Share

Bab 5. Bantuan

“Apa salahnya Frisya masuk ke kamarmu? Kalian kan sudah kenal sejak lama? Mama juga hanya menyuruhnya untuk membangunkanmu, itu saja! Karena kamu dan istrimu yang tidak tahu diri itu belum juga bangun, makanya mama menyuruh Frisya,” cecar Rullistya tanpa jeda, “lalu istrimu juga! Pagi-pagi, bukannya sudah bangun, malah masih tidur! Bagaimana bisa orang seperti itu menjadi menantuku?”

Rullistya memegang lehernya yang tegang. 

Dia benci menantunya itu dan kesal dengan anaknya yang memilih perempuan seperti itu.

“Tante … tenanglah! Tidak baik tante marah-marah begini. Bagaimana kalau tekanan darah tante naik lagi?” Frisya mencoba menenangkan Rullistya.

Melihat bagaimana Frisya bersikap baik dihadapan Mamanya, membuat Arvan muak. 

Dia pun memalingkan wajah dari pemandangan menjijikan itu. Dia tidak mengerti bagaimana mamanya bahkan Idris menyukai perempuan ini?

Insting Arvan mengatakan bahwa Frisya tidaklah “sebaik” yang dia tunjukkan.

“Bagaimana Tante tidak marah, Sya? Perempuan kasar tidak tahu diri itu jadi menantu Tante! Seharusnya, kamu yang menjadi menantu Tante, bukannya dia!”

Mendengar bagaimana wanita itu mengeluh, Frisya hanya bisa menunjukkan wajah kasihan.

Andaikan Arvan menikah dengannya, tidak mungkin mereka akan pusing seperti ini. Apalagi, Aeri sangat aneh. Tanpa sadar, Frisya kembali merinding mengingat apa yang terjadi pagi tadi. 

“Arvan, pokoknya mama tidak mau tahu! Usir perempuan itu dari rumah ini karena mama tidak mau harus tinggal satu atap dengannya!” bentak Rullistya lagi.

Senopati yang baru saja selesai bersiap-siap dan akan berangkat kerja menatap bingung ke arah pertengkaran.

Dia pun menghampiri anggota keluarganya itu. “Ini ada apa sih, ma? Pagi-pagi, kenapa ribut-ribut?”

“Ini loh pa, gara-gara menantu kurang ajar itu Mama jadi marah.”

Senopati lantas menghela napas. 

Dia menoleh pada Arvan yang memijat area diantara matanya.

“Memang, apa yang Aeri lakukan?” tanya papa Arvan itu berusaha tenang.

Perlahan, Rullistya menceritakan apa yang terjadi pada suaminya.

Selesai mendengar apa yang diceritakan istrinya, Senopati tampak diam.

“Mama juga salah. Kenapa Mama menyuruh Frisya masuk ke kamar Arvan? Mama kan tahu sekarang Arvan sudah menikah. Bagaimana tanggapan Aeri kalau melihat ada perempuan lain di kamarnya?”

Mendengar ucapan sang suami yang terkesan membela menantu yang dibenci, Rullistya mengepalkan tangannya–marah.

“Ohh?! Papa juga nyalahin mama begitu? Frisya itu lebih lama kenal dengan Arvan, Pa. Mereka itu berteman! Kalau masalah ini saja perempuan kasar itu tidak terima, sebaiknya nggak usah jadi istri Arvan, lah!” sinis Rullistya.

“Bukan begitu, Ma. Tidak ada hubungannya Arvan dan Frisya kenal lebih lama dengan Aeri. Mama tolong pikirkan dong perasaan Aeri yang jadi istri Arvan,” bujuk Senopati pada istrinya itu.

“Lalu bagaimana dengan perasaan mama pa, apa Papa lupa apa yang perempuan itu katakan pada Mama tadi malam, apa papa juga mau menutup mata soal Aeri yang melecehkan Frisya.”

“Aeri tidak melecehkan Frisya, dia hanya bercanda, Ma.” Arvan mencoba membela Aeri meski dalam hati, Arvan sebenarnya juga kesal pada istrinya itu. 

Di mana Aeri sekarang?

Saat di rumahnya tengah ribut begini, Arvan akan memberi pelajaran untuknya jika perempuan itu masih tidur.

“Terus maksud Papa? Dia yang bilang ingin mencium Frisya itu bukan pelecehan? Istrimu itu benar-benar gila Arvan!”

Arvan memejamkan matanya.

Sebenarnya, Aeri tidak gila. 

‘Dia hanya punya preferensi yang sedikit unik, itu saja,’ batin Arvan. Namun, alih-alih mengatakan pikirannya, Arvan justru kembali membela istrinya, “Mungkin maksud Aeri bukan seperti itu, Ma.”

“Lalu, apa?”

Arvan terdiam. Dia bingung cara menjelaskan pada sang ibu. Lagi pula, hanya Aeri yang bisa menjelaskan maksud tindakannya sendiri.

Untungnya, sang ayah menyela pembicaraan itu, “Sudahlah! Daripada ribut, lebih baik kita tanya saja pada Aeri. Apa maksudnya mencium Frisya?” 

Senopati tiba-tiba menatap Arvan. “Arvan, sekarang Aeri di mana?”

“Arvan tidak tahu, Pa.”

“Bagaimana bisa kamu tidak tahu di mana istrimu Arvan?” omel Rullistya lagi.

Dalam hati, Arvan menahan emosi.Bagaimana dia bisa tahu? Dia bahkan tidak punya waktu mengurus istrinya itu karena langsung dimarahi oleh mamanya saat Frisya mengadu.

Menyadari keterdiaman sang putra, Senopati pun menyuruh Arvan untuk mencari Aeri. 

Tapi, belum sempat Arvan pergi, Aeri yang telah selesai berolahraga–menghampiri mereka.

“Cari aku, Om?”

Semua orang terkejut melihat penampilan Aeri. Hanya Frisya yang tidak tahu penampilan syar’i Aeri di pernikahan yang terlihat santai. 

Arvan bahkan langsung menghampiri perempuan itu dan menutupi tubuh Aeri dengan badannya.

“Aeri! Pakaian apa yang sedang kamu pakai ini? Di mana kerudungmu?” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status