Tak puas dengan panjangnya barisan belanja di pasar dengan ongkos minimalis. Hal serupa kembali dialami oleh Theresia dalam hitungan waktu ke depan. Barang-barang hasil pindahan orang tua Laura disimpan ke gudang, kian menyesakkan isi kamar Theresia. Semua perabot di kamar Laura akan diganti menjadi baru. Theresia diminta ke salah satu toko, yang terkenal dengan barang-barang kualitas tinggi, serta hasil dari tangan profesional luar negeri."Babi!""Woy pemalas!""Apa yang kau lakukan di dalam?!""Kau bodoh tadi aku suruh apa?!""Cepat cepat cepat!""Lemak saja menumpuk tetapi tenaga seuprit! Cih, apa gunanya jatah beras ART juga untukmu!"Theresia melengkungkan senyum kakunya, sembari melangkah perlahan karena sempitnya ruang. Ruang tak begitu longgar, kian terasa menyesakkan. Ranjang menjadi alas kasur tipis telah tak lagi mampu berada di gudang. Ntah kemana nasib jelas sang ranjang pun Theresia tak tahu.Ser
"Hei babi! Ayo cepat bergegas!""Cih, apa sih yang kau lakukan hingga lambat?!""Kau tuli kah?" "Tak tahukah bila di luar panas?""Babi bodoh!"Dengan langkah tergopoh-gopoh, nafas tersengal-sengal, dan peluh tak henti menetes. Peluh menetes merata dari tiap inci kulit. Baju yang lembab kian tampak lepek oleh keringat. Bukan melalui leher jenjang dengan keringat mengalir, melainkan dadalah menjelma menjadi bak kawah peluh.Mama Sean menatap penampilan gadis gempal di hadapannya. Dirinya membuang pandangan lalu menuntut kerjasama hidung dan mulut dengan mengerut. Mengalahkan abstraknya semerbak bau memusingkan di pasar bercampur, antara amis darah hewan dan daging hewan. Begitulah menurut Mama Sean kala bau tubuh Theresia menusuk indera penciumannya."Kau tak mandi berapa hari hah?! Busuk sekali baumu!"Theresia tersenyum sendu, hatinya berdenyut nyeri. Sakit nan sesak menyerang menyapa tiap sudut hati tanpa mel
Tak lagi bersama polusi udara bertebaran dimana-mana. Kebisingan masing-masing kendaraan juga tak menyapa telinga. Disiplinnya aturan lalu lintas terasa bebas. Padat nan bisingnya jalan tak lagi terasa, terganti dengan lenggangnya jalan area perumahan.Polusi suara dan udara membaur abstrak pun ikut berganti menjadi keheningan. Pepohonan berseragam sedari masuk area perumahan, menyejukkan netra sehabis penat dengan jalan raya. Mesin mobil mulai dimatikan oleh sang pengemudi. Sang pengemudi berputar ke arah kursi pintu sampingnya. Bak membantu orang berdarah kuning turun dari kendaraan.Kupu-kupu terasa berterbangan ke sana kemari. Bunga-bunga juga terasa bak ditabur untuk menyambut kedatangan keduanya. Aura pengantin baru masih mengguar dari keduanya. Sang lelaki dengan posesif merangkul pemilik pinggang kecil, hingga jarak keduanya tak tersisa sedikitpun.Lelah membuat keduanya merasa hendak menjadi pemakan antar sesama. Bel telah berulangkali ditekan, te
Masih dalam keheningan sama, penindasan juga berlaku sama tiap menitnya. Hanya satu yang berbeda yaitu waktu berubah, tetapi tak kunjung membuat hati orang-orang dia kumpul berubah. Dengan pintu masih belum diperbaiki, membuat netra melintas ruang tersebut akan memanaskan hati.Apabila masakan tanpa garam kurang sedap rasanya. Maka apabila menurut orang sekitar Theresia tak geram dengan Theresia maka kurang sedap. Seperti Laura beralasan hendak menyusul sang suami. Namun langkahnya justru dibelokkan ke kamar Theresia. Senyum licik penuh kepuasan tercetak di pahatan wajah Laura.Engsel pintu telah diujung tanduk membuat, cukup dengan sekali sentuhan semata agar pintu seutuhnya terlepas. Bak mimpi buruk menyandang Theresia. Tubuh gempalnya seketika terlonjak terkejut"Hai babi!""Woy babi!"Theresia bukan bergeming karena terima diperlakukan lebih manusiawi dibanding hewan. Tetapi dia justru tengah menahan rasa geram menggebu-gebu. Kukunya meremas kuat walau sadar dia tak bisa meluapkan
"Apalagi yang kau tunggu hah?! Kubilang tadi apa?! Apakah telingamu konslet?! Cepat dobrak pintunya!"Pria bertubuh kekar dengan balutan busana serba hitam, langsung mendobrak pintu tepat setelah perintah diucapkan oleh wanita yang duduk di kursi roda. Wanita ini memang sangatlah telah bau tanah. Tetapi walaupun telah berbau tanah, tak membuat posisi kekuasaannya goyah. TKB alias tua, kaya, dan berkuasa begitulah julukan dari para anak, menantu, serta para cucu maupun kolega menyebutnya.Benturan pintu mengenai dinding bukan karena angin besar, apalagi pintu tersebut dikunci namun tiba-tiba didobrak membuat seluruh atensi tertuju pada pintu ruang tamu. Tak sebatas sepasang ataupun dua pasang mata saja, melainkan seluruh pasang penghuni ruang tamu seketika menatap ke pintu. Keharmonisan dari pertunangan Sean dengan sang kekasih, seketika menghilang dalam sedetik setelah seluruh penghuni terperanjat. "O--Oma?""Loh Oma?""Oma?!"Oma omi ome omo hanya itu yang terucap dari menantu, anak
Waktu yang dinanti-nanti oleh Oma Sean akhirnya tiba juga. Gedung pertemuan disulap semewah mungkin sesuai keinginan Oma. Bunga dekorasi pada pintu sebanyak ratusan ribu tangkai, telah terpasang rapi kian mempercantik gedung. Tak main-main dana yang rela Oma keluarkan demi cucu kandung semata wayangnya.Tak hanya bunga dekorasi pada pintu hingga menyentuh sembilan digit juta. Langit-langit gedung dihiasi oleh juntaian berlian yang juga Oma pilih sendiri. Hand bouquet dari bunga peony berhasil wedding organizer dapatkan walau dengan perasaan cemas. Beruntung para wedding organizer berhasil mewujudkan seluruh keinginan Oma tanpa terlewat. Bukan dengan parcel, kardus berukuran sedang, apalagi kecil, tempat yang menutupi aneka souvernir bahkan tergolong cukup besar. Bagaimana tak besar apabila kotak tersebut berisikan : emas antam seberat 250 gr dengan harga kisaran ratusan juta, dua tas untuk pria dan wanita dari brand ternama tepatnya berinisial LV, dengan harga sama-sama puluhan juta
Gumpalan awan bak kumpulan biri-biri tak lagi mampu dipandang melalui jendela kaca pesawat, bukan pula bangunan-bangunan tampak sekecil semut kala siap mendarat. Kaca dengan bertuliskan Bandar Udara Komodo, telah mampu dipandang netra. Tak melewati tangga pesawat melainkan penumpang maskapai pesawat, diminta agar melalui garbarata yang terhubung dengan ruang tunggu. Mobil telah disediakan Oma di parkiran bandara, mengantar pengantin baru ke villa sekitar Pantai Pink di sekitar pulau komodo. Mobil yang disediakan Oma tak bisa langsung membawa ke villa berada di sekitar pantai.Melainkan Sean dan Theresia harus kembali menempuh transportasi laut. Kapal yang diisi Sean, Theresia, dan barang-barang telah menampilkan keindahan pantai dengan pasir berwarna merah muda, yang terdiri dari pasir putih berpadu dengan karang merah telah menggoda untuk berlarian ke sana kemari sembari bergandengan. Bukankah dibayangkan saja telah terkesan romantis, bak romantika di kisah-kisah novel. Melihat keind
Perintah konyol nan aneh sang suami masih terekam jelas di otak. Kala perintah tersebut nyatanya bak sulap belaka. Perintah diucapkan terkesan serius, nyatanya mengalahkan bisa ular bagi hati. Perintah itu nyatanya mengecoh niat, keihklasan, dan ketulusan beribu-ribu persen takarannya. Bak makhluk hidup diciptakan tanpa otak atau, mungkin terlampau kecewa hingga memilih abai. Tangan gempal dengan jari bantet itu seketika bergeming kemarin, kala memastikan yang di dengar semu-semu sang indera pendengar. Tak yakin dengan indera pendengar saat itu. Theresia memberanikan diri menekan kenop pintu kamar lantai tiga milik Sean. Hampa, kosong, sunyi, dan rapi. Tampaknya pergerakan Sean sang cerdik bak kancil, demi tak diketahui oleh Theresia. Bodohnya saat itu Theresia tak mengamati bila koper Sean masih berada di posisi sama, tak berkutik dan digeser sedikitpun.Tempat yang sama kala keberangkatan kembali Theresia pijak. Seluruh tubuh Theresia memang terbalut busana lengkap, tetapi bagian t