Share

BAB 4: Leonardo Pulang

“Pah, lihatlah.” Seorang wanita paruh baya meletakan document di depan suaminya. “Ini hasil dari les Prince dua minggu terakhir.”

Abraham menyesap kopinya, pria itu melirik isterinya yang kini menarik kursi dan segera duduk di sampingnya memasang raut wajah kecewa. Abraham mengambil document itu dan membacanya.

“Kenapa lagi dengan hasilnya?” tanya Abraham.

“Tidak ada perubahan, tidak ada kemajuan, jika seperti ini terus Prince bisa di pindahkan masuk ke sekolah anak-anak khusus dan tertinggal dengan anak-anak normal lainnya. Sepertinya kita harus mengganti guru les untuk Prince.”

Abraham segera menutup kembali dokumentnya, “Tidak perlu Mah. Tidak perlu terlalu serius dengan hal ini, kita harus lebih memikirkan psikolog anak dan pengasuh yang cocok untuk Prince. Prince masih anak-anak, dia sedang mau berkembang.”

“Mamah paham Prince masih anak-anak, tapi jika di biarkan seperti ini, bagaimana dengan masa depan dia? Satu tahun terakhir ini kita sudah menggantinya lebih dari empat guru karena Prince membuat ulah. Mamah benar-benar tidak mengerti. Dulu, Leo tidak seperti ini.”

“Jangan samakan Leo dan Prince, mereka jelas berbeda. Bersabarlah,” nasihat Abraham begitu tenang sangat berbeda jauh dengan Berta isterinya.

“Nenek” Suara Prince terdengar memanggil dari kejauhan, Prince berlari membawa  kotak pensil warna.

Pembicaraan serius di antara Abraham dan Berta langsung selesai, begitu pula dengan ketegangan di bahu Berta yang kini mengendur karena Prince berada di sekitarnya.

“Jangan berlari seperti itu! Nanti kamu jatuh,” kata Berta dengan sedikit teriakan, Prince yang berlari tersentak kaget dan langsung berjalan dengan normal.

“Ada apa?” Tanya Berta begitu cucunya sudah berada di sampingnya.

Prince berjinjit dan membuka kotak pensil warnanya di atas meja makan. “Mana warna merah muda?” tanya Prince.

Dengan cepat Berta menunjuknya tanpa mempedulikan untuk apa cucunya bertanya warna itu.

Kaki Prince berhenti menjinjit, Prince langsung teringat macaron yang pernah di makannya memiliki warna yang sama degan warna yang Berta tunjuk. “Besok aku mau membawa macaron dengan warna seperti ini.”

 “Rima akan menyiapkannya besok. Sekarang kamu pergilah  ka kamar dan belajar.”

“Baik, Nenek.”

“Prince.” 

Suara familiar seorang pria terdengar memanggil namanya, Prince langsung berbalik dan melihat ke arah Pintu, Prince melihat kehadiran ayahnya yang sudah satu minggu ini berada di Berlin untuk keperluan bisnis.

 “Ayah,” sapa Prince dengan kaku, anak itu sedikit terkejut karena Leonardo pulang lebih cepat dari apa yang di jadwalkan.

Leonardo melangkah lebar dan membuka tangannya hendak memeluk, namun Prince masih berdiri di tempatnya, kaki kecilnya ragu untuk mendekat dan menyambut kedatangan Leonardo.

Leonardo yang melihat keraguan Prince memutuskan untuk semakin mendekat, dia memahami kecanggungan puteranya karena mereka sudah lama tidak bertemu.

“Prince, hay  jagoan,” sapa Leonardo dengan senyuman menawannya, pria itu segera membungkuk, meraih tubuh Prince untuk dia gendong dan di peluknya.

“Hay,” balas Prince seraya memeluk leher Leonardo.

“Bagaimana kabarmu?”

“Baik.”

“Ayah membawa hadiah untukmu.” Leonardo menunjuk beberapa kotak mainan yang di bawa Adam.

Prince tersenyum samar menatap tumpukan mainan baru yang di bawa oleh Adam.

“Terima kasih, Ayah.”

Leonardo menegang kaget, sekilas pria itu melihat Berta dan Abraham dengan tatapan penuh tanya karena tidak seperti biasanya Prince mengucapkan terima kasih ketika di beri mainan.

***

Seorang wanita paruh baya datang membawa nampan berisi sebotol anggur dan gelas kosong, wanita itu meletakannya di meja dekat balkon dan segera menuangkannya, lalu memberikannya kepada Leonardo yang kini tengah berdiri bersandar pada pagar tengah melepas rasa lelah dan penatnya usai melewati perjalanan panjang.

Sepasang mata berwarna biru milik Leonardo bergerak menatap tajam ke penjuru tempat. Hembusan angin menggerakan rambut halus Leonardo yang kini sedikit memanjang dari sebelumnya. Ekspresi di wajah Leonardo tidak berubah sejak dia berdiri di tempat itu beberapa menit yang lalu.

Sangat di sayangkan, Leonardo menyia-nyiakan ketampanan di wajahnya karena pria itu minim ekspresi.

“Bagaimana pekerjaan kamu?” Tanya Abraham selepas kepergian pelayan rumahnya.

Leonardo menyesap anggurnya perlahan, pria itu segera menjawab, “Seperti biasa, sedikit melelahkan.”

“Apa ada masalah?”

“Masalah bisnis selalu sama, yaitu tantangan.”

“Mengenai Prince, ibumu memberikan laporan jika pembelajaran Prince, dia tidak memiliki perkembangan sedikitpun, dan tiga hari yang lalu, pengasuhnya mengundurkan diri karena Prince sudah membuat keributan. Kamu harus mencari jalan keluarnya, jika di biarkan lebih lama mungkin akan menjadi masalah.”

Leonardo tersenyum samar, “Satu-satunya yang menjadi masalah adalah ibu yang terlalu ikut campur dengan Prince.”

Abraham langsung terdiam, dia tidak menyangkal perkataan Leonardo karena selama ini Berta selalu mengatur Prince secara berlebihan.

“Leo” Abraham kembali angkat suara setelah beberapa menit diam. “Sebaiknya kamu liburan bersama Prince, sudah tiga tahun ini kamu tidak mengambil cuti sama sekali.”

“Kami bisa liburan sambil bekerja saat dinas ke luar negeri.”

Abraham menghela napasnya dengan berat, “Waktu untuk keluarga dan waktu untuk berbisnis itu berbeda Leo. Ini untuk kebaikan Prince, dia membutuhkan banyak waktu denganmu,” koreksi Abraham.

Abraham tidak habis pikir dengan Leonardo sangat gila kerja, seluruh waktunya dia dedikasikan hanya untuk pekerjaan dan Prince.

Abraham sangat bangga dengan sifat pekerja keras yang di miliki Leonardo. Kecerdasan Leonardo dalam mengelola perusahaan dan kepribadian yang bekerja keras selalu berhasil menguntungkan perusahaan, namun sayangnya di balik cemerlangnya karier Leonardo, ini sama sekali tidak terlalu menguntungkan kehidupan pribadi Leonardo.

Leonardo sudah berusia tiga puluh lima tahun, bila sepanjang hidupnya Leonardo hanya memikirkan pekerjaan, ini akan menjadi masalah bagi keluarga besar Abraham karena Leonardo adalah putera tunggalnya. Tidak mungkin Leonardo selamanya sendiri dan tidak memiliki pasangan meski kini sudah ada calon penerus selanjutnya, yaitu Prince.

Abraham berdeham tidak nyaman, sesekali dia melihat Leonardo dan menimang-nimang sesuatu yang ingin dia tanyakan.

“Leo, tidakkah kamu sekarang sudah memikirkan seorang pasangan?” tanya Abraham dengan hat-hati.

“Aku sudah memiliki pasangan, Ayah.”

“Bukan wanita simpanan yang kamu bayar Leo. Wanita yang bisa kamu jadikan secara resmi.”

Tu Be Continued..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status