Share

Mengandung Anak Pak Dosen
Mengandung Anak Pak Dosen
Author: Queen Sunrise

Kesucian yang Direnggut Paksa

"Hentikan, Pak. Saya Yaya--"

Mazaya meronta sekuat tenaga dari kungkungan seorang pria di atas tubuhnya. Melawan cekalan tangan pria tersebut yang saat ini dan bahkan sedang menyusuri bagian leher serta hendak meraup bibirnya dengan paksa.

"Hentikan, Pak Devan. Sadar, Pak? Lepasin!"

Mazaya dengan sekuat tenaga berhasil mendorong tubuh Devan yang jauh lebih besar dan tinggi darinya itu. Lalu dengan langkah cepat menuju ke pintu agar bisa keluar dari kamar tersebut.

Sialnya, langkah gadis berusia dua puluh tahun tahun itu kalah cepat dengan langkah Devan dan berhasil meraih pinggangnya hingga dibawa kembali ke atas ranjang.

"Pak Devan. Hentikan! Eling, Pak," pekik Mazaya yang kembali meronta. Tapi, tenaganya yang tak seberapa itu, tidak bisa mengimbangi tenaga Devan yang semakin liar dari sebelumnya.

"Diam!!" desis Devan yang semakin erat mencekal kedua lengan Mazaya ke atas kepala gadis tersebut.

Pria itu adalah -Devan Mahardika yang merupakan dosen killer di kampus dan sekaligus calon kakak ipar yang akan dijodohkan dengan kakaknya. Mazaya sendiri baru tahu perjodohan itu dari satu bulan yang lalu.

Devan kini tanpa ampun melucuti pakaian Mazaya dan gadis itu pun semakin menjerit dengan apa yang dilakukan oleh pria tersebut.

Bersamaan terdengar suara nyaring kembang api di luar kamar hotel tersebut dan meredam teriakan pilu Mazaya di saat kesuciannya yang direnggut paksa oleh calon kakak iparnya sendiri.

Devan yang tampak kelelahan terbaring di atas ranjang yang dan mulai terlelap tidur.

Sementara Mazaya meringkuk di sudut ranjang dengan memegangi lututnya, rambut hitam panjangnya yang berantakan dan terus saja terisak menangis.

Tubuhnya pun bergetar dan mata yang semakin sembab karena terus-menerus mengeluarkan air matanya sejak tadi.

Bersamaan ia melirik ke arah punggung polos Devan yang ada di sampingnya. Tatapannya saat ini dipenuhi dengan kebencian dan juga amarah.

Keesokan harinya.

Kring

Kring

Terdengar suara dering ponsel milik Mazaya dan Hal itu membuat Mazaya tercekat dan mencari-cari di mana ponselnya berada.

Rupanya ada di bawah ranjang. Ia pun segera menjawab panggilan tersebut tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Hallo--"

"Yaya, kamu di mana sih? Aku telpon gak diangkat. Kamu gak apa-apa 'kan?"

Cecaran pertanyaan dari sang sahabat membuat Mazaya tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Nanti aku jelasin, Nad. Aku tutup dulu telponnya."

"Tapi, Yaya--"

Mazaya segera mematikan panggilan tersebut, lalu melirik ke arah Devan yang tampaknya tertidur.

Masih dengan air mata yang mengalir di pipi dan sakit di bagian selangkangannya, Mazaya turun dari atas ranjang. Kemudian memunguti pakaian yang berceceran di lantai.

Mazaya dengan langkah tertatih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Namun, ia dibuat terkejut karena ada banyak sekali tanda merah di sekitar area bagian atas tubuhnya.

"Apa-apaan ini," lirihnya.

Dengan sekuat tenaga, tangan Mazaya menggosok-gosok tanda merah itu dengan air dan sabun serta berharap hilang dari tubuhnya. Tapi, tentu saja itu tidak akan hilang begitu saja. Meskipun ia melakukan usaha sekeras mungkin saat ini.

Ingatan Mazaya pun melayang di mana sebelumnya ia mendapatkan permintaan pesanan jasa titip makanan ke sebuah hotel. Lalu ia tanpa sengaja melihat Devan di lorong hotel dalam keadaan wajahnya tampak pucat , hingga hampir terjatuh. Tanpa pikir panjang dirinya pun membantu Devan.

Akan tetapi, begitu Mazaya membawa masuk Devan ke kamar pria tersebut. Ia malah ditarik paksa dan mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya. Kehormatannya telah direnggut paksa.

Mazaya masih tidak mengerti ada apa dengan Devan karena tidak menghirup aroma alkohol yang kuat dari mulut pria tersebut. Tapi, kenapa Devan yang selama ini bersikap dingin kepada semua orang dan termasuk dirinya yang merupakan calon adik iparnya sendiri, malah bersikap liar seperti beberapa saat yang lalu?

Semua pertanyaan itu berputar di dalam kepala Mazaya saat ini. Tapi, ia tidak mendapatkan jawabannya. Itu karena semuanya sudah terlanjur terjadi dan hanya menyisakan rasa kecewa, marah dan sakit hatinya secara bersamaan.

Mazaya mengelap cepat air mata yang masih membasahi wajahnya. Ia secepat mungkin membersihkan dirinya, lalu setelahnya keluar dari kamar mandi dan akan membangunkan Devan. Setidaknya mereka harus bicara empat mata atas apa yang terjadi.

Ketika Mazaya baru saja keluar dari kamar mandi dan menutup pintu, di saat yang sama Devan pun terbangun.

Devan tampak memegangi kepalanya yang terasa begitu berat dan terasa mual bersamaan. Tapi, ia tampak tidak terkejut dengan keadaannya yang sedang bertelanjang dada di balik selimutnya. Itu karena dirinya sudah terbiasa tidur tanpa memakai pakaian dan hanya memakai celana pendek saja. Selain itu kamarnya itu pun khusus untuk dirinya sendiri.

Namun, hal yang membuat Devan lebih terkejut adalah ada seorang wanita di kamarnya dan saat ini tengah memunggunginya.

"Kamu siapa?"

Mazaya masih berdiri dan membelakangi Devan, ia mengusap wajahnya agar tidak tampak menunjukkan wajah sedihnya. Kemudian memutar punggungnya dan memberanikan diri menatap ke arah pria tersebut.

Bersamaan mata Devan melebar ketika melihat seorang gadis muda yang ternyata calon adik iparnya sendiri.

"Bukannya kamu Mazaya adiknya Nasuha?! Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Devan heran. Ia memang mengenal Mazaya yang selain calon adik iparnya, tapi juga merupakan salah satu anak kuliahan atau mahasiswinya di kampus. Meskipun begitu, tapi apa maksudnya Mazaya ada di kamarnya saat ini? Tidak mungkin kan Mazaya diam-diam menyukainya dan datang ke kamarnya?

Mazaya menarik nafasnya dalam-dalam dan sebisa mungkin membendung air mata yang ternyata kian berdesakan ingin keluar.

"Apa Pak Devan gak ingat apa yang terjadi di antara kita?" tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar.

Pria berumur tiga puluh lima tahun itu mengerutkan keningnya. Ia benar-benar tidak ingat apa yang terjadi di antara mereka. Yang ia ingat adalah dirinya sedang bersama beberapa dosen menikmati makan malam di restoran hotel itu dan memang berencana menginap di sana. Tapi, mendadak kepalanya pusing dan kembali ke kamarnya. Setelahnya ia tidur di kamarnya. Meskipun begitu entah kenapa ia merasa bermimpi aneh.

"Saya gak ingat. Emangnya apa yang terjadi sampai kamu ada di sini?"

Devan bertanya seraya turun dari atas ranjang dengan tubuhnya setengah telanjang itu.

Bersamaan Mazaya mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil menggigit bibir bawahnya. Itu karena ia semakin ragu untuk mengatakan jika mereka telah tidur bersama dan pria di depannya itu sudah mengambil kehormatannya. Apakah mungkin Devan akan percaya kepadanya?

"Apa Pak Devan bener-bener gak ingat sama sekali apa yang terjadi di antara kita sekitar dua jam yang lalu?" tanya Mazaya kembali.

Devan malah menarik ujung sudut bibirnya sambil menatap Mazaya dengan tatapan sinis.

"Saya udah bilang 'kan, saya gak ingat! Tapi, tunggu dulu, gimana kamu bisa masuk ke kamar ini? Jangan bilang kamu sengaja datang buat menggoda saya?" tuduhnya.

Di saat yang sama Mazaya mendelikkan matanya atas tuduhan Devan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status