"Bercerai? Apa aku gak salah dengar, Mas? Bukannya dia waktu itu ngotot dan gak mau pisah sama kamu?"Mazaya hampir saja tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Devan, mengenai permintaan Nasuha yang ingin berpisah. Padahal jelas-jelas semalam kakak angkatnya itu dengan tegas mengatakan tidak mau bercerai apapun alasannya"Bukannya kamu senang kalau dia minta bercerai? Itu kan yang kamu mau, Yaya?" Devan balik bertanya."Iya sih, Mas. Tapi, kok aku ngerasa ada yang aneh aja. Kenapa dia tiba-tiba minta pisah gitu aja. Apa Mas Devan gak ngerasa curiga apapun gitu," ungkap Mazaya yang merasa harus waspada untuk hal-hal yang tidak diinginkan."Aku juga sama, makanya aku ingin menemuinya langsung dan mungkin saja ada hal yang bisa ketahui nanti," ungkap Devan yang saat ini memiliki pikiran yang sama dengan istrinya tersebut.Mazaya manggut-manggut tanda mengerti apa yang dikatakan oleh Devan."Memang harus seperti itu, Mas. Syukur-syukur kalau dia memiliki niatnya untuk berubah, ta
"Apa ini sebenarnya? Sejak kapan aku menulis ini semua?"Devan membaca surat perjanjian yang ada di tangannya dengan perasaan tidak percaya. Kata-kata dalam surat tersebut terasa seperti cambuk yang menghantam hatinya. Semakin ia membaca, semakin sulit baginya untuk menahan ketakutan yang melanda dirinya, menyadari bahwa isinya bisa menyeretnya ke dalam jeruji besi penjara. Meskipun begitu dirinya tidak menunjukkan langsung bagaimana raut wajahnya saat ini di depan Patricia.Sementara itu, di sudut ruangan tersebut, Patricia menatap Devan dengan senyuman licik yang tersungging di bibirnya. Ia menikmati melihat bagaimana raut wajah Devan berubah-ubah, mulai dari penasaran, kemarahan, hingga ketakutan yang tergambar jelas. Matanya terus mengikuti gerak-gerik Devan, seakan ingin memastikan bahwa pria itu benar-benar merasa terpojok.Tangan Devan bergetar saat dirinya mencoba menahan amarah yang membara. Ia menggenggam surat perjanjian itu dengan erat, seolah mencoba menemukan kekuatan u
"Mas, kita harus bagaimana menghadapi Patricia? Pasti dia akan cari cara buat bisa nikah sama Mas Devan. Selain itu juga aku khawatir Askara sekolah dengan guru TK seperti dia."Mazaya mengeluarkan uneg-uneg yang ada di kepalanya saat ini, di saat minum teh di balkon kamar karena hari itu waktu libur kerja mereka.Devan menghela nafasnya panjang. Ia pun sama gelisah dan khawatir seperti Mazaya. Tapi, ia tidak akan tinggal diam saja. Itu karena dirinya sudah diam-diam menyewa detektif swasta untuk mengikuti dan mengawasi PatriciaDan siapa sangka usaha Devan itu membuahkan hasil. Di mana Patricia pada akhirnya ditangkap, hingga kabar tentang penangkapannya segera menyebar luas.Ternyata Patricia selama ini menjadi duri bagi Devan dan Mazaya itu telah melakukan penipuan kepada beberapa orang, hingga akhirnya aparat kepolisian berhasil menangkapnya karena laporan beberapa korbannya. Di balik jeruji besi, Patricia harus merasakan kepedihan hati dan penyesalan.Devan dan Mazaya yang menden
"Hentikan, Pak. Saya Yaya--"Mazaya meronta sekuat tenaga dari kungkungan seorang pria di atas tubuhnya. Melawan cekalan tangan pria tersebut yang saat ini dan bahkan sedang menyusuri bagian leher serta hendak meraup bibirnya dengan paksa. "Hentikan, Pak Devan. Sadar, Pak? Lepasin!"Mazaya dengan sekuat tenaga berhasil mendorong tubuh Devan yang jauh lebih besar dan tinggi darinya itu. Lalu dengan langkah cepat menuju ke pintu agar bisa keluar dari kamar tersebut.Sialnya, langkah gadis berusia dua puluh tahun tahun itu kalah cepat dengan langkah Devan dan berhasil meraih pinggangnya hingga dibawa kembali ke atas ranjang."Pak Devan. Hentikan! Eling, Pak," pekik Mazaya yang kembali meronta. Tapi, tenaganya yang tak seberapa itu, tidak bisa mengimbangi tenaga Devan yang semakin liar dari sebelumnya."Diam!!" desis Devan yang semakin erat mencekal kedua lengan Mazaya ke atas kepala gadis tersebut.Pria itu adalah -Devan Mahardika yang merupakan dosen killer di kampus dan sekaligus calon
"Maksud Pak Devan apa, menggoda? Itu benar-benar keterlaluan!" ucap Mazaya tidak terima. "Saya tadi nolongin Pak Devan yang hampir jatuh di lorong hotel. Tapi, Pak Devan malah buat yang--" Ucapan Mazaya tersekat dan lidahnya terasa begitu kelu karena rasanya ia tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya, di mana mengingatkannya dengan lembaran ingatan semalam yang membuatnya hampir tidak bisa bernafas.Sementara Devan menaikkan sebelah alisnya melihat sikap Mazaya saat ini yang baginya seperti sedang bersandiwara. Ia sudah bertemu dengan berbagai wanita seperti Mazaya yang tampak polos dari luar tapi nyatanya tidak demikian. Di mana bersikap layaknya korban, tapi sebenarnya merekalah penjahat yang sebenarnya. Terlebih lagi di saat para wanita itu tahu tentang latar belakang keluarganya yang merupakan keturunan konglomerat."Apa kamu mau bilang kalau saya meniduri kamu dan kamu mau saya bertanggungjawab?! Kamu lupa kalau saya akan menikah sama kakak kamu," ucapnya dengan angkuh seray
Mata Mazaya membola sempurna di saat melihat sang kekasih dan seorang wanita yang dikenalnya, berada dalam selimut yang sama dalam keadaan setengah telanjang."Jadi, selama ini yang kalian lakukan di belakangku?" cicit Mazaya sembari menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Hal yang membuat Mazaya sakit hati dan sekaligus kecewa adalah wanita yang bersama sang kekasihnya itu adalah sahabatnya sendiri. Padahal sebelumnya begitu mengkhawatirkanya di telpon. Tapi, siapa sangka malah menusuknya dari belakang."Ya-Yaya ...."Pria yang merupakan kekasih Mazaya itu baru menyadari keberadaan sang kekasih di dekat pintu yang sedikit terbuka tersebut.Namun, Mazaya bukannya menanggapi atau menggila karena dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Tapi, ia langsung berbalik. Lalu dengan langkah cepat keluar dari apartemen tersebut dengan air matanya yang kian berderai.Mazaya tahu dirinya pun salah telah tidur dengan Devan. Tapi, sejak kapan hubungan sang kekasih dan sahabatnya dimulai? Apa selama
"Saya yakin kamu juga gak mau 'kan masa depan kamu jadi hancur karena hamil di luar--""Cukup, Pak Devan!!" Untuk kesekian kalinya Mazaya menyela ucapan Devan. Tapi, kali ini hatinya rasanya sudah remuk redam, tapi air matanya sudah tidak mampu lagi untuk keluar.Bagaimana tidak. Ia pikir Devan setidaknya mengatakan kata menyesal dan ingin bertanggungjawab meskipun tidak sampai menikahinya. Tapi, sampai akhir pun pria itu sama sekali tidak ingin bertanggungjawab ataupun sampai ada masalah jika dirinya hamil dan akan menuntut. Lalu apa lagi yang diharapkannya dari pria yang tidak punya hati seperti Devan? Tidak ada!"Itu gak akan terjadi karena kita gak pernah melakukan apapun, Pak. Saya mohon apa bisa saya keluar sekarang?Saya mau pulang dan istirahat," ucapnya dengan memaksakan tenggorokannya yang begitu sulit untuk berbicara.Devan masih sedikit ragu apa yang dikatakan oleh Mazaya itu benar. Tapi, wanita itu sama sekali tidak menuntut apapun darinya saat ini dan mungkin saja memang
"Gak apa-apa, Mbak. Aku yakin semuanya akan baik-baik aja. Aku juga masih punya sedikit tabungan. Jadi, Mbak jangan khawatir lagi," ucap Mazaya seraya memeluk sang kakak.Kakak dan adik itu saling berpelukan dengan erat. Mereka seakan saling menguatkan satu sama lainnya saat ini. Di masa mendatang akan lebih sulit bagi mereka untuk menjalani hidup yang serba kesusahan.Usai sang kakak merasa lebih tenang, Mazaya pun memberitahukan pihak rumah sakit agar mengurus jenazah sang ayah.Prosesi pemakaman pun berjalan dengan lancar. Meskipun Nasuha kembali histeris di tanah kuburan sang ayah dan Mazaya lagi-lagi harus menenangkan kakaknya itu. Terlebih lagi selama ini tubuh kakaknya itu lemah dan sering sakit-sakitan.Di saat yang sama, keluarga Devan datang melayat dan mengucapkan belasungkawa kepada Nasuha dan Mazaya."Kamu jangan khawatir, Suha. Tante dan Om akan tetap tepati janji buat menikahkan kamu sama Devan," ucap Puspita- Ibunya Devan."Iya benar. Sebaiknya pernikahannya dipercepat