Share

Bab 3

Bab 3 Mantan Istri Yang Kuhina Jadi Nyonya

"Aku sudah capek dengan segala perlakuan kamu Bang, sudah cukup aku sabar selama ini. Aku minta cerai!"

Mataku langsung membulat mendengar ucapan Alya.

"Cerai, apa aku tak salah dengar?" kataku dengan sedikit menaikkan sebelah bibirku. Aku yakin Alya hanya menggertakku, wanita lemah dan tak berpendidikan seperti dia, mana bisa hidup di luar sana, ijasah juga cuma SMP.

Alya menggeleng," enggak Bang, tekadku sudah bulat. Untuk apa aku tetap mendampingi abang kalau keberadaanku gak pernah Abang anggap, aku cuma Abang angggap sebagai perempuan hina, hingga begitu lemesnya mulut Abang selalu merendahkan dan menghinaku. Aku ini manusia Bang, punya hati."

"Ck, memang yang anggap kamu kambing juga siapa, aku tahu kali kamu itu manusia."

"Abang tahu kalau aku manusia, tapi kenapa perlakuan Abang padaku seolah aku ini bukan manusia. Bang, Abang gak ngajak aku kepesta atau kemanapun aku bisa terima Bang. Mungkin memang Abang belum siap memperkenalkan aku yang hanya lulusan SMP ini pada teman-teman Abang tapi sikap Abang barusan yang membentak dan memakiku di depan temanmu barusan, aku gak terima. Apa salahku hingga Abang mencaciku sedemikian rupa," kata Alya. Sesaat kemudian dia memegang dadanya, air matanya kian deras mengalir, dadanya bergelombang, pundaknya berguncang, dia juga menyusut air matanya dengan jarinya.

"Salah kamu itu kamu genit sama Aldo. Ngapain kamu pakai sok-sokan mau mengusap baju Aldo, mau caper? Percuma Aldo gak akan tertarik dengan wanita dekil dan bau asap seperti kamu. Ngaca dong ngaca!"

"Picik kamu Bang. Aku mengambil tisu untuk membersihkan baju Mas Aldo sebab aku merasa salah sama dia, aku yang membuat bajunya basah. Itupun Abang mau cemburu?"

Aku terkekeh mendengar kata-kata Alya barusan. Apa katanya, cemburu?

"Apa katamu, aku cemburu? Eh perempuan udik, kalau aku masih berstatus buruh pabrik yang hitam dan dekil seperti dulu, bisa jadi aku cemburu. La kalau sekarang, ya enggak bangetlah kalau aku cemburu sama kamu, di luar sana banyak tu cewek-cewek cantik dan seksi pada ngantri jadi istriku."

Alya kembali menggeleng," sombong kamu Bang, ingat Bang, harta, jabatan itu semua hanya titipan yang suatu saat bisa saja di ambil oleh pemilikknya."

"Halah, gak usah ceramah kamu! Bilang saja kamu ngiri dengan kesuksesanku."

Senyap kali ini Alya tak menjawab, dia membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju almari. Di ambilnya tas lusuh yang dulu dia bawa lalu dengan cekatan memasukkan baju-bajunya kedalam tas.

'Wah gawat kalau Alya pergi, siapa yang akan aku suruh-suruh. Nyari pembantu sekarang ini gak mudah dan gak murah,' batinku.

"Kamu serius mau cerai, kamu sudah pikirkan baik-baik mau tinggal dimana?" ujarku.

Senyap, Alya tak menjawab ucapanku, hanya tanganya yang masih sibuk memasukkan baju- baju lusuhnya ke dalam tas.

"Heh dengar tidak?! Mumpung aku masih baik dan ngasih kamu kesempatan ni. Kamu mau tinggal dimana kalau pergi dari sini, mau tinggal di kolong jembatan?" ujarku setengah meledek karena aku tahu Alya pasti bingung setelah pergi dari sini.

Alya yatim piatu dan rumah peninggalan orang tuanya juga sudah habis dijual untuk bayar hutang, itulah aku bisa memperlakukan dia sesuka hati, aku tahu gak mungkin dia berani meninggalkan rumah.

"Lebih baik aku tinggal di kolong jembatan tapi ada yang anggap aku manusia daripada tinggal di rumah gedongan tapi aku tak di anggap manusia," jawabnya datar namun penuh penekanan.

"Sapa bilang tinggal di bawah jembatan kamu di anggap manusia, yang ada kamu di usir ke sana kemari sama satpol PP."

Alya menghentikan aktifitasnya lalu mendongak menatapku sebentar lalu kembali tangannya memasukkan baju-bajunya.

"Tak mengapa, aku masih punya Tuhan, aku yakin Dia akan memberi pertolongan pada hambanya yang lemah dan tak berdaya ini," ujarnya lirih. Namun, masih bisa kudengar.

"Halah, kalau memang Tuhan mau menolong kamu, itu rumahmu gak bakalan di sita oleh Bank, kamu pasti masih punya rumah. Nyatanya, rumahmu di cita juga," ujarku datar.

Alya yang tadi masih sibuk mengemas barangnya mendadak menghentikan aktifitasnya dan mendongak menatapku.

"Rumahku di sita juga karena kamu Mas, apa kamu lupa!" seru Alya sambil menatap tajam kearahku.

Mendadak air liurku terasa susah untuk di telan. Baru kali ini Alya berani menatapku setajam ini.

Ku tatap Alya yang sudah selesai memasukkan semua barangnya dan menutup resleting tasnya dengan cepat.

"Aku permisi Bang, semoga setelah kepergianku nanti, Abang akan sadar. Harta dan jabatan itu bukan segala-segalanya," ujarnya sambil menjinjing tas lusuhnya.

Jujur aku bingung, di sisi lain aku ingin mencegah agar dia tak pergi dari rumah. Namun, di sisi lain egoku berbicara. Pantang bagiku mencegah apalagi memohon agar dia tetap tingga di rumah ini.

Jatuh dong harga diri ini jika harus membujuk dia untuk tinggal.

"Asalamualaiku Bang, maaf kalau selama ini aku belum bisa jadi istri yang baik untuk Abang," ujar Alya yang kemudian menarik tanganku dan menciumnya.

"Awas ya, kalau kamu balik lagi kesini! Jangan harap aku mau nerima kamu!" seruku.

"Insya Allah gak Bang."

'Ck, sombong, coba aku mau lihat, tahan berapa hari dia hidup diluar sana dengan ijasah SMPnya itu.' batinku sambil mencibir ke arah Alya.

Ku perhatikan tubuh kurus berbaju lusuh itu hingga hilang di balik pintu pagar rumahku. Namun, baru beberapa langkah aku melangkah terdengar suara tabrakan yang keras di depan sana.

Cit..,

Bunyi gesekan ban dengan aspal pertanda rem di injak dengan sangat keras.

Brak...

"Alya!"

Sudah baca jangan lupa tinggalkan jejak. 3 komen terbaik dapat 50 koin gratis dari Author😍😍

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Neneng Enur Nurhayati
Good...jangan lemah
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
bagus...kalau ada kayak begini di tetangga ku babat pake gala
goodnovel comment avatar
Yanti Kartini
seru kka, ada gak ya di dunia nyata suami kaya gitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status