"Mama!" Senopati menekan nada suaranya untuk tidak membentak istrinya."Lagian kenapa sih Papa masih membelanya? Dia itu istri yang buruk, lihat!" Rullistya menunjuk pada Frisya yang tadi menyusulnya ke arah Arvan dan kini dia memegangi lengan Arvan yang terlihat akan jatuh kapan saja. "Beratus-ratus kali Frisya lebih baik dari perempuan itu, seharusnya papa mendukung putra kita menikah dengannya bukan dengan perempuan tidak jelas itu."Senopati hanya bisa menghela napas panjang, kepada putranya dia bisa saja tegas, tapi tidak demikian jika dengan istrinya."Tapi, yang kini menjadi istrinya Arvan itu Aeri, Ma," ingatkan Senopati, "dan Aeri adalah istri yang Arvan pilih.""Lalu, memang kenapa kalau Aeri istri Arvan, tidak menutup kemungkinan mereka akan cerai nantinya.""Jangan bicara seperti itu, Ma. Mama mau pernikahan putra kita gagal?""Tentu, malah mama berdoa secepatnya Arvan berpisah dari perempuan itu."'Amin.' Spontan Arvan mengaminkan ucapan mamanya. Dia memang ingin secepat
Pada akhirnya Arvan dapat juga berbaring di tempat tidur. Dia melihat jam di ponselnya. Jam menunjukkan sudah pukul 4 lewat, entah sudah berapa jam dia dimarahi oleh papanya. Mungkin jika bukan karena Kyran, Arvan butuh berjam-jam lagi untuk bisa berbaring diatas tempat tidur. "Aku harus berterimakasih padanya nanti." Ucapnya sebelum dia jatuh tertidur. Rasanya tidak lama saat Arvan memejamkan mata dia kembali dibangunkan oleh suara berisik lagu yang diputar dengan keras. Arvan awalnya menutup kepalanya dengan bantal, namun karena lagu itu tidak kunjung berhenti, dia yang tidak tahanpun melempar bantal itu ke asal suara. "Berisik, nggak lihat orang lagi tidur." Arvan bangkit duduk di atas tempat tidur, dia menatap tajam seseorang di depannya. "Lagian, siapa suruh kakak tidur di kamarku," Alvin, orang yang ditatap tajam melempar balik bantal yang mengenainya pada Arvan, "AC dikamar kakak kan sudah diperbaiki, kenapa tidak balik ke kamar kakak sendiri, kenapa masih tinggal di kam
Menjadi fotografer wedding selalu membuat Aeri excited. Kepuasan mengabadikan momen bahagia pengantin yang baru menikah adalah hal yang membuatnya merasa bahagia."Bapak, boleh sedikit geseran ke kiri, nah iya, tahan ya, satu, dua, ...." Bersamaan dengan hitungan ketiga, muncul cahaya dan suara shutter dari kamera.cekrek!Aeri mengatur posisi para keluarga dalam sesi foto bersama keluarga kedua mempelai.Selesai sesi foto keluarga besar, kini giliran dia memfoto para tamu undangan yang ingin berfoto dengan pengantin. Kadang saat sesi foto begini, ada saja hal menyebalkan yang dia alami.Seperti saat akan memfoto, tiba-tiba saja ada seorang tamu undangan yang lewat di depannya, alhasil hasil fotonya menjadi jelek. Tidak lagi dengan para fotografer dadakan yang kadang mengganggunya waktu mengabadikan momen bahagia pengantin."Eh, kamu minggiran sana, aku mau ngambil foto cucuku."Seorang ibu-ibu dengan kasar menggesernya untuk mengambil foto cucunya bersama mempelai pengantin.'lah, di
"Ck," decakan kesal Arvan di tengah meeting sukses membuat suasana rapat menjadi hening.Keringat dingin membasahi dahi seorang anak buahnya yang tadi presentasi di hadapan semua orang di sana. Entah apa yang salah dari presentasinya hingga membuat bosnya itu berdecak. Tidak hanya anak buahnya yang presentasi saja, namun seluruh anak buahnya di ruangan itu juga merasa ketakutan. Setelah kemarin timnya melakukan kesalahan yang membuat proyek besar yang dia tangani hampir gagal. Arvan yang harus turun tangan untuk menangani masalah itu menjadi sensitif.Sedikit saja kesalahan yang anak buahnya lakukan bisa membuatnya marah besar dan bahkan sampai memecat anak buahnya tersebut.Karena itu, para anak buahnya bersikap hati-hati untuk tidak membuat bos mereka marah.Anak buah yang presentasi menelan ludah sebelum memberanikan diri untuk bertanya. "M-mohon maaf pak Arvan, apakah ada yang salah dari presentasi saya?" Jari-jari tangan si anak buah gemetaran, teman-temannya yang sesama anak b
“Bagaimana saksi, sah?”Begitu penghulu mengatakannya, status Aeri berubah.Dia bukan lagi teman Arvan, melainkan istrinya.Aeri lantas menoleh pada pria di sampingnya itu yang terlihat tampan dan mengenakan setelan baju pengantin warna putih–senada dengan gaun yang digunakan Aeri saat ini.Meski terlihat cantik, tetapi Aeri merasa tidak nyaman. Ini bukan gaun miliknya–melainkan milik perempuan lain: pengantin wanita yang seharusnya menikah dengan Arvan. Tadi pagi, Aeri akan bekerja sebagai fotografer pernikahan. Karena tahu kalau Arvan adalah mempelai prianya, Aeri tidak lupa membawakan hadiah. Tapi, siapa sangka? Baru aja dia akan masuk ke aula pernikahan, seseorang tiba-tiba menculiknya untuk menjadi pengantin pengganti di samping Arvan karena pengantin wanita yang asli tiba-tiba menghilang. “Salam,” lirih Arvan pada Aeri yang sudah mengulurkan tangannya pada Aeri. Dengan cepat, perempuan itu pun menyalami tangan Arvan. Penghulu kini membacakan doa. Namun, dari ujung mata, Aer
Keduanya sontak menoleh ke arah sang ibu yang sedang menatap Aeri tajam.“Ya, ampun! Ucapannya kasar sekali …. Kenapa bisa perempuan seperti itu menjadi bagian keluarga Candra?”“Padahal bercadar, tapi ternyata bukan perempuan baik-baik.“Percuma memakai jilbab, tapi tidak bisa menjaga mulutnya.”Bisik para tante-tante yang bersama dengan Rullistya mulai terdengar.Rullistya pun merasa malu dan marah. Kelakuan menantunya yang kasar dan tidak sopan disaksikan oleh teman-temannya. Sejak awal, dia memang tidak suka pada perempuan yang kini menjadi istri putranya itu.Tapi, dia adalah perempuan yang putranya ‘pilih’. Hal ini membuat Rullistya tidak punya pilihan lain selain harus menerimanya. Tadinya, dia ingin menahan diri, tapi apa yang dia dengar benar-benar menyulut amarahnya.“Memang benar, ya. Seharusnya, mama tidak merestui kamu menikah dengan perempuan tidak jelas ini. Seharusnya, mama tetap menjodohkan kamu dengan Frisya yang jelas-jelas adalah perempuan baik-baik. Lihat sekara
“Kalau begitu, kenapa kamu tadi setuju menikah denganku? Berarti, kau bodoh?” Arvan kini ikut mencondongkan wajahnya. Tak lupa, dia menaruh jarinya di dahi Aeri. “Dan, tolong berhentilah mengumpat!”“Sayangnya, kenyataannya memang seperti itu. Aku tadi terlanjur berbuat bodoh. Tapi, aku tidak mau rugi.”Aeri lantas menatap tajam Arvan. Semenjak tadi, dia sebenarnya ingin memukul pria di depannya itu. Dia tidak suka pada Arvan yang menganggap enteng sebuah pernikahan. Apalagi di situasinya, Aeri sama sekali tidak diuntungkan. Untuk ‘Aeri’ sebelumnya, Arvan mungkin menjanjikan uang. Tapi, Aeri asli sudah punya banyak uang. Dia juga tidak butuh title istri seorang anak konglomerat.Hanya saja, karena sudah terlanjur menikah, maka pernikahan ini layak untuk dipertahankan. Bagi Aeri, pernikahan itu hanya satu kali!Satu kali dia menikah.Satu kali juga dia punya Mama Mertua Menyebalkan. ******Aeri kini berdiri di balkon sambil menghisap rokok meski masih memakai cadar. Perutnya sebe
Berbeda dengan Arvan yang tidak bisa tertidur nyenyak, maka berbeda halnya dengan Aeri. Selimut hangat yang menyelimutinya membuat Aeri tidak mau beranjak dari sana, hingga sesuatu tiba-tiba memeluknya yang masih terbungkus selimut.“Hei, Arvan! Aku kan sudah bilang kalau kamu tidak juga bangun pagi-pagi aku akan memelukmu seperti ini.”Aeri terkejut mendengar suara perempuan sangat indah.Dalam hati, ia membatin bahwa perempuan yang memeluknya ini pasti adalah perempuan cantik. “Ayo, Arvan! Bangun! Mau sampai kapan hah kamu terus tidur begini?” Suara indah itu kini terdengar manja. Rasanya, seperti memiliki adik perempuan.Rasanya sangat menyenangkan mendengar suara indah perempuan pagi-pagi begini.“Tante Rullis menyuruhku membangunkanmu. Ayo, dong bangun!”Mendengar nama mertuanya disebut, Aeri seketika malas. Tapi, Aeri penasaran. Siapa perempuan ini? Dan mengapa si makla menyuruh perempuan itu membangunkan putranya? Apa mertuanya itu lupa kalau putranya itu sudah punya istri?