Share

Bab 4. Keributan

Berbeda dengan Arvan yang tidak bisa tertidur nyenyak, maka berbeda halnya dengan Aeri. 

Selimut hangat yang menyelimutinya membuat Aeri tidak mau beranjak dari sana, hingga sesuatu tiba-tiba memeluknya yang masih terbungkus selimut.

“Hei, Arvan! Aku kan sudah bilang kalau kamu tidak juga bangun pagi-pagi aku akan memelukmu seperti ini.”

Aeri terkejut mendengar suara perempuan sangat indah.

Dalam hati, ia membatin bahwa perempuan yang memeluknya ini pasti adalah perempuan cantik. 

“Ayo, Arvan! Bangun! Mau sampai kapan hah kamu terus tidur begini?” Suara indah itu kini terdengar manja. Rasanya, seperti memiliki adik perempuan.

Rasanya sangat menyenangkan mendengar suara indah perempuan pagi-pagi begini.

“Tante Rullis menyuruhku membangunkanmu. Ayo, dong bangun!”

Mendengar nama mertuanya disebut, Aeri seketika malas.

Tapi, Aeri penasaran. Siapa perempuan ini? Dan mengapa si makla menyuruh perempuan itu membangunkan putranya? 

Apa mertuanya itu lupa kalau putranya itu sudah punya istri?

Kalau tidak, apakah etis menyuruh perempuan lain datang ke kamar putranya yang sudah menikah?

“Cih, emang dasar Mak Lampir tuh ibu-ibu boomer,” batin Aeri kesal.

“Ehh, tunggu! Arvan, tubuhmu kok kurusan gini?”

Tangan perempuan itu tiba-tiba bergerak dan meraba tubuh Aeris; dari kepalanya lalu semakin turun. Bahkan, tangan perempuan itu tidak sengaja menyentuh dadanya.

Aeri lantas menutup mulutnya. Dia menahan diri untuk tidak tertawa karena geli.

“Arvan kamu sakit, ya? Padahal, baru satu minggu aku pergi. Tapi, berat badanmu kenapa menurun drastis begini?”

Aeri masih saja diam. Dia membiarkan perempuan itu salah mengira dirinya sebagai Arvan. 

Rasanya menyenangkan bermain-main dengan perempuan itu. Aeri bahkan masih ingin melakukannya lebih lama. Tapi sayangnya, Arvan malah tiba-tiba datang.

“Frisya! Apa yang kamu lakukan di kamarku?”

“Arvan?!” Perempuan bernama Frisya itu tampak terkejut. “Kamu kok di sana? Lalu, siapa yang ada di sini?”

Frisya mungkin menunjuk padanya di luar selimut.

Tak lama, Aeri pun membuka selimut yang menutupinya. 

Dan seperti yang dia duga, perempuan itu sangat cantik. 

Tanpa sadar, Aeri menarik tangan Frisya agar dia bisa melihat lebih dekat wajah cantik itu. Sebagai fotografer, jelas dia peka dengan objek indah yang layak difoto.

“Girl! You look so sexy! Ini masih pagi dan membuatku ingin segera mengambil kameraku,” ucap Aeri berbinar.

Sementara itu, Frisya tampak terkejut dengan perkataan Aeri. 

Tidak hanya terkejut, dia juga merinding. 

Tak jauh dari sana, Arvan pun tertegun. Dia melupakan satu hal penting tentang Aeri. Perempuan itu mencintai orang-orang rupawan, seperti Frisya!

“I think I want a Kiss,” lirih Aeri tiba-tiba membuat Frisya berteriak.

“Arrgh!” Frisya pun berteriak. Tidak hanya itu, dia juga memukul wajah Aeri dan segera menjauh dari perempuan itu.

“Shit,” umpat Aeri, “aku kan hanya ingin ingin permen kiss.”

Dia memang biasa makan permen saat bangun tidur untuk menghilangkan asam di mulut. Tapi, Frisya sepertinya salah mengartikan pada kiss yang lain. 

Aeri lantas duduk di atas tempat tidur sambil mengusap-usap wajahnya yang sakit. 

Dia juga menatap Frisya yang bersembunyi di belakang Arvan. 

“Untung cantik,” ucap Aeri malas. 

Yang jika diartikan, Aeri tidak marah Frisya memukulnya.

Bagaimana bisa Aeri marah? Dia pecinta wajah cantik.

Hal sepenting ini, bagaimana bisa Arvan melupakannya?

*******

“Arvan! Istrimu itu benar-benar gila! Bagaimana bisa dia melecehkan Frisya di rumah mama? Pokoknya, mama tidak mau tahu! Mama mau perempuan itu keluar dari rumah ini.”

Aeri mengorek telinganya dengan jari manisnya. 

Teriakan Rullistya dapat terdengar sampai depan rumah. 

Padahal, mertuanya itu ada di ruang tengah.

Aeri masih memakan permen kissnya.

Pagi-pagi sekali, dengan hanya memakai tank top dengan dipadukan jaket dan celana pendek, Aeri keluar dari rumah. 

Dia merenggangkan tangannya, menghirup udara pagi yang tercemar polusi.

Barulah Aeri menyadari bahwa perempuan yang dijodohkan dengan Arvan bernama Frisya.

“Jika benar perempuan cantik tadi yang dijodohkan dengannya, bagaimana bisa Arvan tidak mau dengan perempuan itu?” gumam Aeri bingung sambil memperhatikan rumah keluarga Arvan.

Rumah keluarga sang suami ini sangat besar. Di depan rumah ada kebun bunga, sementara untuk garasi penuh dengan mobil dan motor. Ada seorang pembantu yang tengah menyiram kebun bunga itu, dan di depan gerbang utama, dua satpam tengah bermain catur di posnya.

“Halo, semua!” sapa Aeri ramah melihat pegawai-pegawai di rumah ini.

Melihat Aeri yang dengan santai keluar rumah sambil menyapa mereka, semua menatapnya heran.

Mereka mungkin bertanya-tanya siapa dia, tapi Aeri tidak peduli. 

Dia pun keluar dari rumah–terlalu malas mendengar mama mertuanya marah-marah pagi-pagi. 

Lebih baik, dia olahraga saja.

******

Sementara itu, ketegangan masih berlanjut dalam rumah.

Rullistya terus saja mengomel. Emosinya menjadi-jadi karena orang yang ingin dimarahi, malah tak terlihat. 

Jadi, wanita itu melimpahkan semua kepada Arvan.

Merasa lelah, Arvan yang sedari tadi diam pun menghela napas panjang. 

Dia menatap ibunya dalam. “Tapi, mama juga salah. Kenapa mama membiarkan Frisya masuk ke kamar kami yang pengantin baru?” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status