kini berdiri di sisi puteranya. Pria itu menyembunyikan kekagetannya karena teman yang Prince ceritakan semalam ternyata bukan anak kecil, melainkan wanita dewasa.
To Be Continued..
Rosea menarik napasnya dalam-dalam, wanita itu terlihat kaget melihat sosok pria yang sudah dipanggil ‘ayah’ oleh Prince. Wajah Rosea memerah karena terpesona, namun di detik selanjutnya wajahnya berubah pucat seakan seluruh darah di tubuhnya membeku ketika tidak sengaja pandangan mata mereka bertubrukan. Mendadak saja rasa percaya percaya diri dan keberanian Rosea hilang di bawah tatapan tajam milik Leonardo yang secara terang-terangan penuh penilaian. Bibir Rosea mengatup rapat, lidahnya terasa kelu tidak memiliki keberanian untuk menyapanya lebih dulu. Ada atmosfer yang begitu kuat Rosea rasakan ketika dia berhadapan dengan Leoardo. Sebuah perasaan terintimidasi, takut dan tertekan langsung Rosea rasakan dalam waktu bersamaan. “Ayah, ini temanku. Sea ini ayahku yang tadi kamu tanyakan,” Prince manarik tangan Rosea agar semakin mendekati ayahnya. Prince ingin Rosea memperkenalkan dirinya sendiri seperti saat Prince memperkenalkan diri di depan kelas. Rosea tertunduk malu kare
Perjalanan pulang ke rumah Rosea membutuhkan waktu setengah jam, tapi entah mengapa Rosea merasa waktu kali ini berjalan terasa sangat lambat. Beberapa kali Rosea melihat ke jalanan, dia sudah tidak sabar untuk segera sampai rumah. Dari sudut matanya, Rosea diam-diam melihat Prince dan Leonardo yang kini tengah duduk di sampingnya. Kedua laki-laki itu duduk dengan posisi yang sama, satu kaki terangkat menumpang satu kaki lainnya, tubuh mereka berada dalam posisi tegak sempurna seperti seorang tuan muda yang sering kali Rosea lihat hanya di dunia komik saja. Tanpa sengaja pandangan Rosea bertubrukan dengan Leonardo melalui spion tengah mobil, tatapan mereka saling mengunci. Rosea langsung tersenyum masam karena lagi-lagi Leonardo menatap dirinya dengan penuh penilaian. Rosea tidak tahu apa yang sebenarnya ada di kepala Leonardo, apa yang di pikirkan pria itu tentang dirinya, tatapannya yang penuh penilaian sedikit menginjak harga diri Rosea yang sejak awal tidak pernah memiliki n
Rosea berdiri di depan cermin besar, wanita itu memutar tubuhnya memperhatikan penampilannya dari segala sisi. Malam ini Rosea mengenakan gaun tanpa lengan berwarna merah muda yang ketat dengan tinggi sejengkal di atas pahanya, rambutnya di biarkan terurai, wajahnya terpoles makeup dengan lipstick yang merah.Rosea membungkuk mengenakan sepatu heels tinggi yang masih bisa dia gunakan untuk menari.Malam ini Rosea ingin pergi berpesta mencari hiburan melepas penatnya bersama temannya.Dalam beberapa langkah Rosea mundur dan kembali memperhatikan penampilannya malam ini yang terlihat cukup berani dan cantik.Bibir merah Rosea menyunggingkan senyuman puas karena kini dia sudah percaya diri dengan penampilannya yang telihat kuat dan lebih menonjolkan sisi seksi juga dewasa di dalam dirinya.Dengan anggun Roesa membalikan tubuhnya dan mengambil tasnya, wanita itu melenggang pergi keluar dari kamarnya dan pergi menuruni tangga.Langkah Rosea terhenti begitu dia teringat sebuah kue yang ibun
Karina mengedarkan pandangannya melihat ke sekitar mencari-cari seseorang yang bisa dia ajak bersenang-senang. “Kamu sudah menemukan cowok yang cocok?”“Santailah Rin, kita baru duduk lima belas menit di sini,” jawab Rosea dalam bisikan.“Lebih cepat lebih bagus Sea, jika tidak cocok kamu bisa menggantinya dengan cepat.”Rosea tertawa dan berkata, “Astaga Rin, pria bukan sandal di mall yang bisa kamu lihat dan di pilih lalu di coba.”Bibir Karina mengerucut, wanita itu bersedekap menyilangkan tangannya. “Jangan naif Sea, sandal juga harus di pilih dengan baik agar pas di kaki. Apalagi pria, harus di pilih lebih teliti agar pas di hati. Malam ini pokoknya aku ingin pria yang kuat.”“Kamu bawa pengaman kan?”“Tentu aja Sea, itu wajib,” seru Karina dengan penuh semangat.Rosea kembali tertawa dan meneguk minumannya, pandangannya mengedar melihat ke sekitar mulai menyadari bahwa para pengunjung semakin banyak.“Aku harus merapikan penampilanku dulu di toilet sebelum menari, jangan ke mana
“Ada apa?” tanya Rosea dengan waspada. Atlanta menunjukan jarinya ke arah mata Rosea. “Ada sesuatu di sudut mata kamu.”Mata Rosea terbelalak kaget, wajahnya langsung merah malu karena sudut matanya terdapat kotoran mata. Bibir Rosea menekan kuat dan tangannya bergerak cepat mengusap sudut matanya beberapa kali. Rosea berusaha untuk bersikap biasa saja di depan Atlanta yang masih terus memperhatikannya.Atlanta semakin mencondongkan tubuhnya membuat wajah mereka berdekatan, Atlanta menangkap tangan Rosea dan menurunkannya, di usapnya sudut bawah mata Rosea dan meniupnya, membuat Rosea langsung memejamkan matanya.Dua bulu mata lentik panjang wanita itu terbang entah ke mana.“Dua bulu mata kamu jatuh.”Rosea membuka matanya dan bertemu dengan sepasang mata Atlanta yang kini tengah menatap lekat dirinya. Rosea tidak tahu arti dari tatapan pria itu, namun diamnya Atlanta dan tatapannya yang dalam berhasil membuat Rosea gugup. “Sea, kamu tidak butuh mascara di bulu mata yang secantik
Rosea tersenyum kaku dan mengangguk canggung, sangat berbeda dengan Karina yang langsung menatap Leonardo dengan mata berbinar senang.“Leo!” panggil Karina dengan akrab.“Karina,” Leonardo melihat Karina dan Rosea bergantian.Karina mendekat, tanpa ragu dia melompat memeluk Leonardo sejenak, “Apa kabar?” tanya Karina seraya menguraikan pelukannya.Leonardo tersenyum samar dan sesekali melihat ke arah Rosea yang kini mematung bingung melihat kedekatan sahabatnya dengan Leonardo.“Aku sangat baik, kamu sendiri bagaimana?”“Tentu saja baik! Ngomong-ngomong, kamu kenal Sea?” Karina menunjuk Rosea seketika dan menarik sahabatnya itu untuk berdiri di sampingnya.“Ya, kurang lebih begitu,” jawab Leonardo hati-hati.“Astaga Sea!” Karina terpekik senang. “Kenapa tidak bilang kamu kenal Leo? Leo ini rekan kerja papahku. Leo, Sea ini sahabatku,” cerita Karina semakin berantusias.Rosea tersenyum memaksaan, wanita itu tidak tahu harus berkata apa, yang jelas dia ingin segera pergi daripada harus
“Bicaralah, aku tidak memiliki waktu lagi. Jika kamu masih mengulur waktu dengan omong-kosong, aku akan pergi,” ancam Rosea yang sudah kehilangan kesabarannya. Leonardo berdeham menormalkan suaranya, tangan Leonardo mengepal kuat di bawah meja, entah mengapa dia merasa gemas melihat ekspresi marah Rosea yang tengah marah. Mata Rosea yang bercahaya dan tajam itu mengingatkan Leonardo pada anak kelinci peliharaan Prince. “Aku sudah meneliti interaksi kamu dengan Prince.” “Apa hubungannya denganku?” “Prince terlihat sangat menyukaimu, dia terus membicarakanmu sepanjang perjalanan pulang. Tidak biasanya dia memiliki ketertarikan pada orang asing. Hal sekecil ini sangat berarti untukku karena selama ini Prince mengalami masalah dalam berinteraksi.” Leonardo berhenti bercerita, pria itu terdiam sejenak dan melihat Rosea dengan lekat, sampai akhirnya Leonardo pun berkata, “Aku tidak bermaksud menyinggungmu, namun aku harus mengatakan ini. Apakah kamu tertarik menjadi teman bayaran Princ
“Yang benar saja, dia benar-benar keterlaluan. Dia bilang teman bayaran? Kasarnya dia ingin kamu menjadi pengasuh anaknya, dia pikir berkomunikasi dengan anak-anak itu mudah apa, ini sangat keterlaluan,” celoteh Karina usai mendengarkan semua yang sudah Rosea katakan mengenai kejadian semalam. “Sikapnya dominan dan arrogant, aku sangat tidak suka,” timpal Rosea. “Itu wajar, dia lahir dari kelas bangsawan dari generasi ke generasi dan dia anak tunggal. Sejak kecil semua orang memperlakukan dia seperti raja karena seorang pewaris.” Rosea merenggut, tidak mengherankan jika Leonardo berbicara sangat mudah mengenai uang, ternyata pria itu sudah kaya sejak masih menjadi sel sperma. Kaki Rosea bergerak cepat di atas treadmill mulai berlari, di sampingnya terdapat Karina yang menggunakan sepeda statisnya. Pagi ini mereka olahraga bersama di sebuah gym yang baru pertama kali Rosea kunjungi setelah pindah. “Tapi Sea, kamu pellet apa anak Leonardo sampai anak itu suka sama kamu?” Rosea ter