“Apa salahnya Frisya masuk ke kamarmu? Kalian kan sudah kenal sejak lama? Mama juga hanya menyuruhnya untuk membangunkanmu, itu saja! Karena kamu dan istrimu yang tidak tahu diri itu belum juga bangun, makanya mama menyuruh Frisya,” cecar Rullistya tanpa jeda, “lalu istrimu juga! Pagi-pagi, bukannya sudah bangun, malah masih tidur! Bagaimana bisa orang seperti itu menjadi menantuku?”
Rullistya memegang lehernya yang tegang.
Dia benci menantunya itu dan kesal dengan anaknya yang memilih perempuan seperti itu.
“Tante … tenanglah! Tidak baik tante marah-marah begini. Bagaimana kalau tekanan darah tante naik lagi?” Frisya mencoba menenangkan Rullistya.
Melihat bagaimana Frisya bersikap baik dihadapan Mamanya, membuat Arvan muak.
Dia pun memalingkan wajah dari pemandangan menjijikan itu. Dia tidak mengerti bagaimana mamanya bahkan Idris menyukai perempuan ini?
Insting Arvan mengatakan bahwa Frisya tidaklah “sebaik” yang dia tunjukkan.
“Bagaimana Tante tidak marah, Sya? Perempuan kasar tidak tahu diri itu jadi menantu Tante! Seharusnya, kamu yang menjadi menantu Tante, bukannya dia!”
Mendengar bagaimana wanita itu mengeluh, Frisya hanya bisa menunjukkan wajah kasihan.
Andaikan Arvan menikah dengannya, tidak mungkin mereka akan pusing seperti ini. Apalagi, Aeri sangat aneh. Tanpa sadar, Frisya kembali merinding mengingat apa yang terjadi pagi tadi.
“Arvan, pokoknya mama tidak mau tahu! Usir perempuan itu dari rumah ini karena mama tidak mau harus tinggal satu atap dengannya!” bentak Rullistya lagi.
Senopati yang baru saja selesai bersiap-siap dan akan berangkat kerja menatap bingung ke arah pertengkaran.
Dia pun menghampiri anggota keluarganya itu. “Ini ada apa sih, ma? Pagi-pagi, kenapa ribut-ribut?”
“Ini loh pa, gara-gara menantu kurang ajar itu Mama jadi marah.”
Senopati lantas menghela napas.
Dia menoleh pada Arvan yang memijat area diantara matanya.
“Memang, apa yang Aeri lakukan?” tanya papa Arvan itu berusaha tenang.
Perlahan, Rullistya menceritakan apa yang terjadi pada suaminya.
Selesai mendengar apa yang diceritakan istrinya, Senopati tampak diam.
“Mama juga salah. Kenapa Mama menyuruh Frisya masuk ke kamar Arvan? Mama kan tahu sekarang Arvan sudah menikah. Bagaimana tanggapan Aeri kalau melihat ada perempuan lain di kamarnya?”Mendengar ucapan sang suami yang terkesan membela menantu yang dibenci, Rullistya mengepalkan tangannya–marah.
“Ohh?! Papa juga nyalahin mama begitu? Frisya itu lebih lama kenal dengan Arvan, Pa. Mereka itu berteman! Kalau masalah ini saja perempuan kasar itu tidak terima, sebaiknya nggak usah jadi istri Arvan, lah!” sinis Rullistya.
“Bukan begitu, Ma. Tidak ada hubungannya Arvan dan Frisya kenal lebih lama dengan Aeri. Mama tolong pikirkan dong perasaan Aeri yang jadi istri Arvan,” bujuk Senopati pada istrinya itu.
“Lalu bagaimana dengan perasaan mama pa, apa Papa lupa apa yang perempuan itu katakan pada Mama tadi malam, apa papa juga mau menutup mata soal Aeri yang melecehkan Frisya.”
“Aeri tidak melecehkan Frisya, dia hanya bercanda, Ma.” Arvan mencoba membela Aeri meski dalam hati, Arvan sebenarnya juga kesal pada istrinya itu.
Di mana Aeri sekarang?
Saat di rumahnya tengah ribut begini, Arvan akan memberi pelajaran untuknya jika perempuan itu masih tidur.
“Terus maksud Papa? Dia yang bilang ingin mencium Frisya itu bukan pelecehan? Istrimu itu benar-benar gila Arvan!”
Arvan memejamkan matanya.
Sebenarnya, Aeri tidak gila.
‘Dia hanya punya preferensi yang sedikit unik, itu saja,’ batin Arvan. Namun, alih-alih mengatakan pikirannya, Arvan justru kembali membela istrinya, “Mungkin maksud Aeri bukan seperti itu, Ma.”
“Lalu, apa?”
Arvan terdiam. Dia bingung cara menjelaskan pada sang ibu. Lagi pula, hanya Aeri yang bisa menjelaskan maksud tindakannya sendiri.
Untungnya, sang ayah menyela pembicaraan itu, “Sudahlah! Daripada ribut, lebih baik kita tanya saja pada Aeri. Apa maksudnya mencium Frisya?”
Senopati tiba-tiba menatap Arvan. “Arvan, sekarang Aeri di mana?”
“Arvan tidak tahu, Pa.”
“Bagaimana bisa kamu tidak tahu di mana istrimu Arvan?” omel Rullistya lagi.
Dalam hati, Arvan menahan emosi.Bagaimana dia bisa tahu? Dia bahkan tidak punya waktu mengurus istrinya itu karena langsung dimarahi oleh mamanya saat Frisya mengadu.
Menyadari keterdiaman sang putra, Senopati pun menyuruh Arvan untuk mencari Aeri.
Tapi, belum sempat Arvan pergi, Aeri yang telah selesai berolahraga–menghampiri mereka.
“Cari aku, Om?”
Semua orang terkejut melihat penampilan Aeri. Hanya Frisya yang tidak tahu penampilan syar’i Aeri di pernikahan yang terlihat santai.
Arvan bahkan langsung menghampiri perempuan itu dan menutupi tubuh Aeri dengan badannya.
“Aeri! Pakaian apa yang sedang kamu pakai ini? Di mana kerudungmu?”
Arvan masih berusaha menutupi tubuh Aeri dengan badannya. Namun, Aeri justru mendorong Arvan ke samping.“Apa sih? Memang ada yang salah dengan pakaianku? Sudah, minggir, dong! Gerah tahu.” Perempuan itu bahkan melepas jaket yang ia pakai.“Tapi, kerudungmu?” “Mulai sekarang, aku tidak mau pakai kerudung!” Perkataan Aeri membuat semua orang kembali terkejut. Dia lalu melirik pada mama mertuanya yang membuka mulutnya lebar-lebar. “Daripada nanti ada yang nyindir-nyindir kerudungan, tapi tingkahnya seperti setan. Mending, aku lepas saja kerudungku. Kasihan citra kerudung jadi rusak gara-gara orang seperti itu, kan?”“Kamu!” Rullistya hendak menghampiri Aeri yang terang-terangan menyindirnya. Tapi, beruntung Senopati menahannya. “Kamu menyindirku?!” teriak Rullistya lagi.Aeri hanya diam, tetapi dia menatap balik mertuanya untuk menunjukkan bahwa dia tidak takut.“Sudahlah, ma! Soal kerudung, itu terserah Aeri mau memakainya apa tidak. Lebih baik sekarang, kita selesaikan masalah h
Arika mengernyitkan alisnya. “Bukannya kamu bilang kamu sudah diusir?”Aeri sontak mengangguk. Sebenarnya, bukan hanya dia saja yang diusir, tapi Arvan juga.“Iya, tapi aku tidak diusir sendirian. Suamiku juga diusir.”Aeri tiba-tiba mengingat ucapan ayah mertuanya. Mungkin, lebih tepatnya dia dan Arvan disuruh pindah rumah.“Aeri, akan pergi dari rumah ini! Tidak, dia memang harus pergi bersama Arvan. Bagaimanapun, mereka sudah menikah. Dia sudah seharusnya mereka hidup mandiri. Papa juga sudah menyiapkan rumah untuk mereka tempati,” ucap Senopati yang sang istri tidak terima dan kembali marah-marah.“Kenapa Arvan juga pergi? Apa papa mau mereka tinggal berdua saja? Tidak! Mama tidak setuju.”Sayangnya, keputusan Senopati tidak bisa diubah. Aeri dan Arvan tetap harus pindah dari rumah mereka.Aeri sendiri senang-senang saja jika disuruh pindah. Dengan begitu, dia tidak harus mendengar ocehan Rulistya setiap harinya. Arvan juga adalah suaminya, jadi jelas dia tidak masalah hanya tin
Setelah kemarin Aeri pingsan gara-gara melihat foto anak kecil itu. Aeri lalu menurunkan foto yang di frame besar itu dan menaruhnya di gudang. Tidak hanya foto itu saja, tapi semua foto yang ada juga dia pindah ke gudang.Arvan yang melihat kesibukan Aeri memindah foto-foto itu sama sekali tidak ada niatan untuk membantunya. Dia lebih suka disibukkan dengan laptop di depannya, daripada membantu Aeri yang kekeh ingin membersihkan sendiri rumah yang akan mereka tempati ini. Padahal Arvan sudah berniat memanggil jasa kebersihan, tapi Aeri menolak. Bahkan dari semalam setelah dia sadar dari pingsannya, Aeri sudah akan kembali ke rumah ini, butuh waktu lama bagi Arvan untuk menahan Aeri agar tidak pergi, dimana selain karena sudah malam, hotel tempat mereka bermalam juga jaraknya cukup jauh dari tempat calon rumah mereka itu.Di tambah lagi, dia juga khawatir dengan kondisi Aeri yang baru saja sadar dari pingsannya."Aeri, kamu gak apa-apa kan? Kenapa kamu bisa tiba-tiba pingsan lihat fot
Beres-beres rumah terasa lebih cepat waktu Arvan membantunya.Entah malaikat mana yang merasuki suaminya itu sampai dengan sendirinya mau berinisiatif membantu.Aeri menopang dagunya di atas gagang sapu, pandangannya tidak lepas menatap Arvan yang tengah membersihkan sarang laba-laba di atas lemari buffet."Kenapa?" Tanya Arvan yang sadar semenjak tadi ditatap oleh Aeri."Lama, kapan kamu selesai bersihin sarang laba-labanya, aku mau nyapu.""Sabar, sebentar lagi akan selesai.""Cih, tadi juga bilangnya sebentar lagi," gerutu Aeri, dia memutar bola matanya—jengah dengan ucapan sebentar lagi Arvan yang tidak kunjung selesai. "Tau gini, mending aku selesain sendiri saja bersih-bersihnya."Andaikan Arvan tega, dia juga tidak mau membantu Aeri bersih-bersih. Dia sebenarnya sudah kesal, semenjak tadi Aeri selalu menyuruhnya membersihkan ini itu, padahal dia belum selesai mengerjakan satu hal dia sudah disuruh mengerjakan hal yang lain."Kenapa juga aku tadi harus kasihan lihat kamu bersih
"Hai, Frisya!" Setelah kejadian hari itu, Aeri sama sekali tidak merasa canggung waktu kembali bertemu dengan Frisya, tidak seperti Frisya yang menatap Aeri waspada."Frisya aja nih yang disapa? Aku nggak Ri?" Idris yang datang bersama dengan Frisya bertanya seolah dia sedih Aeri menghiraukannya."Sorry, aku nggak lihat kamu juga datang," balas Aeri yang membuat wajah Idris menjadi masam."Asem!" Umpat laki-laki itu."Kalian berdua kesini ngapain?" Tanya Aeri, "terutama kamu Frisya, kamu kesini ada apa?" Tanya Aeri antuasias waktu bertanya ada Frisya.Tingkah Aeri yang seperti tertarik padanya membuat Frisya merasa tidak nyaman."Arvan bilang dia butuh bantuan untuk bersih-bersih rumah barunya, jadi aku kesini buat bantu kalian, dan kebetulan aku bertemu Frisya, dia juga ada keperluan dengan Arvan soal masalah pekerjaan," jelas Idris sembari matanya melihat ke sekeliling ruangan.Tadinya Idris kira akan mudah hanya bantu bersih-bersih rumah saja, tapi siapa sangka begitu melihat ruma
Seekor tikus yang tiba-tiba terbang ke arah Arvan dengan cepat berlari memanjat tembok dapur dan menghilang di celah langit-langit.Tubuh Arvan seketika membeku. Tikus adalah satu-satunya mahkluk dari kalangan hewan yang sangat dia benci. Satu tikus mungkin sudah pergi, tapi di dalam kulkas masih ada tikus-tikus yang lain, bahkan anak-anak tikus yang masih merah juga ada.Arvan tidak sempat menutup kembali pintu kulkas waktu satu dua tikus kembali kabur.Raut wajahnya masih bisa tenang, tapi matanya tidak lepas memperhatikan gerak gerik tikus-tikus itu yang kini malah semakin mendekat kearahnya.Seekor tikus sudah mendekati kakinya, saat Arvan akan menendang tikus itu, sayangnya tendangannya tidak kena. Tikus itu berhasil kabur.Sebelum tikus di dalam kulkas juga kabur, Arvan dengan keras menutup pintu kulkas.Saat Arvan akan pergi dari sana, tiba-tiba kakinya tidak sengaja menginjak tikus kecil.Cit ...cit ...cit Tikus itu bercicit, menggeliat kesakitan sebelum akhirnya berhasil l
"Kenapa malah nanya sih, Ri. Sudah jelaslah karena kamu itu cemburu melihat Arvan memeluk perempuan lain. Sama kayak aku yang cemburu waktu dengar kalau Arvan memeluk dan bilang suka pada Frisya." Idris tersenyum kecut waktu mengatakannya."CK, aku tidak sengaja memeluknya. Kukira dia tadi Aeri."Frisya mengepal tangannya erat-erat, padahal dia tidak menganggap pelukan Arvan bukanlah ketidaksengajaan. Tapi mendengar Arvan yang berkata seperti itu membuatnya semakin benci pada Aeri.Pada perempuan yang sudah merebut Arvan darinya."Sepertinya hubunganmu dan Aeri sangat baik ya, Van?" Tanya Frisya, dia meremas ujung gaunnya di bawah meja sembari dia memaksa untuk tersenyum."Tentu, karena kami suami istri.""Oh iya, aku belum mengucap selamat atas pernikahan kalian. Selamat ya Arvan atas pernikahanmu dan Aeri." Ada jeda sejenak sebelum Frisya menyebut nama Aeri."Terimakasih atas ucapannya, Frisya." Aeri bicara lebih dulu, perempu
Sembari menunggu rumah baru mereka selesai dibersihkan dan di renovasi. Arvan dan Aeri untuk sementara tinggal di hotel."Pokoknya aku nggak mau kita tinggal di kamar terpisah, titik." Aeri masih kekeh dengan keputusannya."Kita bahkan bukan suami istri sungguhan, untuk apa kita tinggal di kamar yang sama?""Tapi pernikahan kita sah, kan? Hanya kamu saja yang berpikir pernikahan kita palsu."Sebelumnya Arvan sudah memutuskan untuk tinggal di kamar terpisah selama di hotel. Tapi Aeri tidak mau, dia kekeh ingin mereka tinggal di kamar yang sama yang alhasil membuat keduanya kembali ribut."Aku tidak peduli apa tanggapanmu soal pernikahan kita, aku bahkan tidak akan pernah menganggapmu sebagai istriku."Mendengar perkataan Arvan, Aeri dengan sekuat tenaga meninju wajah Arvan hingga membuat sudut bibir laki-laki itu sedikit robek.Aeri lalu mencengkram kerah baju Arvan—mendekatkan kepalanya dengan kepala suaminya itu."Apa aku belum pernah b